Aktivis keberagaman dan kebebasan beragama, Sudarto, dilepaskan dari status penangkapan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Rabu (8/1/2020) siang.
Oleh
YOLA SASTRA
·2 menit baca
PADANG, KOMPAS — Aktivis keberagaman dan kebebasan beragama, Sudarto, dilepaskan dari status penangkapan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Rabu (8/1/2020) siang. Namun, Manajer Program Yayasan Pusaka yang ditangkap di Padang, Selasa (7/1/2020) siang, itu masih menjalani pemeriksaan dan berstatus tersangka.
Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Stefanus Satake Bayu Setianto, Rabu, mengatakan, Sudarto dilepaskan dari status tangkapan setelah pemeriksaan 1 x 24 jam di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumbar.
Menurut Satake, polisi melepaskan Sudarto karena mempertimbangkan permintaan dari keluarga dan kuasa hukum agar Sudarto tidak ditahan. ”Yang bersangkutan (Sudarto) juga kooperatif (selama proses pemeriksaan) sehingga tidak ditahan,” kata Satake.
Meskipun tidak ditahan, Sudarto masih berstatus tersangka. Hingga Rabu sore, Sudarto masih menjalani pemeriksaan di Ditreskrimsus Polda Sumbar.
Sudarto ditangkap polisi di kediamannya, Jalan Veteran, Purus, Padang, Selasa (7/1/2020) pukul 13.30. Ia ditangkap setelah dilaporkan atas tuduhan penyebaran berita bohong atau ujaran kebencian soal larangan perayaan Natal di Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, Kabupaten Dharmasraya, Sumbar.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Padang Wendra Rona Putra mengatakan, meski status penangkapan berakhir Rabu pukul 13.30, Sudarto masih harus menjalani pemeriksaan. Sejak kemarin penyidik fokus meminta klarifikasi kepada Sudarto atas belasan unggahan di akun Facebook-nya pada 14-29 Desember 2019.
Menurut Wendra, tim kuasa hukum sedang mengupayakan pendekatan dialogis untuk menyelesaikan kasus Sudarto. Ini merujuk pada Surat Edaran Kepala Kepolisian RI Nomor 6 Tahun 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian. Surat edaran itu mengatur bahwa konteks dialogis lebih didahulukan dalam penyelesaian perkara dibandingkan dengan konteks represi.
”(Perlu) mempertemukan pelapor dengan terlapor. Proses ini yang mungkin luput oleh Polda Sumbar. Kami sedang berupaya menjembatani kembali,” kata Wendra.
(Perlu) mempertemukan pelapor dengan terlapor. Proses ini yang mungkin luput oleh Polda Sumbar. Kami sedang berupaya menjembatani kembali. (Wendra Rona Putra)
Wendra menilai, dalam kasus ini, tidak ada niat jahat dari Sudarto untuk menyerang identitas personal atau agama tertentu. Sudarto hanya mengkritisi fakta lapangan bahwa dia menganggap pemerintah daerah masih abai terhadap hak-hak bagi kelompok minoritas.
”Konteks ini yang berusaha disuarakan Sudarto. Jangan sampai nanti masyarakat justru melihat konteks ini pada persoalan tata bahasa yang digunakan Sudarto yang sedikit sarkas,” ujarnya.