Perjalanan di Pengujung Tahun yang Mengerikan
Perjalanan dari Bengkulu ke Palembang di pengujung 2019 tidak bakal dilupakan oleh Hasanah (54). Ia selamat dari kecelakaan maut bus Sriwijaya yang terjun ke Sungai Lematang, Pagar Alam.
Perjalanan bus Sriwijaya BK 7031 AU dari Bengkulu ke Palembang, di hari-hari terakhir tahun 2019, menjadi perjalanan tak terlupakan yang dialami Hasanah (54). Bus terjun ke Sungai Lematang, Pagar Alam, Sumatera Selatan, Senin, (23/12/2019). Ia selamat dari kecelakaan maut itu. Namun, 35 penumpang lainnya tewas.
Hasil penyelidikan sementara menunjukkan, kecelakaan diduga terjadi karena kesalahan manusia dan tidak optimalnya kinerja mesin bus. Bagi Hasanah, perjalanan delapan jam dari Bengkulu yang berakhir di Sungai Lematang yang terjadi hari itu penuh dengan kengerian.
Saat ditemui terbaring lemah di ruang perawatan RSUD Besemah, Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, Kamis (26/12/2019), tangan kanannya dibalut perban. Tulang bahunya mengalami pergeseran. ”Saya tidak menyangka bisa selamat,” kata warga Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, itu. Cucunya, Aisyah (9), juga selamat. Total ada 13 penumpang yang selamat.
Bus Sriwijaya berangkat dari pulnya di Bengkulu sekitar pukul 15.00. Hasanah memilih duduk di kursi baris keempat di sisi kiri bus dan Aisyah duduk tepat di sampingnya. Total ada 27 orang bersamanya.
Baca juga: 25 Korban Tewas Kecelakaan Bus di Pagar Alam Sudah Dievakuasi
Ia memilih bus itu karena tiketnya tergolong murah, hanya Rp 130.000. ”Saya sudah sering menggunakan bus tersebut saat bepergian ke Bengkulu,” ucapnya.
Di Bengkulu, dia mengunjungi anak ketiganya. Setelah tinggal satu bulan di Bengkulu, ia kembali ke Indralaya bersama cucunya, Aisyah, yang bermaksud mengisi liburan sekolah bersama neneknya.
Penumpang terus bertambah karena bus juga mengangkut penumpang di tengah perjalanan. Bus itu juga mengangkut sebuah sepeda motor yang diletakkan di bagian belakang bus.
Sekitar 1,5 jam setelah bertolak dari pul, sebuah kecelakaan terjadi. Bus tersebut ditabrak oleh sebuah minibus di daerah Kepahiang, Bengkulu. Perjalanan sempat tersendat karena pengemudi, Fery Afrizal, turun dari kendaraan dan bernegosiasi dengan orang yang menabrak bus. Saat itu perasaan Hasanah sudah tidak enak.
Karena kecelakaan sebelumnya sudah menyita waktu, sopir meningkatkan laju bus.
Perjalanan kembali dilanjutkan. Namun, sekitar pukul 19.00, bus kembali mengalami kecelakaan. Ban bus masuk ke dalam parit setelah mencoba menghindari sebuah truk yang datang dari arah berlawanan. ”Saat ban bus masuk ke parit, posisi bus miring dan hampir terbalik,” kata Hasanah.
Baca juga: Menhub Tugaskan KNKT untuk Selidiki Kecelakaan Bus di Pagar Alam
Hampir semua penumpang terguncang hatinya. Beberapa di antaranya sempat berniat untuk tidak melanjutkan perjalanan. Bus akhirnya bisa keluar dari parit setelah diderek oleh bus Sriwijaya rute Bengkulu-Lampung, tiga jam kemudian.
Setelah dua kecelakaan itu, bus tetap melanjutkan perjalanan. Karena kecelakaan sebelumnya sudah menyita waktu, sopir meningkatkan laju bus.
Malapetaka itu datang pukul 23.22. Bus yang meluncur kencang di Tikungan Lematang menabrak dinding pembatas setinggi 50 sentimeter dan jatuh ke jurang sedalam 75 meter. ”Saya terjaga saat bus jatuh, kami seperti terbang,” kata Hasanah.
Setelah itu terjadi benturan sangat keras. Bus menghantam sungai. Air sungai langsung masuk melalui bagian depan bus, sangat deras. Diburu waktu, Hasanah sontak memecahkan kaca jendela yang sudah rapuh karena benturan menggunakan botol air mineral yang ada di dekatnya. Itulah satu-satunya ruang untuk lolos dari maut.
Lalu, dia naik ke atas jendela bus sembari memegang ranting, demikian juga Aisyah. Mereka berdua duduk di jendela. Di kaki Hasanah ada Khadijah (67), penumpang lain, yang terus berpegangan menahan gempuran derasnya air sungai. Beberapa kali Khadijah meminum air karena air sudah setinggi dadanya.
Khadijah berjuang untuk bertahan hidup sambil menggendong Fadil (10), cucunya. Namun, nyawa Fadil tidak tertolong karena terbawa derasnya air sungai.
Baca juga: Kecelakaan Bus di Pagar Alam Diduga Dipicu Kelelahan Pengemudi
”Fadil sudah dimakamkan di Bengkulu,” kata Khadijah yang siang itu harus bernapas dengan selang oksigen. Wajahnya penuh luka karena tergores pecahan kaca.
Sementara itu, tiga anggota keluarga Khadijah, yakni Asiah (63), Hesti Nurmawanti (30), dan Indah Putri Utami (11), baru ditemukan pada Rabu (25/12/2019) malam. Tim SAR gabungan menemukan ketiganya dalam kondisi tidak bernyawa. Jasad korban terjebak di bagian depan bus yang masuk ke dasar Sungai Lematang.
Satu jam
Dengan sisa tenaga, Hasanah dan Aisyah berteriak minta pertolongan, tubuh mereka menggigil diguyur derasnya hujan. ”Kami berteriak sekuatnya supaya ada orang yang mendengar,” ucap Hasanah.
Baru sekitar satu jam berselang, cahaya senter terlihat menembus gelapnya malam. Harapan pun datang. Warga sekitar dan petugas terkait datang mengevakuasi korban selamat.
Kapolres Pagar Alam Ajun Komisaris Besar Dolly Gumara mengatakan, tepat setelah kecelakaan, pihaknya dibantu warga mengevakuasi 10 korban selamat. Melihat banyaknya korban, dirinya langsung berkoordinasi dengan Wali Kota Pagar Alam Alpian Maskoni untuk menerjunkan tim evakuasi. ”Bantuan pun berdatangan dan saat itu kami mulai menyelamatkan korban lainnya,” kata Dolly.
Terhitung ada 315 orang yang membantu proses evakuasi. Selain petugas dari pemerintah, ada warga dan anggota komunitas. Sepuluh penyelam dikerahkan untuk mencari korban yang hilang.
Ada 315 orang yang membantu proses evakuasi.
Kepala Seksi Operasi Kantor SAR Palembang Benteng Telaumbanua menuturkan, pencarian korban terkendala arus Sungai Lematang yang cukup deras dan memiliki kedalam hingga 4 meter. Bahkan, bagian depan bus menancap ke dasar sungai. Tim SAR gabungan harus menggeser dan membalikkan bangkai bus. Di balik bus, tim menemukan enam jasad korban yang terjepit di bagian depan bus.
Selama dua hari pencarian, tim SAR gabungan total mengevakuasi 48 penumpang. Sebanyak 35 tewas dan 13 orang lainnya selamat. Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumsel Komisaris Besar Syamsul Bahar berujar, korban tewas kebanyakan karena trauma akibat benturan keras dan minum banyak air sungai.
Peristiwa itu merupakan kecelakaan terparah yang terjadi di Tikungan Lematang selama ini. Beberapa tahun sebelumnya, pernah terjadi kecelakaan di Tikungan Lematang, tetapi kendaraan tidak sampai masuk jurang.
Saya berharap kejadian ini tidak terulang lagi. (Dolly Gumara)
Tikungan Lematang memang satu dari dua titik paling rawan kecelakaan selain Tikungan Endikat di jalan lintas antara Kabupaten Lahat dan Pagar Alam sejauh 60,2 kilometer. Kedua titik itu rawan kecelakaan karena memiliki kontur jalan menanjak lalu menurun serta belokan tajam. Apalagi di sisi kanan dan kiri jalan ada tebing dan jurang yang menganga.
Tahun 1993, kecelakaan serupa pernah terjadi saat bus Marlin jatuh ke jurang di Tikungan Endikat. Semua penumpang tewas. ”Saya berharap kejadian ini tidak terulang lagi,” kata Dolly.
Alpian Maskoni mengatakan, pihaknya akan mengusulkan kembali pembangunan jembatan di Tikungan Endikat dan Lematang untuk mengurangi adanya tikungan tajam yang rawan kecelakaan.
Pemerintah daerah sudah mengusulkan pembangunan jembatan di tikungan itu ke pusat pada 2016. Namun, karena keterbatasan dana, usulan tak terealisasi. ”Saya berharap pemerintah pusat segera membangun kedua jembatan itu sehingga kecelakaan seperti ini dapat dicegah,” ujarnya.
Direktur Lalu Lintas Polda Sumsel Komisaris Besar Juni mengatakan, berdasarkan hasil penyelidikan sementara, kecelakaan diduga terjadi karena kesalahan manusia dan tidak optimalnya kinerja mesin bus.
Dari sisi manusia, ungkap Juni, sopir bus Sriwijaya Fery Efrizal diduga mengalami kelelahan. Kelelahan disebabkan perjalanan bus yang lebih panjang dibandingkan dengan jarak tempuh sebenarnya karena bus sebelumnya sudah mengalami dua kali kecelakaan.
Dia hanya sopir pengganti.
Selain itu, Fery diduga belum memahami jalur yang ia lalui. ”Memang dia sudah beberapa kali melewati jalur ini, tetapi pada perjalanan tersebut, sebenarnya bukan giliran dia yang mengemudi. Dia hanya sopir pengganti,” kata Juni.
Fakta lain yang ditemukan adalah surat izin mengemudi (SIM) Fery sudah lama tidak berlaku dan belum diperbarui. Jika dilihat dari hasil penyelidikan, pengemudi bisa dijadikan tersangka. Hanya saja, Fery adalah 1 dari 35 korban tewas dari kecelakaan tersebut.
Walau demikian, lanjut Juni, ada pelanggaran lain yang dilakukan. Dari penyelidikan di lapangan, diketahui rem bus tidak bekerja optimal. Terjadi kerusakan pada sistem rem. Hal ini pun sudah diketahui oleh pihak perusahaan. ”Walau sudah diketahui, bus tetap saja dijalankan,” kata Juni.
Penyidik juga memperdalam adanya kemungkinan pelanggaran dalam penerbitan kir. Sebenarnya, izin kir masih berlaku, tetapi akan didalami apakah penerbitan kir tersebut sudah sesuai dengan prosedur atau tidak. ”Intinya, kami masih mencari siapa pihak yang paling bertanggung jawab dalam kejadian ini,” katanya.
Kecelakaan bus Sriwijaya tidak hanya menimbulkan duka mendalam bagi korban, tetapi menimbulkan preseden buruk bagi transportasi umum di Indonesia. Semoga perbaikan segera dilakukan.