Eceng Gondok Bantu Tingkatkan Kualitas Bunyi Ruangan
Departemen Arsitektur Universitas Diponegoro mengembangkan keramik heksagonal yang pembuatannya memanfaatkan tanaman eceng gondok. Keramik yang dipasang di dinding itu menyerap dan melepaskan bunyi dengan optimal.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Departemen Arsitektur Universitas Diponegoro Semarang mengembangkan keramik heksagonal yang pembuatannya memanfaatkan tanaman eceng gondok. Keramik yang dipasang di dinding itu menyerap dan melepaskan bunyi dengan optimal sehingga ruangan tak cacat akustik.
Inovasi keramik eceng gondok heksagonal itu turut mengantarkan Erni Setyowati sebagai Guru Besar Bidang Sistem dan Teknologi Bangunan, Fakultas Teknik Undip, Selasa (17/12/2019), di kampus Undip, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Erni mengatakan, eceng gondok, yang dijadikan serbuk, menjadi variabel biomassa untuk kemudian dicampur bahan-bahan pembuatan keramik seperti felspar (mineral) dan tanah lempung. “Saat pembakaran, eceng gondoknya akan hilang, tetapi membentuk poros keramik, seperti berpori. Ini material yang baik untuk akustik,” kata Erni.
Keramik itu, lanjut Erni, mengombinasikan antara penyerapan dan pelepasan suara ke luar dengan optimal. Ada resonator untuk menyerap bunyi. Di sisi lain, susunan keramik tidak rata, yakni ada yang menonjol dan ada yang cekung ke dalam, membuat suara akan terlepas.
Saat pembakaran, eceng gondoknya akan hilang, tetapi membentuk poros keramik, seperti berpori. Ini material yang baik untuk akustik
Susunan keramik tersebut telah terpasang di dinding bagian belakang auditorium Prof Soedarto Undip. Hal itu membuat reverberation time (waktu dengung) telah memenuhi standar yakni berkisar 0,9-0,95 detik. Sebelumnya, waktu dengung berkisar 1,8-1,9 detik dan dinilai cacat akustik.
“Waktu dengung yang ideal ini penting karena apabila satu ruangan cacat akustik, suara orang berpidato tak terdengar jelas. Padahal, yang disampaikan itu bagian dari transfer ilmu dalam pendidikan. Sudah seharusnya ilmu itu diterima dengan baik dan jelas,” ujar Erni.
Adapun pemanfaatan eceng gondok seluas 50 meter persegi dari Danau Rawa Pening turut membantu petani. “Eceng gondok harus diambil karena jika dibiarkan maka akan menyebabkan pendangkalan. Jadi, bermanfaat untuk petani, juga untuk material yang dihasilkan,” katanya.
Ia menambahkan, paten keramik eceng gondok heksagonal juga telah diproses didaftarkan di Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM. Saat ini, tinggal menunggu terdaftar.
Guru Besar Bidang Sistem dan Teknologi Bangunan Universitas Diponegoro, Erni Setyowati, di Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (16/12/2019).Tingkat kebisingan
Erni juga membahas penelitiannya tentang tingkat bising di klaster pemukiman dekat terminal lama Bandara Ahmad Yani yang mencapai 90 desibel (dB). Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup KEP-48/MENLH/11/1996, baku tingkat bising di perumahan dan pemukiman ialah 55 dB.
Penelitian pun akan dikembangkan di sekitar terminal baru Bandara Ahmad Yani. “Ini penting untuk penataan kota. Ke depan, rencana induk harus memerhatikan aspek akustik lingkungan. Jangan sampai ada rumah yang menghadap ke landas pacu, tetapi harus membelakangi,” ujarnya.
Dekan Fakultas Teknik (FT) Undip, M Agung Wibowo, menuturkan, Erni merupakan guru besar ke-32 di FT Undip. Apa yang telah dilakukan Eri, seperti hilirisasi produk, diharapkan memacu para dosen FT lainnya, untuk terus melakukan riset dan inovasi yang mengedepankan keunikan.
Hal tersebut akan memberi manfaat tak hanya bagi mahasiswa tetapi masyarakat. “Seperti teknologi dalam bidang akustik. Selain Departemen Arsitektur juga mulai mengangkat (konsep) green building (bangunan hijau) yang memerhatikan betul aspek lingkungan,” kata Agung.
Daya saing
Selain Erni, pada Selasa, dosen Fakultas Hukum Undip, Pujiyono, diangkat sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Pidana. Ia membacakan pidato berjudul “Pembaruan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Melalui Pendekatan Restoratif Justice dalam Model Dual Track System Selective”.
Rektor Undip Yos Johan Utama mengatakan, peningkatan jumlah guru besar antara lain juga untuk meningkatkan daya saing. “Kami mesti siap siaga menghadapi revolusi industri 4.0. Pembelajaran dengan teknologi jarak jauh (MOOCs) akan berkembang. Kita akan hadapi itu,” katanya.
Dengan tambahan 32 guru besar pada 2019, Undip saat ini memiliki 138 guru besar aktif. Yos menuturkan, pihaknya bersyukur dengan penambahan guru besar, tetapi masih perlu dioptimalkan. Sebab, angka tersebut masih di bawah 10 persen dari total dosen tetap yang 1.580 orang.