Pelindo Gelontorkan Rp 365 Miliar untuk Pelabuhan Bitung
Aktivitas bongkar-muat di Pelabuhan Peti Kemas Bitung, Sulawesi Utara, sepanjang 2019 meningkat dibanding tahun sebelumnya. PT Pelindo IV pun menambah alat-alat berat untuk mendukung peningkatan kegiatan pelabuhan itu.
Oleh
Kristian Oka Prasetyadi
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS – Aktivitas bongkar-muat di Pelabuhan Peti Kemas Bitung, Sulawesi Utara, sepanjang 2019 meningkat dibanding tahun sebelumnya. PT Pelindo IV (Persero) pun menambah alat-alat berat dengan anggaran Rp 365 miliar untuk mendukung peningkatan kegiatan pelabuhan itu.
Hal ini diungkapkan Direktur Utama PT Pelindo IV Farid Padang, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas, Rabu (1/1/2020). Selama 2019, Pelabuhan Bitung melayani bongkar muat 259.923 peti kemas. Terdapat peningkatan sekitar 7 persen dibandingkan tahun 2018, yaitu sebesar 243.780 peti kemas.
Pada Desember 2019 saja, lalu lintas peti kemas di Pelabuhan Bitung mencapai 19.540 unit. Dibandingkan Desember 2018, ada peningkatan sebesar 14 persen dari 17.118 peti kemas. “Secara keseluruhan, lalu lintas bongkar-muat di Terminal Peti Kemas Bitung mengalami peningkatan dibanding tahun lalu,” kata Farid.
Kinerja ini akan mempercepat realisasi Pelabuhan Peti Kemas Bitung sebagai pelabuhan simpul internasional bagi wilayah timur Indonesia.
Farid yakin, kinerja ini akan mempercepat realisasi Pelabuhan Peti Kemas Bitung sebagai pelabuhan simpul internasional bagi wilayah timur Indonesia. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional.
Untuk mendukung proses tersebut, PT Pelindo IV telah menambah alat-alat berat untuk mempercepat pelayanan bongkar-muat di Pelabuhan Peti Kemas Bitung. Alat-alat yang ditambah antara lain empat pengangkat beroda (rubber tyred gantry/RTG) dan sebuah derek peti kemas (container crane/CC). “Sekarang, total ada 10 unit RTG dan empat unit CC. Februari 2020 nanti, akan kami tambah lagi menjadi lima unit CC,” kata Farid.
Dalam pengadaan alat-alat tersebut, PT Pelindo IV menggelontorkan dana Rp 365 miliar yang berasal dari anggaran Penyertaan Modal Negara. Menurut Farid, itu adalah bentuk jaminan bagi Pemerintah Provinsi Sulut yang ingin segera menjadikan Bitung sebagai pelabuhan ekspor-impor di kawasan timur Indonesia.
“Selain itu, Pelabuhan Peti Kemas Bitung adalah pelabuhan terbesar kedua yang dikelola perseroan setelah Pelabuhan Peti Kemas Makassar. Sangat penting untuk meningkatkan pelayanan di Bitung,” kata Farid.
Sebelumnya, Corporate Secretary Pelindo IV I Made Herdianta, juga menyatakan rencana perluasan lapangan penumpukan di Pelabuhan Peti Kemas Bitung, dari 10 hektar menjadi 15 hektar. Panjang dermaga juga akan ditambah, dari semula 131 meter menjadi 650 meter. Kapasitas pelabuhan pun akan meningkat dari 250.000 TEU (peti kemas 20 kaki) menjadi 750.000 TEU.
Rencana ini disambut baik Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut Darwin Muksin. Menurut dia, kebijakan PT Pelindo IV mendukung Bitung untuk menjadi pintu gerbang dari Indonesia menuju Asia Pasifik. “Tentunya harus didukung sarana dan prasarana yang memadai,” katanya.
Saat Perpres Nomor 26/2012 dibuat, kapasitas Pelabuhan Peti Kemas Bitung masih terlalu kecil untuk mendukung ekspor dan impor. Kini, ia pun berharap, para eksportir dan importir di Sulut, Maluku, hingga Papua dapat menaruh minat lebih besar untuk mengekspor via Bitung.
Meski demikian, hambatan yang masih dihadapi adalah masih belum ada perusahaan jasa pelayaran (shipping line) yang berminat masuk ke Bitung untuk membuka rute internasional. Menurut Darwin, ini bisa diatasi dengan regulasi.
“Seharusnya, ada aturan khusus yang mengatur jenis-jenis barang ekspor yang harus dikirim dari Bitung ke Asia Pasifik. Misalnya, ada 100 barang ke Asia Pasifik, setidaknya 20 persen harus dikirim lewat Bitung. Ini sudah kami rapatkan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,” kata Darwin.
Menurut Darwin, regulasi seperti ini dapat meningkatkan keyakinan perusahaan shipping line akan tingkat keterisian muatan. Para eksportir, terutama di wilayah timur Indonesia juga akan mendapatkan kepastian pengangkutan.