Galau Sulut di Tengah Badai Virus Korona
Merebaknya virus korona tipe baru membawa badai bagi dunia pariwisata Sulawesi Utara. Selama beberapa tahun terakhir, wisman asal China mendominasi kunjungan ke provinsi itu. Galau pun melanda.
Alih-alih bergelimang hoki, para pelaku pariwisata di Sulawesi Utara merayakan Tahun Baru Imlek 2571 dengan proyeksi merugi. Di tengah badai infeksi virus korona jenis baru, Pemerintah China mengunci pintu dari dalam rumah, melarang warganya keluar negeri. Tiada yang tahu kapan badai ini akan berakhir.
A Xiong (42) menatap laut biru dari pesisir Pulau Gangga, Kabupaten Minahasa Utara, Kamis (30/1/2020) siang. Rambutnya masih basah setelah mandi untuk membilas diri dari air laut.
Di antara negara-negara ASEAN yang saya kunjungi, Indonesia yang paling cantik kehidupan bawah lautnya.
”Ini pertama kali saya ke Indonesia. Di antara negara-negara ASEAN yang saya kunjungi, Indonesia yang paling cantik kehidupan bawah lautnya. Saya sangat senang menyelam di sini,” kata warga Guangzhou, China, itu sambil tersenyum dan mengacungkan jempol.
A Xiong adalah satu dari sekitar 50 pelancong asal China yang membeli paket wisata dari MM Travel. Pagi itu, mereka bertolak dari Dermaga Jendela Indonesia milik biro wisata itu di tepi Teluk Manado dengan kapal motor Bunaken Crystal 8 berkapasitas 68 gros ton.
Di tengah perjalanan, kapal sempat berputar-putar sebentar untuk memperlihatkan kawanan lumba-lumba kepada para wisatawan. Mereka memekik kagum saat beberapa mamalia laut itu melompat dari permukaan air. Fenomena itu tidak ada di metropolis Guangzhou.
Di Pulau Gangga, berbagai wahana, seperti parasailing dan donut boat, disediakan.Namun, bagi A Xiong, yang terpenting adalah menyelam. Keinginannya telah terpenuhi di perairan Bunaken. Laut Sulawesi di tepi Pulau Gangga menggenapi petualangan baharinya.
Sementara A Xiong berlibur, negaranya menjadi sorotan dunia. Virus korona jenis baru (2019-nCoV), yang pertama merebak di Wuhan, Provinsi Hubei, kini telah menjadi wabah global. Per 30 Desember 2019, setidaknya 7.711 orang dikonfirmasi terinfeksi, 1.370 di antaranya tergolong parah. Sebanyak 170 orang meninggal.
Baca juga: WHO Tetapkan Darurat Kesehatan Global Infeksi Virus Korona
Di saat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan darurat kesehatan global akibat infeksi virus itu, para wisatawan China di Manado harus pulang, apa pun risikonya. Namun, A Xiong yang pulang pada Jumat (31/1) tidak khawatir. ”Saya tidak takut pulang. Guangzhou aman,” katanya.
Catatan Litbang Kompas, China menjadi penyumbang kedua terbesar pariwisata dunia dengan 15,6 juta wisatawan. Pemprov Sulut tak ingin ketinggalan mendapat percikan gelombang ini dengan membuka penerbangan langsung dari China sejak 2016.
Kini, delapan kota di China terhubung langsung dengan Manado melalui penerbangan sewa (chartered flight) Lion Air dan Citilink. Hasilnya, selama Januari-November 2019, Manado kedatangan 105.738 wisman China dari total 118.844 wisman atau 89 persen!
Percikan rezeki dari wisman China di Sulut mengundang Lisa Tan, penerjemah bahasa Mandarin ber-KTP Kepulauan Riau, yang mulai bekerja di MM Travel per 2018. Percakapan dengan A Xiong tak mungkin terjadi tanpa kehadirannya.
Baca juga: Sebagian Turis Asal China Perpanjang Liburan
”Mereka sangat suka laut di Manado karena masih indah dan terumbu karangnya masih hidup. Di China, lautnya sudah tercemar, makanya destinasi utama mereka di sini adalah laut,” kata Lisa, yang sebelumnya menjadi pemandu wisata di Bali.
Namun, mulai Sabtu (1/2), tidak ada lagi rombongan wisman China yang ia layani. Kendati tak ada penerbangan langsung dari Wuhan, Lion Air menutup semua penerbangan komersial chartered dari China ke Manado mengikuti arahan Pemerintah China.
MM Travel, anak perusahaan Lion Air Group, yang sejauh ini hanya melayani wisman China, pun tidak akan mendapat tamu lagi. Lisa belum tahu apakah ia akan diliburkan atau tetap masuk kantor. A Xiong dan sekitar 50 orang lainnya adalah rombongan terakhir yang ia layani sebelum penerbangan dari China ditutup.
”Sebenarnya, sejak berita soal virus korona menyebar, belum ada turis China yang sakit waktu berlibur. Semua yang di Manado sehat. Namun, saya yakin, tidak lama lagi pasti teratasi, seperti SARS (sindrom pernapasan akut parah) dan MERS (sindrom pernapasan Timur Tengah) dulu,” kata Lisa.
Kehadiran wisman China di Manado tak hanya membuka pintu ketenagakerjaan bagi perantau seperti Lisa, tetapi juga warga Pulau Gangga, seperti Linda Amar (36). Ia menjadi juru pijat di MM Gangga Beach Resort dengan jumlah klien mencapai 25 orang per hari, semuanya dari China.
Tapi, sejauh ini, saya senang karena gaji cukup buat biayai kebutuhan tiga anak.
Karena baru beberapa bulan bekerja, ia masih berstatus pegawai sementara. Gajinya sekitar Rp 2 juta, plus komisi untuk setiap tamu yang ia layani. Jika ada 25 orang yang ia pijat setiap hari, penghasilannya bisa melebihi upah minimum provinsi (UMP) Sulut.
”Kalau sudah setahun, nanti gajinya jadi UMP, Rp 3,39 juta. Tapi, sejauh ini, saya senang karena gaji cukup buat biayai kebutuhan tiga anak. Jam kerjanya juga fleksibel,” kata Linda.
Namun, Linda tak dapat menyembunyikan kekhawatirannya saat manajernya mengumumkan tidak akan ada tamu untuk sementara waktu. Ia tidak tahu apakah ia akan tetap masuk kerja atau dirumahkan sementara.
”Tinggal pintar-pintarnya kita cari kerja serabutan di luar. Perusahaan (MM Group) punya 900-an karyawan. Kalau tidak ada tamu, tetapi pegawai tetap masuk, pasti perusahaan bangkrut. Semoga masalah virus ini segera teratasi,” katanya.
Hal senada dikatakan Paulus Hending (41), pemandu parasailing dan snorkeling. Lima bulan lalu, ia berhenti kerja sebagai penjaga rumah dan juru rawat anjing di Tomohon lalu pindah ke MM Gangga Beach Resort. Biaya indekos bisa dipotong karena kini ia tinggal di rumah dengan gaji UMP, ditambah tip dari para tamu.
Yang jelas, tidak akan ada yang diberhentikan.
Jika tidak ada wisman China, penghasilannya pasti berkurang. ”Ada baiknya kalau perusahaan bisa datangkan turis lokal atau Barat, bukan cuma China,” kata Paulus.
Kekhawatiran para karyawan dipahami Andre Daniel, Manajer MM Gangga Beach Resort. Ada lebih dari 100 warga Pulau Gangga yang kini menggantungkan hidup pada pariwisata massal dari China. Sebelumnya, hanya ada satu resor milik orang Italia yang cukup eksklusif dengan jumlah tamu terbatas.
Andre belum tahu kebijakan perusahaannya memasuki Februari yang tak pasti ini. ”Apakah tetap masuk kerja atau dirumahkan sementara, saya belum tahu. Yang jelas, tidak akan ada yang diberhentikan,” katanya.
Andre mengatakan, hampir semua wisatawan yang mereka layani berasal dari China. Sesekali mereka mendapat klien wisatawan Nusantara. Karena itu, Andre berencana mengusulkan kepada perusahaannya untuk memperluas target pasar. Kejadian ini menyadarkannya, warga Gangga tak dapat hanya bergantung pada satu sumber wisatawan.
Jumlah wisman China yang dilayani MM Travel cenderung meningkat, dari 40.000-an orang pada 2016 menjadi 86.000 pada 2017. Pada 2018, jumlah klien mereka meningkat menjadi 93.300, sebelum menurun ke 91.400. Hal itu membuat MM Travel sebagai biro wisata terbesar di Sulut.
Meskipun demikian, General Manager MM Group Leonard Parangan mengatakan, perusahaan belum menentukan langkah-langkah ke depan. Nasib 948 karyawannya telah dirapatkan, Jumat (31/1) malam, tetapi belum diumumkan.
Kita tunggu perkembangan saja.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Sulut Henry Kaitjily belum dapat menyampaikan rencana alternatif bagi pariwisata Sulut. ”Kan, baru tiga hari lalu diumumkan. Kita tunggu perkembangan saja,” katanya.
Hari pertama Februari, tidak ada lagi wisatawan China yang tampak di sepanjang Boulevard Piere Tendean, Kota Manado. Semua sudah pulang, termasuk Yu Wenxin (29), warga Guangxi. Ia turut pulang dengan penerbangan Lion Air JT-2741 menuju Guangzhou, Jumat sore. ”Saya sebenarnya takut, takut kena virus. Tapi, tidak ada pilihan, karena semua keluarga saya di China,” kata Yu dengan bantuan aplikasi Google Translate.
Manado sungguh berkesan baginya. Warga lokal menyambutnya dengan sangat ramah. Kini, semua tampak galau sambil berharap badai ini lekas berlalu, entah berapa lama.