Warga negara Indonesia yang dievakuasi dari tempat wabah virus korona tipe baru di Wuhan, China, akan menjalani observasi dan pengawasan kesehatan di Pulau Natuna.
Oleh
·5 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI) 01-02-2020
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, disaksikan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, secara simbolis menyematkan hand badge kepada personel tim evakuasi yang menjemput warga negara Indonesia dari Wuhan, China, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (1/2/2020).
Warga negara Indonesia yang dievakuasi dari wabah virus korona tipe baru di Wuhan, China, akan menjalani observasi dan pengawasan kesehatan di Pulau Natuna.
JAKARTA, KOMPAS — Lebih dari 240 warga negara Indonesia dievakuasi pulang ke Tanah Air dari wilayah pusat penyebaran wabah virus korona jenis baru di Provinsi Hubei, China. Mereka dijemput di kota Wuhan dengan pesawat carter dari Jakarta, Sabtu (1/2/2020), dan dijadwalkan tiba di Tanah Air pada Minggu pagi.
Informasi Kementerian Luar Negeri hingga semalam pukul 22.45 menyebutkan, WNI yang didata untuk dievakuasi 241 orang. Belum diketahui soal empat orang lain dari 245 WNI yang disebutkan sebelumnya untuk dievakuasi.
Semua penumpang akan mendarat di Batam sebelum menjalani observasi di Natuna, Kepulauan Riau. Seperti negara lain yang mengevakuasi warganya dari China, observasi merupakan prosedur standar untuk mengantisipasi masuknya penyakit akibat pernapasan akut 2019-nCoV itu.
Natuna dipilih sebagai tempat observasi, menurut Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, karena pulau tersebut jauh dari permukiman penduduk. Selain itu, Natuna juga merupakan pangkalan militer yang memiliki fasilitas rumah sakit yang dikelola TNI. Jarak landasan pangkalan militer ke rumah sakit, yang bisa menampung hingga 300 pasien, tempat isolasi juga sangat dekat.
Pesawat carter berkapasitas 392 kursi diberangkatkan ke Wuhan sekitar pukul 13.00 dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Sebanyak 42 orang dari unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Kesehatan ikut dalam penerbangan itu. Termasuk di dalamnya lebih dari sembilan kru pesawat yang melayani penerbangan tersebut dengan pakaian khusus untuk proteksi diri.
Proses dan teknis pemulangan WNI dari Wuhan membutuhkan koordinasi dan kerja sama semua pihak. Lokasi tinggal WNI yang dievakuasi terpencar di beberapa wilayah di Provinsi Hubei. Mereka diangkut dengan bus, yang disiapkan oleh Kedutaan Besar RI Beijing, ke Wuhan.
Kepastian mereka siap berada di Wuhan, lokasi penjemputan, dan saat pesawat carter tiba memerlukan persiapan serta koordinasi matang. Hal ini mengingat semua moda transportasi di wilayah itu dihentikan oleh Pemerintah China sebagai upaya pencegahan penyebaran wabah.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menyebutkan, salah satu tempat tinggal WNI berada di kota Enshi yang berjarak 542 kilometer dari Wuhan. Sebagian lainnya tinggal di Jingzhou (berjarak 222 kilometer), kota Huangshi (100 kilometer), dan Xianning (98 kilometer).
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu Judha Nugraha menyebutkan, pesawat carter untuk mengevakuasi WNI tiba di Bandara Tianhe, Wuhan, Sabtu petang waktu setempat. Saat pesawat tiba, para WNI sudah berkumpul di bandara dan siap diterbangkan ke Tanah Air.
”Kami akan pulangkan semua WNI yang sudah berkumpul di Wuhan sesegera mungkin. Yang jelas, tergantung dari kondisi di lapangan. Lebih kurang pesawat akan mendarat di Batam pukul 09.00 pagi,” kata Judha.
KOMPAS/ERIKA KURNIAWAN (ERK) 01-02-2020
Awak pesawat dan petugas yang akan menjemput WNI di Wuhan mengenakan pakaian khusus.
Observasi di Natuna
Setelah terbang dari Wuhan, menurut rencana, pesawat evakuasi itu akan transit di Batam sebelum menuju tempat observasi di Natuna. Proses transit di Batam diperkirakan tidak akan lebih dari satu jam. Penumpang akan berpindah pesawat tanpa memasuki ruang tunggu.
”Pemeriksaan suhu tubuh dan kondisi penumpang secara keseluruhan akan dilakukan di dalam pesawat. Selanjutnya, semua (observasi) akan dilakukan di Natuna,” ujar Achmad Farchanny, Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Batam.
Menurut dia, jika ditemukan ada penumpang sakit, mereka akan dirujuk ke dua rumah sakit rujukan di Batam. Kepala Dinas Operasi Pangkalan Udara Hang Nadim Mayor Wardoyo mengatakan, sesampainya di Batam, mereka selanjutnya akan diterbangkan ke Natuna dengan dua pesawat Boeing dan satu pesawat Hercules. Mereka, menurut Kepala Dinas Kesehatan Kepri Tjetjep Yudiana, akan diobservasi di RS TNI Terintegrasi Tingkat III Lanud Raden Sadjad.
Pesawat dan anggota krunya juga akan menjalani pengawasan selama 14 hari. ”Ketika pulang, pesawat dan kru akan di bawah pengawasan. Pesawat akan dirawat selama 14 hari. Kami semprot disinfektan dan sterilisasi pesawat sebelum digunakan kembali. Kru juga akan dimonitor oleh semua instansi terkait,” kata Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait.
Pemerintah memutuskan mengevakuasi WNI sehari setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan status darurat kesehatan dunia akibat penyebaran virus pernapasan akut 2019-nCoV. Sebanyak 11.374 kasus infeksi telah terkonfirmasi secara global, 11.221 kasus terdapat di China. Korban meninggal dunia, hingga Sabtu, mencapai 259 orang, semua di China.
Di luar China, negara dengan kasus infeksi terbanyak adalah Thailand dengan 19 kasus, disusul Jepang 17 kasus, Singapura 16 kasus, dan Hong Kong 13 kasus. Negara yang baru mengonfirmasi kasus baru korona adalah Inggris, Rusia, Perancis, Spanyol, dan Swedia. Perancis mengonfirmasi enam kasus positif, salah satunya adalah dokter yang merawat pasien.
Seperti dilaporkan kantor berita AFP, sejumlah negara kini menutup penerbangan dari dan ke China. Setelah Amerika Serikat, Singapura, Jepang, Italia, Mongolia, dan Australia, Vietnam telah menghentikan semua penerbangan dari China.
KOMPAS
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyatakan bahwa WNI yang dievakuasi dalam kondisi sehat. Selanjutya WNI yang dievakuasi harus melewati protokol kesehatan sesuai standar WHO.
Dengan kondisi meluasnya penyebaran virus korona 2019-nCoV tersebut, Indonesia diharapkan memperketat penapisan berdasarkan riwayat kontak dan mewaspadai ancaman infeksi domestik. ”Prosedur untuk penapisan harus diubah, tidak lagi berdasarkan gejala awal. Akan tetapi, siapa pun yang punya riwayat kontak atau pernah mengunjungi daerah tertular harus dipantau dengan ketat, minimal dalam 14 hari,” kata Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi Amien Soebandrio.
Hingga kini Indonesia belum mengonfirmasi adanya kasus positif. Belum adanya konfirmasi infeksi virus korona baru di Indonesia telah menjadi tanda tanya. ”Tetapi, ini tidak bisa disimpulkan bahwa kita tidak bisa melakukan screening (penapisan) virus korona ini, seperti yang diberitakan media di Australia itu keliru,” katanya. (NDU/EDN/LOK/IRK/AIK/RAM/TAN/JOS)