Laju Abrasi Pesisir Takalar Yang Kian Parah Belum Terhentikan
Abrasi kawasan pesisir pantai di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, diperparah oleh praktik penambangan pasir untuk keperluan reklamasi kawasan pantai di Makassar.
Oleh
Reny Sri Ayu
·4 menit baca
TAKALAR, KOMPAS - Abrasi di pesisir pantai Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan dalam dua tahun terakhir berlangsung masif. Dataran di pesisir tergerus hingga 15 meter.
Cuaca buruk dalam tiga hari terakhir membuat kondisi pesisir kian parah. Abrasi membuat garis pantai menjorok sejauh 3 meter ke arah daratan.
Abrasi di Kecamatan Galesong Utara membuat sebagian rumah warga ambruk. Sebagian lainnya hanya tinggal berjarak 2 meter dari garis pantai. Sebagian jalan-jalan beton di sepanjang pantai juga hancur. Pohon-pohon pun tumbang.
Jumatiah Daeng Lu’mu (65), warga Desa Sampulungan, Galesong Utara, mengaku tidak bisa tidur nyenyak karena khawatir atas abrasi yang terjadi. Dinding rumahnya kini hanya berjarak kurang 2 meter dari garis pantai. Pondasi rumahnya pun mulai tergerus.
”Beberapa hari ini saya mengungsi ke rumah saudara karena khawatir. Beberapa hari ini hujan deras disertai angin serta ombak cukup besar. Tanah tergerus lebih tiga meter dalam beberapa hari,” katanya.
Sementara di Desa Tamassaju, masih di kecamatan sama, Sahar Daeng Ngalle (80), setiap malam juga mengungsi ke rumah saudaranya. Dinding belakang rumahnya sudah sejajar dengan garis pantai. Ombak berkali-kali menghantam dinding belakang rumahnya itu.
”Sejak tahun lalu, saat batas tanah dengan pantai masih lima meter, saya sudah mengungsi setiap musim angin barat. Tapi, beberapa hari ini, keadaan sudah lebih parah,” katanya. Rumah saudara Sahar yang berada tepat di samping rumahnya sudah kosong. Separuh rumah ini ambruk. Penghuninya sudah lama meninggalkan rumah.
Tambang pasir
Kepala Desa Sampulungan, Rustan, mengakui, abrasi hebat terjadi dalam dua tahun terakhir. Setidaknya, 10-15 meter tanah tergerus di sepanjang pantai. Abrasi kian parah saat ada penambangan pasir.
”Sekarang tambang berhenti, tapi dampaknya sudah sangat besar. Kami berharap ada solusi bagi warga karena, tidak hanya rumahnya yang terancam, tapi juga ekonominya,” katanya.
Penambangan pasir di wilayah itu marak, seiring berlangsungnya reklamasi di kawasan pantai Makassar. Penambangan menuai protes dari masyarakat setempat serta lembaga swadaya masyarakat seperti Walhi Sulsel, Aliansi Selamatkan Pesisir, dan LBH Sulsel.
Pemerintah sudah menyusun rencana untuk pembangunan tanggul dan bronjong di sepanjang pesisir.
Walhi Sulsel mencatat, setidaknya sudah 23 juta kubik pasir yang diambil dari laut di sekitar Galesong. Tercatat sejumlah 16 izin usaha tambang yang dikeluarkan dengan rincian delapan izin yang beroperasi dan delapan lainnya dalam tahap eksplorasi. Selain itu, ada 14 izin yang sedang dalam proses pengajuan. Total perizinan ini mencakup 34.000 hektar.
”Sejak awal bermasalah karena izin tambang dikeluarkan sebelum ada Perda Rancangan Zonasi Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Pengambilan pasir juga sangat dekat dengan permukiman warga,” kata Rizky Syahputra, anggota Staf Advokasi dan Kajian Walhi Sulsel.
Protes warga dan berbagai lembaga membuat pemerintah daerah dan DPRD menyelesaikan rancangan zonasi yang melahirkan Perda Nomor 2 Tahun 2019. Tambang pasir akhirnya dihentikan sementara dan kini lokasinya diatur berjarak sekitar delapan mil laut dari pesisir. Namun, dampak tambang terlanjur merusak kawasan pesisir.
Walhi berharap pemerintah dan perusahaan yang telah menambang bertanggungjawab menangani kerusakan. Selain itu, melakukan moratorium tambang untuk memulihkan wilayah.
Tanggul di Desa Tamalate, Kecamatan Galesong Utara, Takalar, masih kokoh dan melindungi permukiman warga dari hempasan ombak, Selasa (14/1/2020).
“Setidaknya pemerintah harus membangun tanggul yang kuat di sepanjang pesisir, seperti tanggul yang ada di pelabuhan. Selain itu, membangun pemecah ombak untuk mengurangi energi ombak yang menuju daratan. Untuk mangrove agak sulit di pesisir Takalar karena karakteristik pantai dan ombaknya,” katanya.
Terkait ini, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah mengatakan, pemerintah sudah menyusun rencana untuk pembangunan tanggul dan bronjong di sepanjang pesisir. Adapun rumah warga yang rusak akan diperbaiki.
“Untuk penambangan pasir, sudah diatur sesuai Perda, yakni jaraknya sekitar delapan mil dari pesisir. Jika ada yang menambang tidak sesuai jarak yang ditentukan akan kami usir. Untuk kawasan pesisir akan kami benahi, di antaranya memasang bronjong. Sudah ada beberapa rancangan lain juga dan bahkan sebagian sudah ditender. Kami berharap segera rampung dan dikerjakan hingga tahun depan tak ada lagi yang jadi korban,” katanya.