Syahdu Warnai Perayaan Natal Anak Jalanan di Kupang
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
Perayaan Natal terasa syahdu bersama para pemulung dan anak-anak jalanan di Kota Kupang, Jumat (20/12/2019). Perayaan itu digelar oleh para pemuda “Gerakan Hati Anak Timor” itu menyematkan kebahagiaan mendalam bagi kaum papa.
Susana perayaan Natal bersama ini memang sangat sederhana. Kondisi penerangan lampu ruangan temaram. Tidak ada pernak pernik Natal yang menampilkan kemewahan. Namun, di balik syahdunya suasana Natal, tersemat kebahagiaan mendalam di hati mereka.
Ketua Panitia Natal bersama para pemulung Kupang, Abner Sanam mengatakan, jumlah pemulung dan anak jalanan di Kota Kupang sekitar 2.000 orang. Mereka tersebar di pasar-pasar tradisional, emperan pertokoan, bangunan-bangunan tua, serta tempat pembuangan akhir sampah.
“Mereka datang dari daerah terdekat seperti Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Malaka, dan Kabupaten Belu," katanya. Selain itu, ada pula yang datang dari Kota Kupang dan Kabupaten Rote Ndao juga ikut.
Menurut Abner, mereka terdesak oleh kehidupan yang berat, dan sulit di desa karena ancaman kelaparan dan kesulitan mendapatkan makanan. Mereka berasal dari orangtua tidak mampu, yatim piatu, atau orangtua menjadi TKI di luar negeri,”kata Sanam.
Pihak panitia kesulitan menghimpun para pemulung dan anak jalanan ini. Kadang mereka sulit ditemukan, kadang mereka mudah dijumpai. Mereka tidak menetap di satu tempat tertentu.
Selain itu juga banyak keluarga tidak mampu termasuk orang lanjut usia yang telantar. Awalnya mereka malu untuk hadir dalam perayaan Natal, namun akhirnya bersedia hadir sekitar 66 anak maupun lanjut usia.
Penyelenggaraan Natal tersebut digagas sejumlah pemuda dari kalangan mahasiswa, tukang cukur rambut, dan serta penjual sayur di pasar. Mereka secara spontan mengumpulkan uang secara sukarela, dan barang-barang seperti sabun, odol, sikat gigi, dan pakaian bekas layak pakai untuk dibagikan kepada anak-anak pada malam itu.
Agus Bria (24), salah satu anak jalanan, bercerita tentang dirinya yang belum pernah mengenyam pendidikan. Ia datang dari Malaka setelah kedua orangtuanya menjadi tenaga kerja di Kalimantan Timur. Ia tinggal bersama kakak kandungnya di Malaka.
Sehari-harinya, Agus kerap dipukuli karena dianggap nakal. Tidak tahan mengalami itu, ia pun lari ke Kupang.
Di Kupang, Agus hidup tidak berpindah-pindah. Kadang di rumah teman, di pasar, hingga bangunan terbengkalai. “Beta (saya) tidak pernah sakit. Pakaian ini diberi teman dan warga, kebanyakan dari mereka yang kenal beta,”kata Agus.
Pdt Kevin dari Gereja Kristen Pantekosta Semarang, Jawa Tengah. Ia mengajak peserta untuk selalu bersyukur dan berharap pada Tuhan dalam situasi suka maupun duka. Tuhan tidak tinggal diam, melihat kondisi yang dialami putra putri-Nya.Pendeta Kevin dari Gereja Kristen Pantekosta Semarang, Jawa Tengah, dalam khotbah mengatakan, perayaan Natal bersama malam itu merupakan ungkapan harafiah peristiwa kelahiran Yesus di kandang Betlehem 2000 tahun silam.
“Kesederhanaan kelahiran Yesus di kandang yang kotor dan hina itu menggambarkan kondisi hidup kita saat ini. Tidak punya tempat tumpangan. Tidak mudah mendapatkan makanan dan minuman secara rutin. Hidup berpindah-pindah tempat, sulit berobat, dan mendapatkan makanan yang layak,”kata Kevin.
Ia mengajak anak–anak bersyukur dan menyandarkan pengharapan pada Sang Pencipta, dalam situasi dan kondisi apa pun.
Kopong Udak, pemilik aula di Yayasan Peduli Sesama, Penfui, Kupang, merelakan tempat untuk perayaan Natal gratis. Baginya ini bentuk hadiah Natal bagi kaum yang papa.
“Hari ini anak-anak mengenakan status pemulung, anak jalanan atau orang kurang mampu. Tetapi rencana Tuhan tidak ada yang tahu pasti. Suatu ketika diantara anak-anak ini ada yang bisa sukses di bidang tertentu. Itu sudah pasti, kalau kita tetap berharap dan berdoa pada Tuhan,”kata Kopong.