Kebinekaan dan keberagaman sejatinya telah ditunjukkan oleh para leluhur bangsa serta tokoh-tokoh agama di masa lampau. Hal tersebut perlu terus dipraktikkan di masa kini agar kesatuan bangsa semakin erat.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Kebinekaan dan keberagaman sejatinya telah ditunjukkan para leluhur bangsa serta tokoh-tokoh agama di masa lampau. Hal tersebut perlu terus dipraktikkan di masa kini agar kesatuan bangsa kian erat dan masyarakat tidak mudah dipecah-belah.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan hal itu pada Kirab Kebangsaan Merah Putih di Lapangan Pancasila, Simpang Lima, Kota Semarang, Jumat (24/1/2020). Ia mencontohkan Wali Songo, salah satunya Sunan Kalijaga, yang menghargai tradisi serta tahu benar siapa musuh dan siapa saudara.
"Saat Kanjeng Sunan Kalijaga mengadakan Sekaten di Masjid Agung Demak, misalnya. Perbedaan keyakinan tak jadi alasan, tetapi justru dirangkul. Juga Sunan Kudus, yang melarang menyembelih sapi untuk menghormati umat Hindu. Itu bertahan hingga sekarang," katanya.
Ganjar menyebut, semangat tersebut perlu dicontoh. "Jika para wali saja, yang kedekatannya dengan Allah SWT tak diragukan lagi dibandingkan kita, maka kita pun harus seperti itu. Kebinekaan dan keberagaman sudah dijunjung tinggi sejak lama dan kini perlu terus dipraktikkan," ucapnya.
Ia menambahkan, hal sederhana tetapi bermakna misalnya membantu tetangga yang kesusahan, apapun agamanya. Para ulama pun mewanti-wanti untuk mendahulukan adab sebelum menjunjung ilmu. Itu merupakan spirit dakwah yang dipadukan semangat berjuang demi bangsa dan kemanusiaan.
Kirab Kebangsaan Merah Putih, yang diikuti sekitar 1.000 orang dari berbagai elemen masyarakat, diawali dengan iring-iringan dari Jalan Depok hingga Simpang Lima Kota Semarang sejauh 1,5 kilometer. Dalam perjalanan itu, dibentangkan bendera Merah Putih sepanjang sekitar 500 meter.
Para ulama pun mewanti-wanti untuk mendahulukan adab sebelum menjunjung ilmu. Itu merupakan spirit dakwah yang dipadukan semangat berjuang demi bangsa dan kemanusiaan. (Ganjar Pranowo)
Rais Aam Jam’iyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah Habib Luthfi bin Yahya yang turut hadir dalam kegiatan itu mengungkapkan, ada tiga hal yang terkandung dalam Merah-Putih, yakni kehormatan, harga diri, dan jati diri bangsa. Maka, Merah-Putih perlu terus diperkenalkan agar ketiga hal tersebut terus muncul di masyarakat.
Habib Luthfi, yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden, menambahkan, Masjid Agung Demak, Candi Borobudur, dan Candi Prambanan merupakan contoh kekayaan Bangsa Indonesia. "Di masa itu, pola pikir leluhur bangsa itu sudah maju hingga bisa membangunnya. Itu mesti kita tiru," katanya.
Perwakilan Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia Jateng, Rama Agadamowarto, mengatakan, Kirab Kebangsaan menjadikan agama sebagai perekat, bukan penyekat. Selanjutnya merangkul, bukan memukul dan juga mengasihi serta menyayangi untuk kemajuan bangsa dan keutuhan NKRI.
Menurut Rama, perpecahan bangsa dapat dihindari dengan pengendalian diri. "Kembali pada pribadi kita, menurut keyakinan masing-masing. Kita harus mampu mengendalikan emosi agar tidak mudah tersulut. Intinya pengendalian diri dan cinta kasih terhadap sesama meski berbeda suku, ras, dan agama," ujarnya.
Salah satu peserta kirab, M Andhika (36) warga Semarang Tengah, mengatakan, persatuan bangsa mutlak harus dirawat dan dipelihara. "Lewat acara kirab kebangsaan seperti ini, persatuan bisa terus dipupuk. Perbedaan bukan hambatan, tetapi kekuatan karena memang sejatinya kita berbeda, tetapi berdampingan," kata dia.