Program Pemberdayaan Mandek, Tambang Sinabar Kembali Marak
Kepolisian Daerah Maluku menyiapkan operasi penutupan kembali tambang sinabar di Gunung Tembaga, Maluku. Tambang yang ditutup pada 2017 itu kembali marak di antaranya karena program pemberdayaan eks petambang mandek.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS - Kepolisian Daerah Maluku menyiapkan operasi penutupan kembali tambang sinabar di Gunung Tembaga, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Setelah sempat ditutup Desember 2017, tambang itu kembali beroperasi setelah program pemberdayaan dari pemerintah daerah mandek.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat kepada Kompas di Ambon, Jumat (10/1/2020) menuturkan, bersama pemerintah kabupaten setempat, polisi mulai mendekati masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi tambang sinabar terbesar di Indonesia tersebut. Lokasi itu masuk wilayah Desa Iha dan Luhu, Kecamatan Huamual.
Perjalanan dari Pulau Ambon ke pesisir dua desa itu sekitar 1 jam menggunakan perahu motor. Adapun perjalanan dari pesisir ke lokasi tambang sekitar 1,5 jam.
"Lewat pendekatan itu, petambang diminta segera meninggalkan Gunung Tembaga. Tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh pemuda kami ajak memberikan pemahaman kepada petambang," jelas Roem.
Kendati belum memberikan batas waktu, Roem menargetkan, sebelum akhir bulan ini, lokasi tersebut harus sudah bersih dari petambang yang saat ini berjumlah lebih kurang 2.000 orang. Ia mengatakan, proses penertiban akan dilakukan seperti penertiban lokasi tambang emas liar di Gunung Botak, Pulau Buru pada Oktober 2018 lalu.
Sekitar 7.000 petambang meninggalkan Gunung Botak tanpa bentrok dengan aparat seperti pada penutupan sebelumnya. Hingga kini, Gunung Botak masih steril dari petambang. Seperti di Gunung Botak, aparat akan rutin mengawasi Gunung Tembaga.
Roem menuturkan, setelah pendekatan dimulai Kamis (9/1), pada Jumat pagi dilaporkan ada petambang yang mulai membersihkan peralatan tambang mereka dan bersiap keluar dari Gunung Tembaga. Roem berharap, pihak terkait terutama pemerintah daerah ikut membantu aparat mencegah petambang kembali ke Gunung Tembaga. Salah satunya melalui program pemberdayaan.
Meski demikian, Ferry Kaisupy (40), warga yang tinggal di sekitar lokasi tambang di Gunung Tembaga menuturkan, kembalinya petambang lantaran program pemberdayaan bagi bekas petambang yang dijanjikan pemerintah daerah tak kunjung terlaksana.
"Masyarakat sudah telanjur bergantung pada tambang itu. Di sana sumber uang sangat menggiurkan. Memang sulit menjaga kue dari semut," katanya.
Lokasi tambang batu sinabar yang mulai berperasi pada 2012 itu merupakan yang terbesar di Indonesia dengan jumlah petambang lebih dari 5.000 orang. Di lokasi seluas sekitar 25 hektar itu, terdapat sekitar 500 lubang galian. Dalam sebulan, satu lubang dapat menghasilkan sekitar 600 kilogram batu sinabar. Batu sinabar merupakan bahan baku untuk produksi merkuri.
Kandungan merkuri batu sinabar sekitar 80 persen dari bobot batu. Pada awal penambangan, harga batu sinabar dijual Rp 150.000 per kilogram (kg). Harga batu sinabar di pasar gelap terus naik hingga pada akhir 2019 diketahui sekitar Rp 250.000 per kg. Merkuri yang diolah secara ilegal itu kemudian dipasok ke sejumlah lokasi tambang emas liar di Tanah Air. Merkuri berfungsi untuk mengikat emas dari mineral lain.
Pada Desember 2017, atas perintah Presiden Joko Widodo, lokasi tambang itu ditutup. Sejumlah pejabat dari kementerian dan lembaga turun langsung ke Gunung Tembaga. Penutupan pun berjalan sukses. Kepala Polres Seram Bagian Barat kala itu, Ajun Komisaris Besar Agus Setiawan mendapat penghargaan dari kepala Polri saat itu Jenderal Tito Karnavian. Agus dianggap berkontribusi dalam penutupan tersebut.
Peneliti logam berat dari Universitas Pattimura Ambon Abraham Mariwy mengatakan, perlu keseriusan untuk menutup lokasi tambang batu sinabar. Dengan begitu, peredaran merkuri secara ilegal di Indonesia akan berkurang. Ia menyoroti, peredaran merkuri di Indonesia kini menjadi perhatian dunia. Terlebih, DPR pada 2017 telah mengesahkan Undang-undang nomor 11 tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata Mengenai Merkuri.
Sementara itu, terkait dugaan keterlibatan aparat keamanan, Roem kembali mengingatkan agar para petugas keamanan di sekitar lokasi tidak ikut menjadi "pemain" dalam bisnis gelap tambang sinabar. Ia menegaskan, oknum yang terlibat akan dihukum berat sampai dengan pemberhentian tidak dengan hormat.
"Oknum-oknum yang terlibat dan kini diproses itu menjadi pelajaran penting. Kalau ada yang masih mau main-main lagi, berarti yang bersangkutan tidak ingin lagi menjadi polisi," kata Roem.
Pekan lalu, Brigadir Kepala ZN yang bertugas di sekitar kawasan tambang batu sinabar ditangkap lantaran diduga terlibat dalam bisnis gelap tersebut. Ia juga kerap membocorkan rencana penggerebekan dan penertiban oleh polisi terhadap aktivitas penambangan sinabar dan pengolahan merkuri. Awal 2018, anggota intelijen dari Polda Maluku juga ditangkap dalam kasus sama.