Isu Keberadaan Harimau Pukul Pariwisata Pagar Alam
Isu keberadaan harimau sumatera memukul industri pariwisata di kawasan Dempo, Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PAGAR ALAM, KOMPAS — Isu keberadaan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) memukul industri pariwisata di kawasan Dempo, Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan. Langkah antisipasi harus segera dicari karena pariwisata menjadi salah satu penggerak ekonomi masyarakat setempat.
Kaki Gunung Dempo memiliki pemandangan menawan berselimutkan hamparan hijau kebun teh. Jelang Tahun Baru, wisatawan biasanya memasang tenda untuk menikmati keindahan alam di gunung yang berjarak sekitar 282 kilometer dari Kota Palembang ini.
Sebelum kejadian ini, Tugu Rimau menjadi titik awal pendakian ke Gunung Dempo. Namun, sejak dua bulan lalu, wisatawan dilarang mendaki melalui jalur ini. Bahkan, sejak adanya konflik satwa di kawasan Tugu Rimau, pemerintah sudah mengeluarkan larangan untuk berkemah sampai pukul 17.00.
Dinas Pariwisata Kota Pagar Alam mencatat, kunjungan wisatawan hingga pertengahan Desember sebanyak 220.000 orang. Pemerintah Kota Pagar Alam optimistis target tahun 2019, sekitar 300.000 pengunjung, dapat tercapai. Pada momen Tahun Baru, targetnya menjaring sekitar 100.000 orang.
Muhammad Ramadian, pengusaha penginapan, mengatakan, banyak calon wisatawan membatalkan kedatangannya ke Pagar Alam. Menurut pemilik 22 vila di kawasan Dempo ini, ada 130 calon wisatawan membatalkan pemesanan tempat, setidaknya sejak sebulan terakhir.
Umumnya, ujar Ramadian, mereka adalah karyawan perusahaan yang hendak merayakan malam pergantian tahun bersama-sama. Akibatnya, potensi kunjungan wisatawan di tempat yang ia kelola diperkirakan turun hingga 80 persen.
”Biasanya, sejak akhir November, pemesanan penginapan sudah penuh,” kata Ramadian yang berpotensi kehilangan Rp 180 juta saat musim libur seperti ini, Sabtu (21/12/2019).
Untuk menutupi kerugian, Ramadian terpaksa merumahkan empat pegawainya. ”Apabila kondisi ini terus berlanjut, saya terpaksa harus memberhentikan karyawan lebih banyak lagi,” ujarnya.
Ke depan, Ramadian berharap, Pemerintah Kota Pagar Alam segera mengambil langkah cepat mengatasi hal ini. ”Kami juga berharap, pemerintah memberikan keringanan pajak. Banyak pelaku usaha terpukul dan merugi,” lanjutnya.
Apabila kondisi ini terus berlanjut, saya terpaksa harus memberhentikan karyawan lebih banyak lagi.
Adi (38), penjual bakso di kawasan Tugu Rimau, menuturkan, tingkat kunjungan di Tugu Rimau turun drastis setelah munculnya isu konflik manusia dengan harimau. ”Tahun lalu, 10 hari jelang Tahun Baru, wisatawan sudah datang. Saking padatnya, mobil harus mengantre hingga ke jalan. Sekarang jauh lebih lengang,” ucapnya.
Wali Kota Pagar Alam Alpian Maskoni mengatakan, potensi keuntungan dari pariwisata di Pagar Alam anjlok hingga 50 persen. ”Padahal, momen Tahun Baru paling banyak menarik wisatawan,” lanjutnya.
Untuk menanggulangi isu yang terus berkembang ini, ujar Alpian, pihaknya akan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang konflik ini. Meski terjadi di sekitar Tugu Rimau yang berbatasan dengan kawasan Bukit Dingin, wilayah lainnya aman untuk dikunjungi.
Bahkan, Alpian mengatakan, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumsel sudah memastikan kawasan Bukit Dingin aman dan tidak terdeteksi lagi keberadaan harimau. Ke depan, dia akan mengundang beragam komunitas untuk mengajak wisatawan kembali ke Pagar Alam.