Akses Agrowisata Putus, Warga Bangun Jembatan Darurat
Jembatan darurat dari bambu dibangun sebagai jalan alternatif penghubung Desa Selorejo dan Desa Gading Kulon, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (31/1/2020).
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Jembatan darurat dari bambu dibangun sebagai jalan alternatif penghubung Desa Selorejo dan Desa Gading Kulon, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (31/1/2020). Hal itu dilakukan setelah sehari sebelumnya jembatan beton di titik tersebut ambruk akibat tergerus aliran air dari hulu Sungai Metro.
Ambruknya jembatan penghubung antardesa tersebut membuat warga harus memutar lebih jauh 1 kilometer untuk bisa sampai ke desa sebelah. Hal itu dirasakan mengganggu pertanian jeruk di sana. Lokasi jembatan di tengah-tengah kebun jeruk yang biasanya menjadi wahana agrowisata petik jeruk di lereng timur Gunung Kawi tersebut.
Biasanya mobil bak terbuka lalu lalang mengangkut jeruk dari kebun untuk dijual.
”Dalam seminggu, ini kasus kedua di sekitar sini. Cuacanya memang sedang tidak baik,” kata Wahyi Edi Prihanto, Kepala Desa Gading Kulon, Jumat (31/1).
Wahyu mengatakan, selama ini jalur tersebut merupakan jalur tercepat penghubung dua desa. Jalan itu juga vital untuk pertanian jeruk. Biasanya mobil bak terbuka lalu lalang mengangkut jeruk dari kebun untuk dijual. Jembatan ambruk tersebut sebenarnya baru selesai direnovasi pada Oktober 2019.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Binamarga Kabupaten Malang Romdhoni mengatakan, pihaknya masih akan berkoordinasi dan rapat dengan tim di kabupaten terkait dengan pembangunan ulang jembatan.
Jalan tersebut, menurut Romdhoni, penting. Kawasan itu sedang menguatkan citra sebagai daerah wisata petik jeruk. ”Makanya, keberadaan jalan ini penting, apalagi karena ikon kawasan ini sebagai lokasi wisata petik jeruk. Semoga ada solusi terbaik atas ambruknya jembatan ini,” ujar Romdhoni.
Romdhoni menduga, jembatan ambruk karena tergerus aliran Sungai Metro yang saat itu deras serta bercampur dengan lumpur, batu, dan kayu. ”Arus deras berlumpur itu menggerus talut di pinggir-pinggir sungai. Kemudian, kemarin menggerus fondasi jembatan hingga akhirnya ambruk,” katanya.
Kondisi lereng timur Gunung Kawi tersebut, menurut Romdhoni, saat ini rawan longsor. Pada musim kemarau lalu terjadi kebakaran hutan yang merusak daerah tangkapan air di hulu. Terbakarnya pepohonan di kawasan hutan membuat tanah rawan tergerus dan akhirnya hanyut terbawa air hujan.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Malang Bambang Istiawan mengatakan, pada musim hujan seperti ini, kewaspadaan atas kemungkinan terjadi bencana harus terus dilakukan. Apalagi, sebelumnya beberapa hutan di Malang Raya terbakar pada musim kemarau 2019.
Hal itu membuat potensi longsor terbawa aliran sungai hingga ke dekat permukiman penduduk sangat dimungkinkan. ”Intinya, semua orang harus selalu waspada,” kata Bambang.
Wilayah Malang Raya dikelilingi sejumlah gunung, yakni Gunung Arjuno dan Welirang di sisi utara, Gunung Kawi di sisi barat, Gunung Semeru di sisi timur-selatan, serta Pegunungan Tengger di sisi timur. Di sisi selatan, wilayah Malang Raya langsung berbatasan dengan Samudra Indonesia.