Pemberantasan narkoba di Kalimantan Barat bakal diperkuat hingga ke desa melalui program desa bebas narkoba. Lima desa menjadi percontohan, yang meliputi kegiatan deteksi dini, sosialisasi, dan pembentukan satgas.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Pemberantasan narkoba di Kalimantan Barat bakal diperkuat hingga ke desa melalui program desa bebas narkoba. Lima desa menjadi percontohan, yang meliputi kegiatan deteksi dini, sosialisasi, dan pembentukan satgas.
Data Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalimantan Barat menunjukkan, peredaran narkoba yang diungkap sepanjang 2018 sebanyak 59,84 kilogram sabu dan 4.655 butir ekstasi dari 11 kasus dengan tersangka 28 orang.
Pada 2019, angka tersebut naik signifikan menjadi 21 kasus, satu di antaranya tindak pidana pencucian uang dengan jumlah tersangka 20 orang. Adapun barang bukti mencapai 121,96 kg sabu dan 115.633 butir ekstasi. Dengan pengungkapan itu, sebanyak 609.806 jiwa dapat diselamatkan dari bahaya narkoba dengan asumsi 1 gram sabu dikonsumsi lima orang.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNNP Kalbar Isnawati, Rabu (8/1/2020), menuturkan, tahun ini proyek percontohan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ada lima desa bersih dari narkoba (bersinar) di Kalbar. Lima desa itu di Kabupaten Kubu Raya, yakni Pematang Tujuh, Rasau Jaya Umum, Rasau Jaya 2, Rasau Jaya 3, dan Bintang Emas.
”Kegiatan pencanangan inisiatif dari desa, BNNP hanya mendorong. Namun, tidak hanya proyek percontohan dari kementerian, BNNP juga mendorong semua kabupaten/kota terutama yang sudah ada BNN untuk setidaknya menentukan desa yang dicanangkan sebagai desa bersinar,” kata Isnawati.
Di Kalbar terdapat beberapa kabupaten dan kota lain yang hendak mencanangkan desa bersinar. Daerah tersebut antara lain Desa Tunggal Bakti di Kabupaten Sanggau. Namun, penetapannya masih menunggu surat keputusan bupati.
Selain itu, ada juga Desa Setia Budi di Kabupaten Bengkayang, Kelurahan Siantan Tengah di Kota Pontianak, Desa Parit Banjar di Kabupaten Mempawah, serta empat desa di Kabupaten Sintang.
”Indikator desa bersinar ada peraturan bupati hingga peraturan desa. Namun, kalau peraturan belum ada, paling tidak ada kebijakan dari desa menyusun anggaran melalui musyawarah perencanaan pembangunan,” paparnya.
Selanjutnya, kegiatan di desa dilaporkan kepada bupati secara berkelanjutan. Menurut Isnawati, terbentuknya desa bersinar mendorong kesadaran masyarakat bahwa program pencegahan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika penting dan menjadi prioritas di desa. Hal itu juga salah satu cara menjaga keamanan masyarakat dari penyalahgunaan narkoba.
Kepala BNNP Kalbar Brigadir Jenderal (Pol) Suyatmo menuturkan, desa bersinar hasil kerja sama BNN dengan Kementerian Dalam Negeri. Gubernur Kalbar Sutarmidji juga telah mengeluarkan surat keputusan terkait hal itu sehingga diharapkan semakin banyak desa meluncurkan kegiatan desa bersinar.
”Yang ingin dicapai dari desa bersinar adalah meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pemberantasan peredaran narkoba. Ada kegiatan deteksi dini melalui pemeriksaan urine perangkat desa dan diharapkan hingga ke masyarakat,” kata Suyatmo.
Salah satu penyebab narkoba masih mengancam di Kalbar adalah adanya 52 jalur tikus di perbatasan Indonesia-Malaysia. Dari pengungkapan, narkoba kebanyakan dipasok dari Malaysia. Jalur-jalur tikus tersebut, diakui Suyatmo, terkadang luput dari pantauan petugas. Jalur tikus juga mudah dimasuki penyelundup karena keterbatasan sarana dan prasarana pengamanan.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Kalbar Komisaris Besar Donny Charles Go menuturkan, Polda Kalbar setiap tahun menggelar operasi pemberantasan narkoba hingga ke desa-desa. Program pemberantasan juga masuk ke dalam program desa mandiri.
Pada 2018, Polda Kalbar menyita barang bukti sabu seberat 36,26 kg dan 5.568,25 butir ekstasi. Kemudian pada 2019 menyita 113,52 kg dan 30.772,49 butir ekstasi.