Vonis Pembinaan Setahun Bagi Pelajar yang Bunuh Begal di Malang
Hakim tunggal Nuny Defiary menjatuhkan vonis pembinaan dalam lembaga kemasyarakatan sosial anak selama setahun untuk ZA (18), anak penganiaya begal hingga tewas di Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jatim.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·5 menit baca
MALANG, KOMPAS – Hakim tunggal Nuny Defiary menjatuhkan vonis pembinaan dalam lembaga kemasyarakatan sosial anak selama setahun untuk ZA (18), anak penganiaya begal hingga tewas di Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Vonis diberikan karena perbuatan ZA dinilai dilakukan tidak dalam kondisi membela diri.
Meski begitu, hakim tetap mempertimbangkan potensi anak, mencegah preseden buruk perbuatan serupa di masa depan, serta yang paling utama bertujuan agar anak menyadari kesalahannya dan dapat memperbaiki tingkah lakunya di kemudian hari.
Sidang pembacaan vonis kasus itu berlangsung di Pengadilan Negeri Kepanjen, Malang, Kamis (23/01/2020). ZA (18), pelajar SMA di Malang, menganiaya seorang begal bernama Misnan (35), hingga tewas. Sidang dipimpin hakim tunggal Nuny Defiary. Pada sidang itu, ZA didampingi oleh tim kuasa hukum dan keluarga.
Pembacaan vonis dilakukan di Ruang Sidang Tirta (Anak). Pintu masuk ruangan sesak oleh para pewarta dan masyarakat yang ingin menyaksikan sidang. Selama sidang, ZA menatap tajam ke arah hakim. Dengan berbaju putih dan mengenakan penutup hidung, ZA tampak tegar hingga sidang berakhir.
Hakim Nuny Defiary dengan cepat membacakan vonis pada sidang yang berlangsung terbuka untuk umum itu. Ia tegas meminta pengunjung sidang agar tertib dan tidak mengganggu jalannya sidang. Saking penuhnya ruangan, hakim mengusir seorang anggota tim Balai Pemasyarakatan Kelas I Malang yang datang terlambat saat sidang tengah berlangsung.
“Menyatakan anak ZA terbukti sah melakukan tindak pidana penganiayaan menyebabkan kematian korban. Menjatuhkan pidana pada anak dengan pidana pembinaan dalam lembaga di LKSA Darul Aitam, Wajak, Malang, selama setahun. Memerintahkan pembimbing kemasyarakatan mendampingi dan mengawasai anak selama menjalani masa bimbingan dan melaporkan perkembangan anak pada jaksa,” kata Nuny.
Pidana anak ini bukan sebagai pembalasan atas perbuatan yang dilakukan.
Hakim menjatuhkan putusan tersebut karena menilai perbuatan ZA memenuhi pidana pasal 351 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu penganiayaan yang menyebabkan kematian. Putusan itu sesuai dengan tuntutan jaksa penuntun umum (JPU) beberapa hari sebelumnya.
“Pidana anak ini bukan sebagai pembalasan atas perbuatan yang dilakukan. Melainkan, hukuman itu sebagai pembinaan terhadap diri anak, dengan tujuan anak menyadari kesalahannya, sehingga memperbaiki tingkah lakunya di kemudian hari,” kata Nuny.
Nuny juga menyebut bahwa vonis diberikan agar tidak menjadi preseden buruk perbuatan serupa di masa depan. Selain itu, perbuatan ZA juga menyebabkan anak dari korban, yang masih kecil, hidup tanpa ayahnya. Dua hal itu, menurut Nuny, menjadi pertimbangan yang memberatkan dalam kasus tersebut.
Keputusan hakim dibuat dengan mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, korban Misnan dan saksi Mamad tidak membawa senjata atau alat yang dapat membahayakan anak atau anak saksi (teman perempuan ZA). Keduanya juga tidak menyentuh atau menahan secara fisik anak dan anak saksi untuk melarikan diri. Hal itu menjadi dasar hakim menilai bahwa perbuatan ZA bukanlah perbuatan terpaksa.
Selain itu, juga tidak ada pernyataan dari ahli yang menyatakan perasaan terguncang yang dialami oleh ZA.
Pertimbangan kedua, bahwa permintaan bersetubuh terhadap teman perempuan ZA tidak disertai tindakan. Melainkan, upaya permintaan itu berulang kali dinegosiasikan Misnan dan saksi Mamad kepada ZA. Korban Misnan dan saksi Mamad sendiri sampai selama rentang waktu 3 jam tidak sekali pun menyentuh atau melecehkan secara fisik teman perempuan ZA.
Adapun pertimbangan ketiga adalah ZA melakukan perbuatannya tidak dalam perasaan terguncang hebat. Sebab, ZA dengan tenang mengambil pisau di jok motornya dan menyembunyikannya di balik badannya, serta dengan sabar menunggu waktu yang tepat untuk menusuk dada kanan Misnan. “Selain itu, juga tidak ada pernyataan dari ahli yang menyatakan perasaan terguncang yang dialami oleh ZA,” kata Nuny.
Mendengar vonis hakim tersebut, tim kuasa hukum ZA mengaku masih akan berpikir dan mendiskusikannya terlebih dahulu dengan keluarga ZA. “Kami akan memanfaatkan waktu tujuh hari untuk berpikir dan mendiskusikan langkah selanjutnya dengan ZA dan keluarga ZA,” kata kuasa hukum ZA, Bakti Riza Hidayat.
Adapun jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Kepanjen enggan memberikan pernyataan apa pun usai sidang. Kedua orang jaksa itu dengan cepat berlalu sambil melambaikan tangan dan menghindar.
Indung Budianto, pendamping kemasyarakatan bagi ZA dari Badan Pemasyarakatn Kelas I Malang, usai sidang menjelaskan bahwa hukuman pembinaan tersebut akan dijalani ZA setelah putusan tetap pengadilan.
“Hukuman akan dilakukan setelah putusan sidang pengadilan inkrah. Nanti bentuknya semacam mondok. ZA akan mondok di LKSA Darul Aitam selama setahun. Jadi, dia tetap akan bersekolah di sekolahnya yang sekarang ini. Apalagi, dia saat ini sudah kelas 3 SMA dan akan menjalani ujian. Nanti pulang sekolah akan kembali ke LKSA Darul Aitam,” kata Indung.
Di LKSA Darul Aitam itu, ZA nanti akan mengikuti pembinaan mental, termasuk mendalami ilmu agama. “Hal itu diharapkan bermanfaat membentuk mental ZA agar lebih baik ke depannya. Itu juga untuk mempersiapkan mentalnya agar siap kembali bergabung ke masyarakat usai menjalani hukuman,” kata Indung.
Kasus ini bermula saat Kepolisian Resor Malang menemukan sesosok mayat laki-laki, yang kemudian hari diketahui bernama Misnan (35), di ladang tebu di Gondanglegi, Malang, pada 9 September 2019. Korban ditemukan dengan luka tusuk di dada kanan.
Pada 10 September 2019, Polres Malang menangkap terduga pelaku pembunuh, yaitu ZA. Polres juga menangkap dua begal teman Misnan. Hasil penyidikan, ZA mengaku saat itu dibegal Misnan dan teman-temannya. Barang-barangnya dirampas dan teman wanitanya hendak diperkosa.
Kasus itu kemudian viral di media sosial karena banyak orang berimpati pada ZA yang ditahan gara-gara membela teman wanitanya. Setelah viral, ZA akhirnya tak ditahan dan hanya wajib lapor.
Awal Januari 2020, Polres Malang melimpahkan berkas perkara ZA ke Kejari Malang. Sidang perdana pembacaan dakwaan JPU di PN Malang digelar pada 14 Januari 2020. ZA didakwa pasal berlapis, yaitu pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, subsider pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Selain itu juga subsider pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian, serta UU Darurat tentang membawa senjata tajam.