Dokumen Abu Dhabi yang ditandatangani Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Ahmad Al-Tayyeb pada Februari 2019 terus disebarluaskan pada para pemuka agama agar persaudaraan antarumat terus terbangun.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRA
Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus Pr dan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Nazaruddin Umar dalam Temu Pastore Keuskupan Agung Pontianak, dialog “Persaudaraan Insani untuk Indonesia Damai”, di Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (28/1/2020). Kegiatan itu sebagai upaya menyebarluaskan semangat perdamaian antarumat beragama dalam Dokumen Abu Dhabi.
PONTIANAK, KOMPAS – Dokumen Abu Dhabi yang ditandatangani Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Ahmad Al-Tayyeb pada Februari 2019 merupakan peta jalan membangun perdamaian antarumat beragama. Semangat untuk berteman dan berdamai dengan semua orang itu perlu disebarluaskan kepada para pemuka agama dan seluruh lapisan masyarakat termasuk kaum muda.
Hal itu mengemuka dalam Temu Pastore Keuskupan Agung Pontianak, dialog “Persaudaraan Insani untuk Indonesia Damai”, di Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (28/1/2020). Pertemuan itu dihadiri antara lain, Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus Pr, Uskup Purwokerto Mgr Christophorus Tri Harsono Pr, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Nazaruddin Umar dan para pendeta dari Gereja Kristen Protestan.
Sebelumnya, kunjungan Paus Fransiskus ke Uni Emirat Arab, Februari 2019 dipandang secara luas sebagai tonggak sejarah dialog antaragama. Dalam Konferensi Global di Abu Dhabi, Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar, Ahmad Al-Tayyeb menandatangani The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together. Dokumen Abu Dhabi itu juga berisi beberapa panduan yang harus disebarluaskan kepada seluruh dunia.
AFP/VINCENZO PINTO
Paus Fransiskus (kiri) dan Imam Besar Al-Azhar, Mesir, Sheikh Ahmed al-Tayeb, saling menyambut saat keduanya bertukar dokumen dalam Pertemuan Persaudaraan Manusia di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Senin (4/2/2019).
Mgr Agustinus Agus Pr, menuturkan, Dokumen Abu Dhabi menunjukkan bahwa kedamaian merupakan suatu kebutuhan setiap orang. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk membawa perdamaian.
“Keuskupan Agung Pontianak, menindaklanjuti dokumen itu dengan mulai menyebarkan dokumen ini di kalangan umat. Kemudian, mengundang tokoh lintas agama dalam dialog hari ini, sehingga tercipta sikap saling terbuka,” ujarnya. Untuk menindaklanjuti pertemuan ini, Keuskupan Agung Pontianak melalui Komisi Kepemudaan akan membuat pembinaan orang-orang muda lintas agama. Misalnya, membuat camping kaum muda lintas agama.
Mgr Christophorus Tri Harsono Pr, menuturkan, inti Dokumen Abu Dhabi adalah kita harus berteman dan berdamai dengan semua orang. Jadi tidak dibatasi oleh pengkotak-kotakan apapun. “Kita harus membahas dan menyelesaikan permasalahan dunia ini. Semua harus ambil bagian untuk keselamatan dan perdamaian,” ujarnya.
Kita harus berteman dan berdamai dengan semua orang. Jadi tidak dibatasi oleh pengkotak-kotakan apapun.
Hal ini diisyaratkan juga, antara lain kepada pada pemimpin, akademisi, cendekiawan dan ilmuan. Ini tanggung jawab semua. Jadi sudah tidak melihat minoritas atau mayoritas dan agama tertentu.
Isu itu mendapat perhatian karena ada negara yang mengalami kehancuran. Muncul imigran-imigran karena ada yang tidak mendapatkan kedamaian di negaranya sendiri serta keterasingan budaya.
Uskup Purwokerto Mgr Christophorus Tri Harsono Pr dalam Temu Pastore Keuskupan Agung Pontianak, dialog “Persaudaraan Insani untuk Indonesia Damai”, di Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (28/1/2020). Kegiatan itu sebagai upaya menyebarluaskan semangat perdamaian antarumat beragama dalam Dokumen Abu Dhabi.
“Dialog hendaknya diangkat kembali. Identitas tidak akan muncul dan dikenalkan kepada yang lain tanpa dialog. Dengan dialog (semua) menjadi lebih terbuka. Semua memiliki nilai-nilai positif dengan dialog,” ujarnya.
Nazaruddin Umar, menuturkan, Dokumen Abu Dhabi sangat penting disosialisasikan bersama di masyarakat. Di situ ada komitmen bersama tokoh lintas agama. Isinya antara lain mengajak umat beragama mempertemukan wawasannya sehingga bisa memandang permasalahan yang terjadi dalam perspektif yang sama.
“Kalau ini diimplementasikan dalam masyarakat kita, apapun agamanya maka berkontribusi baik bagi kemanusiaan. Tantangan saat ini bagaimana dokumen itu disosialisasikan kepada warga,” paparnya.
KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRA
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Nazaruddin Umar dalam Temu Pastore Keuskupan Agung Pontianak, dialog “Persaudaraan Insani untuk Indonesia Damai”, di Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (28/1/2020). Kegiatan itu sebagai upaya menyebarluaskan semangat perdamaian antarumat beragama dalam Dokumen Abu Dhabi.
Yang penting ada persamaan persepsi bahwa kemanusiaan adalah topik bersama. Tantangan dalam sosialisasi terkadang masalah politik. Masalah politik sering kali menciptakan kelemahan pada kelompok yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan politik orang tertentu.
Indonesia memiliki modal sosial kuat untuk mengimplementasikan Dokumen Abu Dhabi. Indonesia berkultur maritim yang lebih menekankan pertemuan. Selain itu, sama-sama mendiami negara kepulauan serta memiliki sejarah yang sangat panjang. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 juga merupakan modal sosial luar biasa, membuat Indonesia selalu utuh.