Marlina (41), ibu dari Desa Solowe, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, kini punya bekal untuk membangun rumah aman atau tahan gempa.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
SIGI, KOMPAS — Marlina (41), ibu dari Desa Solowe, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, kini punya bekal untuk membangun rumah aman atau tahan gempa. Ia dengan rinci mengetahui komposisi campuran, fondasi, dan konstruksi dari elemen rumah yang aman bagi penghuni rumah.
Di depan sejumlah pejabat dan peserta acara pencanangan Ibu Pelopor Rekonstruksi, ibu lima anak itu, yang menyampaikan testimoni atas keterlibatannya dalam pelatihan konstruksi aman gempa, tanpa ragu menyebutkan tujuh kriteria rumah tahan gempa.
Selama ini kami tidak tahu apa-apa rumah aman atau tahan gempa. Kini kami pegang tujuh prinsip tersebut. Untuk bangun fondasi yang kuat dan benar, harus pakai besi 10 sentimeter ditambah 1 takaran semen, 2 takaran pasir, dan 1 takaran kerikil.
Kriterianya antara lain berdiskusi dengan ahli bangunan, bangun di lokasi aman, serta model rumah persegi dan sederhana. Prinsip lainnya, membangun fondasi yang kuat dan benar, menggunakan material bermutu dan aman, menggunakan dinding kuda-kuda yang ringan, serta mengikat sambungan (kayu dan besi) dengan kuat.
”Selama ini, kami tidak tahu apa-apa rumah aman atau tahan gempa. Kini kami pegang tujuh prinsip tersebut. Untuk bangun fondasi yang kuat dan benar, harus pakai besi 10 sentimeter ditambah 1 takaran semen, 2 takaran pasir, dan 1 takaran kerikil,” ujarnya di Desa Kotapulu, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi, Kamis (19/12/2019).
Marlina sadar, dirinya bersama dengan anak-anak adalah orang yang lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah. Untuk itu, ia harus tahu dan memastikan rumah aman atau tahan gempa. ”Apa yang kami dapat melalui pelatihan adalah perubahan besar. Tidak hanya laki-laki yang tahu tentang bangun rumah yang aman, tetapi juga perempuan,” ucapnya.
Marlina adalah satu dari 150 perempuan dari lima desa/kelurahan di Sigi, Kota Palu, dan Kabupaten Donggala yang pada 5-6 Desember 2019 dilatih untuk mengenal konstruksi aman gempa. Kegiatan itu dilaksanakan di tiga lokasi di Kabupaten Sigi dan Kota Palu.
Kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Ibu Nasional pada 22 Desember itu difasilitasi 23 lembaga swadaya masyarakat dan yayasan yang terlibat dalam penanganan pascagempa, tsunami, dan likuefaksi di Sulteng, antara lain Palang Merah Indonesia, Wahana Visi Indonesia, Catholic Relief Service, serta Adventist Development and Relief Agency.
Gempa diikuti tsunami dan likuefaksi melanda Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala pada 28 September 2018. Tak kurang dari 4.800 orang meninggal akibat bencana itu. Rumah dan bangunan rusak mencapai 110.000 unit.
Saat ini, penanganan bencana memasuki tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, termasuk pembangunan rumah rusak. Penyintas yang rumahnya rusak berat, sedang, dan ringan serta tak berada di zona terlarang mulai membangun rumah dengan bantuan dana stimulan dari pemerintah.
Penyintas yang rumahnya rusak berat atau hilang dan dinyatakan zona terlarang untuk pembangunan hunian baru direlokasi ke lahan yang aman. Rumah mereka dibangun pemerintah dan sejumlah pihak swasta atau yayasan.
Rumah Marlina rusak parah. Lantainya terbongkar, dindingnya retak dan sebagian runtuh. Tak ada yang terluka saat gempa terjadi.
Rumah tersebut masuk kategori rusak berat berdasarkan pendataan untuk penerima dana stimulan. Ia belum mendapatkan dana stimulan, tetapi sudah memasukkan data untuk tahap kedua. Saat ini tengah berlangsung pembangunan rumah dengan dana stimulan tahap pertama.
Pascagempa, ia bersama empat anggota keluarganya tinggal di pondok di kebun. Ia tak berani tinggal di rumah yang rusak parah tersebut. Ia menuturkan, dirinya akan aktif mengontrol tukang saat rumahnya dibangun nanti. ”Saya sudah punya bekal pengetahuan sedikit soal rumah aman gempa. Ini nanti yang saya terapkan,” ucapnya.
Rukmini Toheke, ketua panitia kegiatan, menyatakan, dengan pelatihan konstruksi, para ibu kini memiliki alat bantu dan akses untuk membangun rumah aman gempa. Mereka bisa mengontrol pekerjaan konstruksi rumah agar rumah itu melindungi anggota keluarga.
Kami berharap ini betul-betul diaplikasikan dalam pembangunan rumah. Bukan gempa yang mematikan, tetapi bangunan yang tak aman gempa yang membunuh penghuni rumah.
Asisten Bidang Politik dan Keamanan Sekretariat Daerah Provinsi Sulteng Faisal Mang menyatakan, rumah tahan gempa menjadi kebutuhan untuk Sulteng yang rawan gempa. ”Kami berharap ini betul-betul diaplikasikan dalam pembangunan rumah. Bukan gempa yang mematikan, tetapi bangunan yang tak aman gempa yang membunuh penghuni rumah,” ujarnya.
Sekretaris Daerah Kabupaten Sigi Muh Basir menyebutkan, pelatihan serupa masih bisa dikembangkan agar lebih banyak ibu atau perempuan umumnya memiliki akses informasi terkait rumah aman gempa. Pihaknya mencoba mencari sumber pendanaan dan berkoordinasi dengan lembaga swadaya masyarakat atau yayasan yang saat ini membantu pemerintah dalam rehabilitasi dan rekonstruksi.
Berdasarkan tes setelah pelatihan kepada peserta, kata Koordinator Subkluster Shelter Sulteng Erwin Sulaksono, hasilnya positif. Para ibu bisa menjelaskan dan mempraktikkan dengan baik materi yang diberikan, misalnya menyambung besi dan membuat campuran. ”Ruang untuk mengetahui konstruksi aman atau tahan gempa harus dibuka lebar karena kerentanan kita terhadap gempa,” lanjutnya.