Bandung Perbanyak Kolam Retensi untuk Menanggulangi Banjir
Pemerintah Kota Bandung akan memperbanyak kolam retensi untuk menanggulangi banjir. Selain itu, pihak swasta dan warga juga didorong berpartisipasi mengurangi dampak banjir, seperti membuat drumpori hingga biopori.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Pemerintah Kota Bandung akan memperbanyak kolam retensi untuk menanggulangi banjir. Selain itu, pihak swasta dan warga juga didorong berpartisipasi mengurangi dampak banjir, seperti membuat drumpori, biopori, sumur resapan, hingga tempat pengolahan sampah.
Pemkot Bandung memulai pembangunan kolam retensi di Jalan Bima, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (30/1/2020). Kolam retensi itu ditargetkan rampung dalam dua bulan ke depan.
“Kami masih mempunyai PR (pekerjaan rumah) besar mengatasi banjir. Pembangunan kolam retensi sangat penting untuk mengurangi dampak banjir di hilir,” ujar Wali Kota Bandung Oded M Danial.
Dengan luas 2.500 meter persegi dan kedalaman 3 meter, kolam retensi di Jalan Bima dapat menampung 7.500 meter kubik air. Kolam retensi ini dibangun untuk mengurangi banjir akibat luapan Sungai Citepus.
Kolam retensi tersebut akan menopang kolam retensi Sirnaraga yang sudah beroperasi sejak Januari 2019. Harapannya, banjir di kawasan aliran Sungai Citepus, seperti Sirnaraga, Pagarsih, dan Cibadak dapat berkurang.
Salah satu lokasi banjir terparah akibat luapan Sungai Citepus berada di Kelurahan Cibadak, Kecamatan Astanaanyar. Pada November 2019, banjir setinggi 1,5 meter di kawasan itu merendam puluhan rumah sehingga membuat ratusan warga terjebak di dalam rumah selama lebih dari dua jam.
Oded mendorong pihak swasta berkolaborasi dengan pemerintah untuk membangun kolam retensi. Salah satunya dalam penyediaan lahan. “Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan kerja sama dengan swasta dan masyarakat untuk menanggulangi banjir,” ujarnya.
Selain membangun kolam retensi, pembuatan drumpori juga dinilai efektif meminimalkan potensi banjir. Saat ini, Pemkot Bandung telah memasang lebih dari 500 drumpori. Targetnya, hingga akhir 2020, setiap RW memiliki minimal 10 drumpori.
Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan kerja sama dengan swasta dan masyarakat untuk menanggulangi banjir. (Oded M Danial)
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung Didi Ruswandi mengatakan, dua kolam retensi di Derwati dan sekitar Pasar Gedebage juga akan dibangun tahun ini. “Ada juga rencana pembangunan kolam retensi di sekitar Jalan Mohammad Toha di perbatasan dengan Kabupaten Bandung. Namun, ini diprakarsai Balai Besar Wilayah Sungai Citarum,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar Meiki W Paendong mengatakan, pembangunan infrastruktur dinilai belum berdampak efektif mengurangi banjir di Bandung. Penyebabnya, perencanaan buruk dan minimnya ruang terbuka hijau (RTH) sehingga daya serap air tidak optimal.
Meiki mengatakan, RTH di Kota Bandung masih sekitar 13 persen. Padahal Pasal 29 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan, proporsi RTH paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota.
Pencemaran sampah
Oded juga menyoroti sejumlah sungai yang belum bebas dari pencemaran sampah. Dia mengajak warga untuk mengolah sampah dari tingkat RW.
“Pengelolaan yang benar dapat mengurangi sampah ke tempat pembuangan sementara dan pembuangan akhir. Potensi sampah untuk terbuang ke sungai pun akan berkurang,” ujarnya.
Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung menyebutkan telah terpasang 37 jaring sampah di sejumlah sungai. Setiap jaring mengumpulkan sekitar 500 kilogram sampah per hari.
Artinya, total sampah yang terjaring dari semua lokasi mencapai 1,85 ton per hari. Tumpukan sampah di sungai kerap memicu banjir saat musim hujan. Sejumlah 23 jaring tambahan akan dipasang hingga akhir tahun.