Tingkatkan Kunjungan Tak Capai Target, Purwakarta Kembangkan Wisata Alternatif
Jumlah kunjungan wisatawan ke Purwakarta, Jawa Barat, belum mencapai target yang ditetapkan pada tahun 2019. Pemerintah daerah bakal meningkatkan daya tarik objek wisata dan menambah destinasi baru.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS—Jumlah kunjungan wisatawan ke Purwakarta, Jawa Barat, belum mencapai target yang ditetapkan pada tahun 2019. Pemerintah daerah bakal meningkatkan daya tarik objek wisata dan menambah destinasi baru.
Angka kunjungan wisatawan di Purwakarta pada tahun 2019 mencapai 2,8 juta orang. Meski lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun lalu sekitar 2,3 juta wisatawan, jumlahnya di bawah target tahun 2019 sebanyak 4 juta wisatawan. Kondisi cuaca yang tak menentu dinilai mempengaruhi jumlah wisatawan.
Kepala Seksi Promosi dan Pengembangan Wisata Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Purwakarta Acep Yuli M menjelaskan, mayoritas destinasi wisata unggulan di Purwakarta bergantung kondisi cuaca. “Tahun 2019, musim kemarau datang lebih awal dan panjang ketimbang tahun 2018. Akibatnya, sejumlah objek wisata curug (air terjun) airnya surut dan pengunjung sepi,” ucapnya, Senin (6/1/2020).
Saat ini, tempat wisata yang menjadi magnet lainnya bagi pengunjung adalah wisata alam, antara lain Curug Tilu di Kecamatan Sukasari dan Curug Pamoyanan di Kecamatan Kiarapedes. Musim kemarau panjang membuat debit air di sana berkurang.
Selain itu, salah satu objek andalan di tengah Kota Purwakarta adalah Air Mancur Sri Baduga. Biasanya, pertunjukan air mancur dan wisata kuliner ini diadakan setiap Sabtu malam dan menjadi daya tarik wisatawan dari dalam dan luar Purwakarta.
Akan tetapi, obyek wisata andalan Purwakarta itu sempat terpaksa ditutup sementara karena debit air di kolam berkurang. Padahal, pertunjukan itu mampu mendatangkan lebih dari 30.000 pengunjung.
Berupaya
Berkaca pada pengalaman itu, Pemkab Purwakarta berencana mengembangkan wisata alternatif, antara lain Taman Air Mancur Welas Asih di Tajug Gede Cilodong dan diorama sejarah gerabah Plered di Galeri Menong 2. Kecamatan Plered di Kabupaten Purwakarta, memiliki sejarah panjang mengembangkan keramik.
Sentra gerabah itu berdiri sejak tahun 1904 dengan enam perintis, yakni Sarkun, Aspi, Warsya, Entas, Suhara, dan Ki Dasjan. Kala itu, gerabah dibuat dalam bentuk sederhana, mulai dari kendi, cobek, hingga tempayan. Kini, Plered telah melahirkan beragam bentuk gerabah dan keramik, tak hanya untuk kebutuhan rumah tangga, tetapi juga sebagai hiasan dan dekorasi.
“Kejayaan gerabah Plered tak boleh terlupakan. Kami membuat diorama sejarah dan proses pembuatan di galeri tersebut, sehingga pengunjung dapat berwisata sekaligus menambah ilmu,” kata Acep.
Wisata edukasi pembuatan gerabah juga menjadi alternatif pilihan para wisatawan. Mereka dapat belajar langsung membuat keramik dan gerabah di kantor UPTD Pengembangan Sentra Keramik Plered. Jumlah pengunjung sentra Plered relatif stabil. Menurut Kepala UPTD Pengembangan Sentra Keramik Plered Mumun Maemunah, tahun 2018 ada sekitar 8.000 pengunjung. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan 2017, sekitar 7.000 orang. Tarif kunjungan yang diberlakukan untuk pengunjung asal Purwakarta Rp 25.000 per orang. Sementara pengunjung dari luar Purwakarta dikenai tarif Rp 35.000 per orang.
Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan, dan Perindustrian Purwakarta Karliati Juanda masih optimistis menarik para pengunjung untuk datang ke Purwakarta dengan wisata kuliner pada Sabtu malam. Untuk tahap awal, pihaknya mengemas wisata kuliner malam agar memiliki nilai jual, misalnya menonjolkan produk khas Purwakarta yang paling banyak digemari. Kemudian, merombak tampilan lapak agar lebih menarik dan bersih.
”Diharapkan ke depan para pelaku usaha kuliner dan kerajinan tidak bergantung pada wisata di segala musim,” katanya.