Warga Klaim Lahan Huntap, Pemerintah akan Carikan Solusi
Sejumlah warga di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah, mengklaim memiliki alas hak atas lahan untuk pembangunan hunian tetap bagi penyintas gempa, tsunami, dan likuefaksi.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS - Sejumlah warga di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah, mengklaim memiliki alas hak atas lahan untuk pembangunan hunian tetap bagi penyintas gempa, tsunami, dan likuefaksi. Pemerintah akan mencarikan solusi terbaik agar pembangunan hunian tetap tak terhambat sekaligus mengakomodasi klaim warga.
“Benar ada yang klaim atas lahan tersebut. Warga yang patok lahannya itu punya dasar dalam bentuk SKPT (surat keterangan pendaftaran tanah) sesuai laporannya kepada kami,” kata Lurah Tondo Andi Lalosu di Palu, Sulteng, Jumat (31/1/2020).
Andi menyebutkan SKPT tersebut rata-rata diterbitkan pada 1976 jauh sebelum lahan-lahan tersebut berubah menjadi hak guna bangunan (HGB) pada 1980-an. Lahan tersebut kini berstatus HGB yang karenanya diambil lagi negara untuk pembangunan hunian tetap (huntap) atau rumah bagi penyintas gempa, tsunami, dan likuefaksi pada 28 September 2018.
Benar ada yang klaim atas lahan tersebut. Warga yang patok lahannya itu punya dasar dalam bentuk surat keterangan pendaftaran tanah sesuai laporannya kepada kami (Tondo Andi Lalosu)
Lahan untuk pembangunan huntap tersebut saat ini tengah dibersihkan (land clearing). Areal tersebut terletak di selatan kampus Universitas Tadulako, Palu. Alat berat masih bekerja membersihkan semak-semak di lahan yang bagian timurnya berbukit-bukit.
Areal itu merupakan lokasi kedua di Tondo untuk pembangunan huntap. Luasnya mencapai 60 hektar untuk pembangunan sekitar 2.000 huntap dan fasilitas umum. Di lokasi pertama yang terletak di timur Universitas Tadulako saat ini tengah dirampungkan sekitar 500 huntap.
Selain di Tondo, lahan pembangunan huntap untuk para penyintas juga terletak di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore dan Kelurahan Duyu, Kecamatan Tatanga. Pembangunan di dua lokasi saat ini masih sebatas penyiapan atau pembersihan lahan.
Huntap dibangun untuk penyintas gempa, tsunami, dan likuefaksi yang rumahnya hancur parah atau hilang. Lokasi lama rumah mereka ditetapkan zona merah atau terlarang untuk pembangunan hunian baru. Sebagai solusinya mereka direlokasi. Rumah mereka dibangun pemerintah dan lembaga sosial.
Warga yang mengklaim lahan tersebut mematok lokasi dengan kayu setinggi 1,5 meter. Saat Kompasmenyambangi lokasi itu pada Rabu (29/1/2020), empat orang warga memasang patok kayu tersebut. Ada yang membangun pondok. Tanpa menyebut identitas, mereka mengaku sudah memiliki SKPT atas lahan tersebut.
Selain itu, ada juga warga yang sudah mengantongi surat penyerahan dari hasil jual-beli. Mereka ingin agar pemerintah mendengarkan aspirasi mereka terkait klaim lahan tersebut.
Belum ada gambaran
Andi menyatakan warga yang mengklaim lahan tersebut berjumlah sekitar 20 orang. Namun, ia tak mengetahui persis luas klaim warga. “Dasar hukum atas klaim mereka bagaimanapun juga jelas. Seperti apa bentuknya nanti duduk bersama dulu agar dicarikan solusi terbaik. Intinya pembangunan huntap tetap berjalan lancar sekaligus mereka tidak dirugikan,” katanya.
Saat ditanya seperti apa bentuk solusinya, Andi menyampaikan dirinya belum memiliki gambaran. Intinya semua pihak akan duduk bersama untuk menemukan solusinya.
Andi menyatakan sesuai kesepakatan dengan warga yang mengklaim lahannya pekerjaan di lokasi tak boleh diganggu.
Sejauh ini hal itu dipenuhi. Pembersihan lahan berjalan lancar. Tak ada alat berat juga yang ditahan warga. Warga tak menghalangi kegiatan, hanya mematok lahan yang diklaimnya dengan patok kayu.
Kepala Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Mohammad Rizal A Rauf menyatakan lokasi pembangunan huntap berstatus HGB dan tanah negara. “Kami mesti tahu persis koordinat lahan yang diklaim warga. Mereka juga harus melapor,” ucapnya yang sejauh ini mengaku belum menerima laporan terkait klaim warga tersebut
Ia memastikan pihaknya selalu berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional dalam mengurus lahan pembangunan huntap. Sejauh ini, seperti di lahan yang sementara huntap dibangun, tak ada masalah klaim warga.