Sebagian Kasus Kenakalan Remaja Dipicu Media Sosial
Sebanyak 101 anak di Kota Surabaya, Jawa Timur, yang putus sekolah serta terlibat tawuran dan kenakalan remaja lainnya, diminta membuat surat pernyataan. Sebagian kasus terjadi akibat pengaruh media sosial.
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Sebanyak 101 anak di Kota Surabaya, Jawa Timur, yang putus sekolah serta terlibat tawuran dan kenakalan remaja lainnya, diminta meminta maaf kepada orangtua serta berjanji tak mengulangi perbuatannya. Sebagian remaja terlibat kenakalan akibat pengaruh media sosial.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Jumat (20/12/2019), di Surabaya, mengatakan, sebagian besar anak-anak yang terjaring razia kenakalan remaja disebabkan ajakan temannya. Mereka diajak ikut tawuran melalui media sosial. ”Pemicunya ada yang karena membuat status di media sosial sehingga ada pihak yang tidak terima,” ujarnya.
Penyebab lainnya yakni ada hasutan bahwa sekolahnya akan diserang oleh pihak lain. Anak-anak itu kemudian menyerang kelompok yang dikabarkan akan menyerang. Alasan lain biasanya merupakan alasan pribadi.
Kepada anak-anak tersebut, Risma meminta mereka agar meminta maaf kepada orangtuanya. Mereka juga harus menulis surat berisi pernyataan tidak mengulangi perbuatannya lagi. Perbuatan mereka dinilai bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. ”Kenakalan remaja bisa merembet ke masalah hukum,” katanya.
Selain itu, Risma juga mengingatkan anak-anak tersebut untuk berhati-hati menggunakan media sosial. Jangan sampai bergabung dengan grup media sosial yang sering mengajak melakukan tindakan kurang baik.
Bahkan, menurut Risma, beberapa grup media sosial diketahui juga disusupi orang yang menjual senjata. Anak-anak yang ikut grup diminta untuk membeli senjata tersebut ketika ingin tawuran. ”Orangtua sudah bekerja keras untuk mencari uang demi sekolah. Jangan sampai disia-siakan kesempatan itu,” katanya.
Risma mengatakan, beberapa anak dari keluarga kurang mampu diberikan beasiswa sampai ke tingkat perguruan tinggi. Mereka diharapkan bisa memperbaiki keuangan keluarga dari pekerjaan yang lebih baik dibandingkan dengan orangtuanya.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan, dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya Chandra Oratmangun mengatakan, satpol PP, Linmas, dan kepolisian rutin melakukan patroli untuk mencegah tawuran. Jika terjaring, anak-anak itu harus dijemput oleh orangtuanya masing-masing.
Selama empat bulan terakhir, terdapat 101 anak terjaring razia kenakalan remaja. Mayoritas adalah siswa SD, SMP, SMA, dan SMK meski beberapa ada yang putus sekolah. Anak-anak putus sekolah akan difasilitasi agar bisa kembali bersekolah.
”Setelah terjaring, kami melakukan penjangkauan dan kunjungan ke rumah. Anak-anak itu diberi motivasi oleh psikolog dengan melibatkan orangtua karena mayoritas anak-anak itu kurang mendapat perhatian dari orangtua,” ujarnya.