Penduduk Miskin Maluku Bertambah 10 Orang Tiap Hari
BPS Provinsi Maluku mengungkapkan terjadi penambahan jumlah penduduk miskin di Maluku dari 317.690 orang pada Maret 2019 menjadi 319.510 September 2019 orang.
Oleh
Fransiskus Pati Herin
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku mengungkapkan terjadi penambahan jumlah penduduk miskin di Provinsi Maluku dari 317.690 orang pada Maret 2019 menjadi 319.510 September 2019 orang. Jika dirata-ratakan, artinya ada penambahan 10 penduduk miskin setiap hari di Maluku selama periode enam bulan tersebut.
Kenaikan jumlah penduduk miskin di Maluku berdasarkan survei pada September 2019 itu disampaikan Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Jessica Pupela, dalam keterangan pers, di Ambon, Rabu (15/1/2020). Turut hadir sejumlah pejabat dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Maluku serta Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Maluku.
Dalam paparannya, tampak sebagian besar penduduk miskin berada di pedesaan, yakni 271.370 jiwa, Adapun di wilayah perkotaan, jumlah penduduk miskin sebanyak 48.150 jiwa. Jika dibandingkan dengan data per Maret 2019, jumlah penduduk miskin pedesaan berkurang dari 272.090 jiwa, sedangkan penduduk miskin perkotaan malah meningkat dari 45.600 jiwa.
Secara persentase, kemiskinan Maluku turun hanya 0,04 persen, yakni dari 17,69 persen menjadi 16,65 persen. Secara nasional, berdasarkan data itu, Maluku menduduki urutan keempat provinsi termiskin di Indonesia.
Penduduk miskin adalah warga dengan pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan yang ditetapkan dalam survei tersebut adalah Rp 545.378. Hal itu berarti, penduduk yang dikategorikan miskin adalah mereka yang pengeluaran per kapita per bulan kurang dari jumlah tersebut. Itu sudah termasuk kebutuhan dasar makanan sebesar 2.100 kilo kalori per hari.
Bila dibandingkan lima tahun sebelumnya, persentase kemiskinan di Maluku memang terus menurun. Pada September 2015 sebesar 19,36 persen, September 2016 sebesar 19,26 persen, September 2017 sebesar 18,29 persen, dan September 2018 sebesar 17,85 persen.
Sekarang sudah ada dana desa yang nilainya sangat besar. Itu bisa dimanfaatkan untuk mengurangi kemiskinan.
Jessica mengatakan, untuk mempercepat penurunan kemiskinan, perlu akselerasi pembangunan. Hal itu menjadi ranah pemangku kepentingan mulai dari pemerintah desa hingga pemerintah pusat.
Sejauh ini, sudah banyak program yang menyasar ke sentra kemiskinan yang sebagian besar berada di wilayah pedesaan. "Sekarang sudah ada dana desa yang nilainya sangat besar. Itu bisa dimanfaatkan untuk mengurangi kemiskinan," katanya.
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Maluku Nur Assagaff mengatakan, ada yang keliru dalam pengelolaan dana desa di Maluku. Seharusnya, sekitar Rp 5,3 triliun dana desa yang digelontorkan untuk 1.198 desa di Maluku sejak 2015 hingga 2020 itu sudah terlihat efeknya.
"Kemiskinan di pedesaan memang berkurang, tetapi tidak signifikan. Ini berarti sebagian besar dana desa salah sasaran," katanya. Saat ini, jumlah desa di Maluku dengan status mandiri hanya 10 desa, status maju 84 desa, status berkembang 376 desa, status tertinggal 580 desa, dan status sangat tertinggal 145 desa.
Kendati begitu, lanjut Nur, ada desa yang menunjukkan perubahan lebih baik setelah mendapat dana desa. Program pemberdayaan ekonomi didorong untuk mengelola potensi lokal. Seperti contoh, di Desa Waraka, Kabupaten Maluku Tengah, sagu diolah menjadi tepung dan penganan lain. Olahan itu dijual ke luar Maluku.
Ketua Lumbung Informasi Rakyat Provinsi Maluku Yan Sariwating menilai, banyak desa tidak bisa mengelola dana desa secara baik dengan berbagai alasan, seperti minimnya sumber daya manusia dan dinamika perebutan jabatan kepala desa yang menguras energi.
"Selain itu, kasus korupsi. Di banyak desa, dana desa dikorupsi. Banyak kasus yang kini disidangkan di pengadilan tindak pidana korupsi," kata Yan.