Lombok Mulai Terapkan Tiket Penyeberangan Elektronik
Pemerintah Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, meluncurkan tiket elektronik penyeberangan dari Pelabuhan Teluk Nara ke kawasan Tiga Gili melalui gilitramenalombok.id.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA/KHAERUL ANWAR
·5 menit baca
TANJUNG, KOMPAS – Pemerintah Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, meluncurkan tiket elektronik penyeberangan dari Pelabuhan Teluk Nara ke kawasan Tiga Gili melalui gilitramenalombok.id. Sistem itu diharapkan bisa menjadi salah satu instrumen untuk memastikan kenyamanan dan keamanan wisatawan.
Peluncuran berlangsung di Teluk Nara di Desa Malaka, Kecamatan Pemenang, Kamis (23/1/2020). Hadir dalam acara Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Sitti Rohmi Djalillah, Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar, Direktur Pengembangan Sumber Daya dan Lingkungan Hidup, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi Dwi Rudi Hartoyo, dan perwakilan Goers, platform digital pariwisata selaku pengelola sistem tiket elektronik.
Sitti mengatakan, pariwisata merupakan salah satu andalan Kabupaten Lombok Utara dan juga NTB. Oleh karena itu, untuk mengembangkan pariwisata dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat, segala upaya harus terus didorong, termasuk mengembangkan sistem yang dapat memastikan keamanan, kenyamanan, kepuasaan wisatawan, serta efisiensi.
“Tiket elektronik ini merupakan salah satu instrumen untuk kesana. Perlahan, didorong agar sistem ini bisa diimplementasikan di obyek-obyek wisata kita,” kata Sitti.
Sistem tiket elektronik yang diluncurkan berupa laman gilitramenalombok.id. Laman itu bisa diakses langsung oleh wisatawan yang ingin ke kawasan Gili melalui Teluk Nara. Selain lewat mesin pencari, sistem itu juga bisa diakses melalui aplikasi Goers yang tersedia untuk ponsel pintar Android dan laman Goers di www.goersapp.com.
Teluk Nara adalah pelabuhan pribadi kecil yang terletak di pantai barat laut Lombok, sekitar 33 kilometer utara Mataram, ibu kota NTB. Dari pelabuhan ini, wisatawan bisa menggunakan kapal cepat menuju kawasan Gili dengan waktu tempuh antara 10-15 menit. Kawasan tiga gili saat ini masih menjadi destinasi favorit di Lombok dengan rata-rata kunjungan sekitar 2.000 lebih setiap harinya.
Idealnya pemberlakukan tiket elektronik dilakukan di semua destinasi wisata. (Najmul Akhyar)
Najmul Akhyar mengatakan, idealnya pemberlakukan tiket elektronik dilakukan di semua destinasi wisata. Tetapi sebagai tahap dilakukan uji coba dahulu di Pelabuhan Teluk Nare.
Lewat uji coba tersebut dilakukan pencatatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke tiga gili (Trawangan, Meno, dan Air) selain meminimalkan kebocoran retribusi. Langkah ini kemudian akan dievaluasi untuk dilaksanakan di obyek wisata lain di Lombok Utara.
Menurut Bupati kebocoran penarikan retribusi dimungkinkan terjadi pada penjualan tiket secara manual. Bisa jadi penumpang perahu motor dan perahu cepat (speedboat) tidak menggunakan tiket, karena petugasnya memiliki hubungan pribadi dengan penumpang.
“Saya pikir penjualan tiket elektronik ini akan menjadi lebih baik karena selama ini mungkin saja penjualan tiket penyeberangan dilakukan secara manual sehingga ada kebocoran di berbagai tempat. Dengan sistem elektronik ini saya yakin akan mengurangi kebocoran karena komputer itu kadang-kadang lebih jujur dari kita (manusia),” ujar Najmul.
Bupati juga mengatakan, masih banyak persoalan yang terjadi di dua tempat penyeberangan lainnya seperti penyeberangan Pelabuhan Bangsal menuju Tiga Gili. Misalnya, ketika wisatawan turun dari angkutan darat, mereka serta merta disambut para buruh yang kemudian membawa tas wisatawan, menuju loket pembelian tiket penyeberangan. Wisatawan itu harus membayar upah buruh.
Ketika wisatawan mendapatkan tiket penyeberangan, datang buruh lain membawa tas wisatawan ke ruang tunggu, dan harus membayar buruh itu. Wisatawan diminta lagi membayar buruh lain yang membawa tasnya ke perahu motor. “Jadi hanya untuk satu tas wisatawan harus membayar ke tiga buruh,” tutur Najmul.
Persoalan lain adalah terjadi negosiasi sewa perahu motor di tengah jalan dalam perjalanan ke salah satu gili. Awak perahu motor minta sewa tambahan kepada penumpang. Penumpang pun menolak, karena sudah melunasi biaya penyeberangan sebelum menyeberang. “Kalau tidak mau, silahkan turun di sini (ke tengah laut),” tutur Najmul.
Najmul juga minta agar pembelian tiket kapal penyeberangan sudah termasuk pembayaran retribusi yang jumlahnya Rp 2.000 per wisatawan domestik, dan Rp 5.000 untuk wisatawan asing. Yang terjadi dalam e ticketing itu : sewa kapal cepat Rp 300.000 masih dibayar terpisah dengan retribusi.
Kapten Speedboat Alda, Ahyar Doyok, menyambut baik adanya e ticketing itu selain memudahkan para wisatawan, juga para tamu merasa nyaman dan aman, dari para oknum buruh pelabuhan. “Mereka (wisatawan) kadang tasnya ditarik-tarik untuk naik perahu motor tertentu. Mereka (oknum) buruh tidak mau dibayar Rp 5.000, mereka minta dibayar Rp 50.000. Ini yang sering bikin complain tamu,” ujarnya.
Berbeda dengan e-ticketing yang diterapkan di penyeberangan Teluk Nara. Wisatawan turun dari bus, langsung membayar tiket masuk pelabuhan dan sewa kapal cepat yang sudah ditentukan tarifnya Rp 300.000 sekali angkut. “Urusan bayar-membayar selesai, kami langsung angkut seusai tujuannya. Makanya, ketimbang menggunakan public transportation (dengan perahu motor), grup wisatawan lebih suka carter,” tutur Ahyar Doyok.
Berbagai manfaat
Busines Development Goers Elizabeth Bramanarasti menjelaskan, untuk memesan tiket, wisatawan tinggal mengakses laman reservasi di gilitramenalombok.id atau aplikasi dan laman Goers untuk mendapatkan informasi tipe kapal yang akan dipesan.
Setelah itu, wisatawan tinggal memroses pemesanan. Penyedia jasa kapal akan mendapatkan notifikasi pesan singkat. “Penyedia jasa kemudian wajib berkoordinasi dengan penyewa mengenai jam, titik jemput dan antar, dan pengisian data setiap penumpang kapal,” kata Rasti.
Saat akan berangkat, wisatawan tinggal datang ke Teluk Nara dan menunjukkan tiket elektronik yang sudah diterima saat reservasi. Petugas selanjutnya melakukan validasi dan mengarahkan penyewa untuk membayar retribusi kawasan masuk di konter. Setelah itu, wisatawan naik ke kapal setelah menunjukkan struk retribusi. “Kami sedang mengembangkan agar pemesanan tiket juga bisa sekaligus dengan retribusi masuk,” kata Rasti.
Dwi menambahkan, sistem ini dibangun atas kerjasama Pemerintah Daerah, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, program kemitraan Australia-Indonesia yakni Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Goers. Sistem diharapkan juga bisa mendukung pengembangan desa berbasis digital. “Lombok Utara mengawali,” kata Dwi.
Menurut Dwi, penerapan tiket elektronik tentu akan memberikan banyak manfaat. Selain meminimalisir persoalan di pelabuhan penyeberangan seperti retribusi berkali-kali, pengunjung bisa mendapat kepastian tentang hari dan waktu berkunjung.
“Pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga dapat mengakses jumlah kunjungan wisata, termasuk mengendalikan jumlah wisatawan, serta pengawasan wisma di obyek wisata tersebut. Datanya juga bisa sebagai bahan evaluasi untuk pengembangan pariwisata yang akan datang,” kata Dwi.