Kolaborasi pemerintah daerah, perbankan, perguruan tinggi, dan pihak swasta menjadi momentum untuk mengembalikan kejayaan minyak nilam di Aceh Jaya.
Oleh
ZULKARNAINI
ยท3 menit baca
KOMPAS/ZULKARNAINI
Petani di Kabupaten Gayo Lues memanen tanaman nilam untuk diolah menjadi minyak atsiri, (13/8/2018).
CALANG, KOMPAS โ Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Bank Indonesia Wilayah Aceh, dan PT Haldin Pacific Semesta berkolaborasi mengembangkan pengelolaan nilam mulai dari penanaman sampai pengolahan menjadi produk turunan. Intervensi bersama terhadap nilam Aceh Jaya diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dan memperbaiki kualitas sehingga menambah pendapatan petani.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Jaya Hendri Kusnadi, Sabtu (21/12/2019), menuturkan, perjanjian kerja sama itu menjadi momentum untuk mengembalikan kejayaan nilam Aceh Jaya. โPara petani akan didampingi mulai dari pemilihan bibit unggul hingga pengolahan menjadi minyak (atsiri),โ katanya.
Pada tahap awal, pengembangan dilakukan di enam kecamatan, yakni Teunom, Krueng Sabee, Darul Hikmah, Sampoiniet, Pasie Raya, dan Panga. Luas lahan 25 hektar disiapkan untuk proyek percontohan. Adapun luas lahan pertanian nilam di Aceh Jaya mencapai 238 hektar, dengan produksi 37,8 ton minyak nilam per tahun.
Hendri menyebutkan, kolaborasi antara petani, pemerintah, kampus, dan swasta akan memperbaiki tata kelola nilam. Atsiri Research Center Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) telah melakukan serangkaian penelitian melahirkan bibit unggul. Bank Indonesia Wilayah Aceh melalui dana respons sosial membantu pendanaan. Sementara PT Haldin bersedia membeli minyak nilam dengan harga minimal Rp 500.000 per kilogram.
Hendri mengatakan, minyak nilam Aceh Jaya merupakan salah satu yang terbaik di dunia karena memiliki kadar patchouli alkohol tinggi. Nilam dari Aceh Jaya banyak dijual ke luar negeri, tetapi melalui tangan-tangan agen. Selama ini, lanjutnya, petani nilam tidak punya kuasa untuk mengatur harga jual.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Unsyiah baru saja meluncurkan delapan produk berbahan baku minyak nilam. Pada 2019, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menetapkan Pusat Riset Atsiri (Atsiri Research Center) Unsyiah sebagai Pusat Unggulan Iptek Nilam di Indonesia.
โPT Haldin membeli minyak minimal Rp 500.000 per kilogram. Namun, kalau harga di pasar lebih tinggi, (PT Haldin) akan ikuti harga pasar,โ ujar Hendri.
Untuk menghasilkan minyak nilam berkualitas tinggi, pola tanam, perawatan, dan penyulingan dibenahi. Selama ini penyulingan menggunakan drum bekas, kini diganti dengan ketel berbahan besi antikarat sehingga menghasilkan minyak nilam lebih bersih.
Ketua Atsiri Research Center (ARC) Unsyiah Syaifullah Muhammad mengatakan, para peneliti di ARC mendampingi dan mentransfer pengetahuan kepada petani. Ia berharap, beberapa tahun ke depan petani nilam di Aceh Jaya mandiri.
Menurut Syaifullah, minyak nilam Aceh Jaya salah satu komoditas unggulan bagi Aceh karena nilam dari Aceh telah mendapatkan sertifikat indikasi geografis, seperti kopi Gayo dan jeruk keprok Gayo.
โKami ingin memperbaiki kualitas minyak nilam sehingga pasar dunia menghargai lebih tinggi,โ katanya.
Syaifullah menjelaskan, penyulingan yang dilakukan tim ARC dari 100 kilogram daun kering dapat menghasilkan 3,2 kilogram minyak nilam. Dengan menggunakan vakum destilasi dan pelaratan yang standar, waktu penyulingan lebih singkat dan kualitas lebih baik.
โMinyak lebih jernih, tidak mengandung karatan besi, patchouli alkohol mencapai 60-80 persen. Minyak yang kami hasilkan memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia),โ ujar Syaifullah.
Sementara penyulingan yang dilakukan oleh petani, lanjutnya, memakan waktu 8 jam dan kandungan patchouli alkohol 30 persen. โKami ingin meneruskan pengetahuan ini kepada petani supaya produk mereka lebih baik,โ ucapnya.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Mahasiswa Unsyiah melakukan penyulingan minyak nilam di laboratorium Pusat Riset Atsiri di kampus tersebut, Sabtu (29/6/2019).
Syaifullah menuturkan, nilam Aceh pernah berjaya, tetapi pada masa konflik pengelolaan tidak dilakukan dengan baik. Pada saat yang sama, banyak tanaman yang diserang penyakit. Saat itu, pengelolaan nilam Aceh dilakukan secara tradisional.
Pada 2015, ARC Unsyiah melakukan riset terhadap nilam di Aceh Jaya. Unsyiah menanam nilam di Aceh Jaya sebagai proyek percontohan. Dari serangkaian penelitian, ARC Unsyiah berhasil mengeluarkan produk turunan nilam, seperti parfum, balsem cair, lulur, cairan cuci tangan, biolotion, pengharum ruangan, dan aromaterapi.