Citarum, sungai terpanjang di Jawa Barat, kian renta. Setiap musim hujan, Citarum yang dangkal selalu meluber. Pemerintah dan masyarakat harus berbagi peran menopang sungai yang kian renta ini.
Cemas di wajah Salim Roesdiana (42) muncul lagi seiring mendung di langit Baleendah, Kabupaten Bandung, Selasa (28/1/2020). Hujan bisa datang kapan saja. Meluapkan Sungai Cisangkuy, anak Sungai Citarum, dan kembali merendam rumahnya lebih dalam. Setidaknya sejak 30 tahun terakhir, Baleendah, Dayeuhkolot, dan Bojongsoang selalu terendam banjir Citarum. Letaknya yang lebih rendah dengan permukaan Citarum jadi penyebabnya.
Akan tetapi, galau itu ternyata belum mampu menyingkirkan niat mulianya siang itu. Berbekal bambu panjang, ia bertahan menyingkirkan sampah yang menutupi Sungai Cisangkuy. Plastik, styrofoam, dan kayu menutupi air yang bakal mengalir ke Citarum. Ada juga bangkai hewan. ”Sampahnya datang terus sejak tiga hari lalu. Kalau dibiarkan, sungai akan tersumbat dan banjir di rumah saya semakin parah,” ujarnya.
Sudah lima hari rumah Salim terendam. Tingginya 2 meter. Tak lebih rendah dari banjir tahun sebelumnya. Ia banyak berharap dari keberadaan kolam retensi Cieunteng, sekitar 800 meter dari rumahnya. Kolam itu diproyeksikan salah satu bagian sistem penanggulangan banjir di hulu Citarum, sungai sepanjang 269 kilometer.
Bentuknya mirip kolam raksasa. Volume tampungannya hingga 189.661,82 meter kubik dan luas genangan 47.501,625 meter persegi. Namun, banjir besar belum terhadang. Harapan Salim atas solusi terbaik bisa jadi belum segera. Saat meresmikan Terowongan Nanjung, infrastruktur pengendali banjir hulu Citarum lainnya, Rabu (29/1), Presiden Joko Widodo mengatakan, infrastruktur lain rampung 2020.
Perbedaan
Infrastruktur pengendali banjir di hulu Citarum mulai gencar dibangun pemerintah dua tahun lalu. Sebelum Terowongan Nanjung rampung Desember 2019, embung Gedebage seluas dan kolam retensi Cieunteung seluas 5 hektar terlebih dulu tuntas tahun 2018.
Tahun ini, masih ada kolam retensi Andir (4,9 ha), pembuatan polder di sejumlah daerah, hingga sodetan Cisangkuy. Targetnya rampung tahun ini. Khusus sodetan Cisangkuy bisa menampung 225 meter kubik per detik air.
Saat peresmian Terowongan Nanjung, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, terowongan itu inovasi anyar di Citarum, jadi solusi di antara polemik kontur sungai melengkung yang diduga membuat air Citarum mengalir tak lancar dan keberadaan formasi batuan lava gunung api purba 4 juta tahun lalu.
”Karena warisan geologi, Curug Jompong tidak mungkin dipotong. Oleh karena itu, saya desain terowongan. Sebagian air tetap mengalir di Citarum lama. Sebagian lagi dengan debit air lebih besar masuk ke terowongan,” katanya.
Terowongan Nanjung terdiri atas dua terowongan air masing-masing sepanjang 230 meter diameter 8 meter. Terowongan ini meningkatkan kapasitas debit Citarum di kawasan itu, dari 570 meter kubik per detik jadi 700 meter kubik per detik. Meski baru dibuka lebih kurang sebulan, Basuki mengatakan, peran terowongan kembar itu mulai terlihat. Luasan banjir berkurang. Banjir 2016 mencapai 490 ha, sedangkan Januari 2020 menjadi 80 ha.
Lama genangan juga berkurang. Sebelum ada terowongan, hujan empat hari dengan curah hujan 35-67 milimeter membuat Dayeuhkolot terendam 40 jam, April 2019. Setelah dibangun terowongan, hujan lima hari dengan intensitas 60-72 mm menggenangi kawasan sama selama 11 jam.
Meski kesal banjir masih merendam rumahnya, Asep Solihin (35), warga Dayeuhkolot, mengakui banjir surut lebih cepat. Sebelum ada terowongan, dalam satu fase hujan tidak turun berturut-turut, banjir baru surut 24 jam. Kini, dalam fase yang sama setelah terowongan itu rampung, genangan banjir surut 3-5 jam.
Hilir dulu
Saat Asep mulai merasakan perbedaan itu, Evi Rohimah (42), warga Andir, Baleendah, belum seberuntung itu. Musim hujan tahun ini rumahnya terendam lagi. Banjir 2 meter itu baru surut seminggu. ”Akhirnya bisa lihat lantai rumah lagi,” katanya saat membersihkan tegel putih beranda rumahnya, Rabu lalu.
Bambang Supriyanto (52), warga Andir, bosan dengan banjir yang selalu merendam rumahnya. Awal tahun ini, ia mengungsi lagi bersama puluhan warga lain. ”Kami buat lagi dapur umum mandiri. Uangnya iuran,” katanya. Bambang mendengar bakal ada solusi di Andir. Pemerintah bakal membangun kolam rentensi Andir seluas 4,9 ha. Namun, ia masih ragu keberadaan kolam itu jadi solusi.
Di tengah keraguan itu, pemerintah yakin sistem pengendalian banjir Citarum hulu bakal ideal. Menurut Presiden, tidak hanya membangun infrastruktur, tetapi juga merampungkan rehabilitasi lahan lewat program Citarum Harum. Program dimulai 2018 dan ditargetkan selesai tujuh tahun.
Setelah hulu rampung, dilanjutkan pembangunan di hilir Citarum, seperti Karawang dan Bekasi. Saat ini, warga sekitar Citarum memupuk kemandirian. Sampah mereka singkirkan. Lumpur dari hulu dibersihkan. Mereka ingin peduli di sisi Citarum yang kian renta.