Jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, tumbuh pesat. Dalam rentang waktu tiga tahun, pertumbuhan jumlah UMKM mencapai 25 persen.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS - Jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, tumbuh pesat. Pada 2019, jumlah UMKM sebanyak 12.012 unit, naik dari 10.944 unit pada 2018 dan 9.591 unit pada 2017. Dalam rentang waktu tiga tahun, pertumbuhan jumlah UMKM mencapai 25 persen.
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman, Senin (27/1/2020), menuturkan, sebagai ibu kota provinsi, Banda Aceh menjadi pusat perdagangan dan jasa. Semakin banyak usaha yang tumbuh, kata Aminullah, menunjukkan pembangunan kota di sektor ekonomi berjalan maju. “Tugas pemerintah memfasilitasi para pelaku usaha akses permodalan dan pemasaran,” katanya.
Walaupun usaha rumahan, kualitasnya cukup bagus.
Program pemerintah seperti satu desa satu produk dan pembiayaan modal untuk UMKM memacu pertumbuhan jumlah usaha. Di sisi lain, kata Aminullah, kegiatan pameran, bazar, dan festival kuliner memberi gairah bagi pelaku usaha.
UMKM di Banda Aceh sebagian besar merupakan usaha kuliner, produk kerajinan tangan, perdagangan, dan jasa. Sebagian besar usaha tersebut dikelola di rumah. Menurut Aminullah, walaupun usaha rumahan, kualitasnya cukup bagus.
Setiap hari Minggu, Pemkot Banda Aceh menggelar hari bebas kendaraan di jalan protokol. Pelaku UMKM diberikan ruang pada hari bebas kendaraan untuk memasarkan produknya. “Saya meminta pegawai Pemkot Banda Aceh untuk membeli produk warga supaya usaha mereka tumbuh,” kata Aminullah.
Aminullah mengatakan, pertumbuhan UMKM akan menekan angka kemiskinan dan pengangguran di kota itu. Jika satu usaha melibatkan 3-4 orang, maka sebanyak 36.036 orang sampai 48.048 orang yang memperoleh pekerjaan.
Angka kemikisnan di Banda Aceh saat ini 7,25 persen, turun dari 7,44 persen pada tahun sebelumnya. Adapun angka pengangguran kini berada pada 7,29 persen, turun dari 12 persen pada tahun sebelumnya. Sementara, jumlah penduduk Banda Aceh sebanyak 250.000 jiwa. Banda Aceh merupakah daerah dengan jumlah penduduk miskin terendah dari 23 kabupaten/kota di Aceh.
Aminullah mengatakan, pembentukan Lembaga Keuangan Mikro Syariah PT Mahirah Muamalah berdampak positif bagi usaha mikro di Banda Aceh. Lembaga ini didirikan pada Mei 2018. Lembaga keuangan ini difokuskan untuk pembiayaan usaha mikro.
Direktur Mahirah Muamalah, Teuku Hanansyah, mengatakan, pada 2018, total pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp 1,9 miliar untuk 1.502 nasabah. Pada 2019, pembiayaan melonjak menjadi Rp 26,6 miliar untuk 5.032 nasabah. “Karena lembaga keuangan ini milik pemerintah, pembiayan diprioritaskan untuk usaha mikro. Besaran pinjaman Rp 1 juta sampai Rp 5 juta dengan sistem syariah,” kata Hanansyah.
Mahirah memberikan kemudahan karena agunan tidak harus menggunakan buku kepemilikan kendaraan atau sertifikat tanah. Agunan dapat memakai ijazah, buku nikah, dan surat penting lain. “Kami ingin usaha mikro dan usaha rumah tangga naik kelas. Sebenarnya, mereka tidak butuh modal besar, tetapi butuh kemudahan akses,” kata Hanansyah.
Pelaku usaha mikro berupa produk jus buah di Banda Aceh, Jacky (37), menuturkan, UMKM di Banda Aceh memiliki peluang besar. Usaha jus buah dalam botol milik Jacky yang diberi nama Nozy Jus mulai produksi pada 2008.
Nozy Jus dalam sebulan memperoleh pendapatan kotor Rp 30 juta. Nozy Jus dijual dengan cara dititipkan ke warung kopi dan swalayan yang ada di Banda Aceh. Sebanyak 10 orang karyawan dipekerjakan di usaha tersebut. “Akses modal tidak susah, tapi yang jadi tantangan bagaimana mengemas produk dan memasarkannya,” kata Jacky.