Polemik Proyek Ribuan Rumah Bersubsidi di Cirebon Belum Tuntas
Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, belum menemukan solusi atas polemik pembangunan rumah bersubsidi yang dinilai melanggar tata ruang meskipun sudah mengantongi sejumlah izin.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, belum menemukan solusi atas polemik pembangunan rumah bersubsidi yang dinilai melanggar tata ruang meskipun sudah mengantongi sejumlah izin. Pembangunan sekitar 4.000 rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah pun terancam tidak terealisasi.
Bupati Cirebon Imron Rosyadi mengatakan, pihaknya belum menemukan solusi atas kisruh pembangunan rumah bersubsidi. ”Kami ingin bertemu lagi dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Cirebon. Kalau masih ada jalan (keluar), kompromi saja. Pertemuannya bisa Selasa, Rabu, atau Kamis,” kata Imron, Senin (27/1/2020), di Cirebon.
Sebelumnya, akhir Desember 2019, sejumlah pengembang Cirebon mengeluhkan ribuan rumah bersubsidi yang belum bisa dibangun. Penyebabnya, pertimbangan teknis (Pertek) pertanahan yang diajukan pengembang ditolak oleh BPN Kabupaten Cirebon. Pertimbangan itu sebagai syarat mendapatkan sertifikat hak guna bangunan (SHGB).
Forum Komunikasi Pengembang Perumahan Cirebon (FKPPC) memperkirakan sekitar 4.000 rumah bersubsidi terancam tidak dibangun tahun ini. Sementara Real Estate Indonesia Wilayah III Cirebon memperkirakan sekitar 12.000 rumah bersubsidi yang akan dibangun tahun ini hingga 2021 bisa mandek jika SHGB belum diterbitkan.
BPN Kabupaten Cirebon menilai, pengembang melanggar Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon 2018-2038. BPN setempat pun menolak areal seluas 481.044 meter persegi yang akan dijadikan perumahan bersubsidi karena tidak sesuai tata ruang. Lokasi tersebut tumpang tindih dengan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dilarang dialihfungsikan.
Padahal, pengembang telah mengurus berbagai perizinan selama enam bulan hingga 14 bulan. Pengembang pun sudah mengantongi fatwa lokasi hingga izin mendirikan bangunan dari pemkab. Akan tetapi, SGHB belum terbit.
Imron mengatakan, pihaknya tidak menolak investasi di bidang properti. Pihaknya juga memastikan, pemberian sejumlah izin untuk pembangunan rumah bersubsidi di Cirebon sudah sesuai RTRW. ”Saya juga tidak tahu mengapa peta pemkab dan BPN beda, padahal sumbernya sama, RTRW,” ujarnya.
Saya juga tidak tahu mengapa peta pemkab dan BPN beda, padahal sumbernya sama, RTRW.
Menurut dia, jika belum ada solusi atas polemik itu, pihaknya akan mengajukan usulan pemanfaatan tata ruang kepada Gubernur Jabar. Jika disetujui, pemprov Jabar dapat menerbitkan rekomendasi kesesuaian tata ruang sehingga bupati bisa menerbitkan izin pemanfaatan ruang.
Dengan begitu, pembangunan rumah bersubsidi bisa berlanjut. ”Ini jalan terakhir. Tetapi, kami coba konsultasi dulu dengan instansi terkait. Kami ingin menyelesaikan masalah tanpa masalah,” ucapnya.
Kepala BPN Kabupaten Cirebon Lutfi Zakaria mengatakan, upaya tersebut bisa menjadi solusi atas kisruh proyek rumah bersubsidi di Cirebon. Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No 22/2019 tentang Percepatan Perizinan Pemanfaatan Ruang.
”Berdasarkan peraturan menteri dan izin gubernur, maka pemanfaatan ruang dapat disetujui,” katanya. Oleh karena itu, lanjutnya, Pemkab Cirebon menjadi kunci penyelesaian atas masalah rumah bersubsidi tersebut.
Ketua FKPPC Yudho Arlianto menampik pihaknya melanggar tata ruang Cirebon. Buktinya, mereka mendapatkan izin dari instansi terkait. Mandeknya pembangunan rumah bersubsidi, katanya, membuat pengembang berpotensi rugi sedikitnya Rp 2,5 miliar untuk 1 hektar lahan.
Adapun total lahan yang akan digunakan, katanya, berkisar 22 hektar. ”Yang dirugikan adalah masyarakat berpenghasilan rendah yang membutuhkan rumah bersubsidi,” ucapnya.
Itu sebabnya pihaknya berencana menggugat Pemkab Cirebon karena belum bisa memberikan jaminan investasi kepada pengembang. ”Ini mengecewakan. Enggak ada solusi konkret dari pemkab. Apa tunggu dituntut dulu?” lanjutnya.