Peningkatan Kualitas Garam Jadi Prioritas Pemerintah
Sejumlah petambak garam di Jawa Tengah, berharap pemerintah pusat menyelesaikan masalah tak terserapnya garam rakyat serta harga jual yang merosot. Peningkatan kualitas garam jadi prioritas.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
PATI, KOMPAS - Sejumlah petambak garam di Jawa Tengah, antara lain di Kabupaten Pati dan Jepara meminta pemerintah pusat menyelesaikan masalah tak terserapnya garam rakyat dan harga jual yang merosot. Peningkatan kualitas garam rakyat menjadi prioritas.
Menurut data Pemerintah Kabupaten Pati, terjadi peningkatan produksi garam dalam tiga tahun terakhir. Pada 2017-2019 produksi garam di kabupaten itu meningkat dari 115.835 ton (2017) menjadi 320.000 ton (2018), lalu 350.000 ton (2019). Namun, harga jual justru terus merosot.
Heri Suyono (51), petambak asal Desa Asempapan, Kecamatan Trangkil, Pati, mengatakan, produksi garam pada 2019 melimpah menyusul kemarau panjang. Namun, harganya justru anjlok hingga Rp 200 per kilogram (kg). Padahal, dalam kondisi biasa Rp 700-Rp 1.000 per kg. Hal itu membuatnya menahan dulu garam ketimbang rugi karena dijual murah.
"Dari modal Rp 5 juta, kalau dijual sekarang hanya dapat Rp 1,5 juta. Kami harap, harga bisa stabil Rp 750-Rp 1.000 per kg. Saat ini, mau tidak mau kami mencari aktivitas lain seperti tambak ikan atau udang," kata Heri di sela-sela peresmian Gudang Garam Nasional (GGN) oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan di Trangkil, Pati, Kamis (30/1/2020).
Petambak lainnya, Sokhib (49) asal Kedung, Kabupaten Jepara, mengatakan, pada 2017, harga jual garam rakyat tertinggi mencapai Rp 3.000 per kg, sedangkan pada 2019, hanya Rp 500 per kg. Titik terendah yakni Rp 200 per kg pada akhir musim kemarau, sedangkan saat ini harga jual garam di tempatnya Rp 350 per kg.
Sokhib menuturkan, para petambak sebenarnya saadar kalau salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dengan menggunakan geomembran. "Namun, kalau harga jual seperti saat ini, petambak kesulitan membelinya, kecuali yang memang mendapat bantuan dari pemerintah," kata dia.
Ia pun mengusulkan agar para petambak difokuskan memproduksi sebanyak-banyaknya. Terkait kualitas, perlu didirikan sentra pengolahan yang dapat meningkatkan kadar NaCl menjadi 97 persen atau memenuhi standar garam industri. Selama ini, kadar NaCl garam rakyat rata-rata di bawah 97 persen (untuk konsumsi).
Hal tersebut juga terkait kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang menetapkan alokasi impor garam 2,9 juta ton untuk memenuhi kebutuhan industri pada 2020. Angka itu meningkat dari tahun lalu yang 2,7 juta ton. (Kompas, 4/1/2020)
Pendamping Desa Bumimulyo, Batangan, Pati, pada Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar), Joko Senawi, mengatakan, di desanya, baru sekitar lima persen petambak yang menggunakan geomembran. Mayoritas terkendala pembiayaan, yang juga berkait dengan anjloknya harga jual.
Terkait jatuhnya harga garam rakyat dan masih adanya impor garam untuk industri, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan kementerian-kementerian terkait. Ia yakin masalah itu bisa ditangani dengan komunikasi yang baik.
"Saya sudah bertemu dengan Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dalam rapat koordinasi untuk memecahkan masalah ini. Memang, ada masalah, garam yang diproduksi (untuk konsumsi) tak terbeli. Namun, jangan terpancing. Petambak tak akan dibiarkan sengsara. Akan ada langkah-langkah selanjutnya," ujarnya.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Aryo Hanggono menambahkan, terkait peningkatan kualitas, pihaknya tengah mengkaji penyediaan kolam air tua atau cairan sisa kristalisasi pembuatan garam. Namun, terdapat kendala yakni kesulitan mencari lahan di Pulau Jawa.
Sementara solusi lainnya yakni washing plant atau tempat pencucian garam. "Ini perlu disiapkan di dekat gudang-gudang garam. Saat ini, kami masih melakukan studi untuk mengetahui ukuran sebesar apa yang paling ekonomis. Harapannya, nanti garam bisa langsung masuk ke pasar," kata Aryo.
Pada Kamis, Edhy Prabowo meresmikan GGN untuk enam kabupaten yakni Aceh Utara, Indramayu, Demak, Jepara, Pati, dan Pamekasan, masing-masing berkapasitas 2.000 ton. Menurut Aryo, saat ini ada 26 GGN di Indonesia. Agar optimal, pengelolanya harus koperasi, bukan pengusaha atau perorangan.