Presiden Serukan Penguatan Kolaborasi Penanggulangan Bencana
Lantaran menjadi urusan bersama, penanggulangan bencana memerlukan kolaborasi antarpihak. Hal ini dibutuhkan agar langkah-langkah yang dilakukan berjalan lebih efektif.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mengajak semua pihak untuk meningkatkan kolaborasi dalam upaya penanggulangan bencana. Kolaborasi tersebut perlu melibatkan unsur dari pemerintah, swasta, hingga akademisi.
Presiden Joko Widodo menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Kabupaten Bogor, Selasa (4/2/2020). Dalam forum itu, Presiden memberikan arahan kepada sekitar 10.000 peserta rakornas yang hadir.
Presiden Joko Widodo memerintahkan semua instansi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, bersinergi menghadapi ancaman bencana. Sinergi tersebut dibutuhkan bukan hanya pada saat bencana terjadi, melainkan juga pada fase pencegahan, mitigasi, dan membangun kesiapsiagaan. ”Saya melihat selama ini (kolaborasi) sudah baik. Namun, hal ini perlu terus ditingkatkan,” kata Presiden.
Turut hadir dalam rakornas tersebut, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Menurut Presiden, sekretaris daerah dan dinas-dinas terkait harus membangun kesiapsiagaan bencana di daerah masing-masing. Salah satunya dengan cara mengendalikan tata ruang berbasis pengurangan risiko bencana. Mereka diminta sigap dalam menghadapi potensi-potensi bencana yang ada.
Sementara itu, gubernur, bupati, dan wali kota juga diminta menyediakan sarana dan prasarana kesiapsiagaan bencana. Pihak-pihak terkait di daerah harus dilibatkan sehingga bencana nantinya mampu ditangani dengan tuntas. Pengembangan sumber daya manusia yang andal dalam menanggulangi bencana juga perlu dilakukan.
”Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus meningkatkan kepemimpinan dan pengembangan SDM yang andal dalam menanggulangi bencana. Anggaran dan program harus ditingkatkan sesuai dengan prioritas RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024,” ujar Presiden.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, kepala daerah memegang peranan penting dalam membangun kapasitas masyarakat tangguh bencana. Dua program yang telah diluncurkan BNPB, yakni Keluarga Tangguh Bencana (Katana) dan Desa Tangguh Bencana (Destana), ia nilai akan efektif jika ada komitmen dari kepala daerah.
”Efektif sekali jika semua mau menggerakkan, terutama kepala daerah karena memiliki kekuatan dan sistem yang mudah dijalankan,” katanya, Senin (3/2/2020).
Meski sudah disampaikan dalam Rakornas 2019 di Surabaya, Jawa Timur, Presiden Joko Widodo menekankan kembali pentingnya penanggulangan bencana menggunakan kolaborasi Pentahelix. Unsur Pentahelix tersebut meliputi pemerintah, akademisi, swasta, masyarakat, dan media massa.
Khusus bagi TNI dan Polri, Presiden meminta kedua unsur tersebut selalu mendukung upaya-upaya penanggulangan bencana, baik dalam hal penegakan hukum maupun pengerahan aparat secara nasional. Keduanya juga diminta bersinergi dengan pemerintah daerah dan BNPB.
”Kemarin, dalam posisi yang serba cepat, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, BNPB, Panglima TNI, dan Kepala Polri telah mengevakuasi WNI yang ada di China. Proses ini diputuskan dan dilaksanakan dengan cepat, saya apresiasi,” katanya.
Arahan dari Presiden itu sesuai dengan tema Rakornas BNPB tahun ini, yakni penanggulangan bencana adalah urusan bersama. Menurut Kepala BNPB Doni Monardo, keterlibatan unsur dalam Pentahelix juga telah diwujudkan melalui diskusi panel yang dilaksanakan pada Senin (3/2/2020). ”Kami telah melakukan enam diskusi panel. Sebanyak 120 pakar dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi kebencanaan terlibat,” katanya.
Diskusi tersebut meliputi enam tema, yakni manajemen kebencanaan; bencana geologi dan vulkanologi; bencana hidrometeorologi terkait kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, serta perubahan iklim; bencana hidrometeorologi terkait banjir, banjir bandang, tanah longsor, puting beliung, dan abrasi; bencana non-alam; serta sosialisasi katana dan edukasi kebencanaan.