Delapan kabupaten di Kalimantan Barat berhasil keluar dari status daerah tertinggal. Salah satu program yang mendongkraknya adalah desa mandiri.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·2 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS – Delapan kabupaten di Kalimantan Barat berhasil keluar dari status daerah tertinggal. Salah satu program yang mendongkraknya adalah desa mandiri. Namun, usaha bersama harus terus dilakukan demi meningkatkan indeks pembangunan manusia yang masih rendah.
Delapan kabupaten itu adalah Sambas, Bengkayang, Landak, Ketapang, Sintang, Kapuas Hulu, Melawi dan Kayong Utara. Dengan peningkatan status itu, kini tidak ada kabupaten berstatus tertinggal di Kalbar.
"Program desa mandiri digalakan untuk keluar dari status itu," kata Gubernur Kalbar Sutarmidji dalam acara “Coffee Morning”, di Pontianak, Rabu (15/1/2020). Desa mandiri mengutamakan bidang ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi. Dimensi-dimensi itu totalnya memiliki 52 indikator sebagai parameter. Tahun 2020 ditergetkan ada 138 desa mandiri.
“Konsep membangun desa mandiri adalah hadir di tengah masyarakat. Anggaran pendapatan dan belanja daerah Provinsi Kalbar yang dikucurkan hingga ke desa sekitar Rp 600 miliar dari Rp 6 triliun total APBD Kalbar,” kata Sutarmidji.
Kepala Polda Kalbar Inspektur Jenderal Didi Haryono sangat mendukung pelaksanaan desa mandiri. Selain membangun pos guna menjamin keamanan warga, pihaknya juga terlibat dalam deteksi dini bencana alam.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak Eddy Suratman, menilai, keberhasilan delapan kabupaten keluar dari status tertinggal tak terlepas dari program desa mandiri. Indikator desa mandiri sangat terkait erat dengan pengentasan ketertinggalan.
Akan tetapi, pemerintah daerah jangan terlena. Ada masalah indeks pembangunan manusia (IPM) yang harus ditingkatkan. IPM Kalbar masih berada di urutan ke-30 dari 34 provinsi. Salah satu faktor yang membuat IPM Kalbar rendah adalah lama rata-rata sekolah.
Kayong Utara, misalnya. Meskipun sudah tidak ada desa tertinggal, tetapi rata-rata lama sekolah baru 6,3 tahun. Artinya rata-rata warga hanya tamat SD.
Mempawah yang juga sudah lama keluar dari daerah tertinggal, pun rata-rata lama sekolahnya baru 6,7 tahun. Bahkan, secara provinsi rata-rata baru 7,28 tahun artinya baru tamat kelas VII SMP.
“Selama ini, mengapa rata-rata lama sekolah rendah, karena jarak sekolah yang jauh dan infrastruktur menuju sekolah tidak memadai. Jadi, tidak sedikit yang memilih lebih baik tidak sekolah,” ungkap Eddy.
Untuk meningkatkan IPM bisa dengan paket B dan C. Jika sinyal internet sudah masuk ke desa-desa bisa dengan pembelajaran jarak jauh. Dengan demikian, mempermudah masyarakat mengakses sarana belajar.
Sutarmidji menuturkan, pemerintah daerah memang akan menggalakkan program paket B dan C. Sebab, tidak ada jalan lain untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah selain dengan program tersebut.