Tiga Orangutan Hasil Repatriasi dari Thailand Tinggal di Rumah Baru
Jelang akhir tahun, 11 orangutan dilepasliarkan ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Tiga di antaranya merupakan orangutan hasil repatriasi dari Thailand.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Jelang akhir tahun 2019, sebanyak 11 orangutan (Pongo pygmaeus) dilepasliarkan ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Tiga di antaranya adalah orangutan hasil repatriasi dari Thailand beberapa tahun lalu.
Pelepasliaran dilakukan dalam dua tahap. Lima orangutan dilepasliarkan pada Jumat (13/12/2019). Sedangkan enam orangutan lainnya dilepasliarkan dua hari kemudian.
Tim yang melepasliarkan merupakan gabungan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng, Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS), USAID-Lestari, dan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR). Mereka membutuhkan waktu 20 jam untuk membawa orangutan tersebut ke lokasi pelepasliaran. Melewati Sungai Hiran, Kabupaten Katingan, hingga menyusuri jalan-jalan perusahaan kayu sebelum sampai di kaki pegunungan Schwaner.
CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite mengungkapkan, orangutan yang dilepasliarkan merupakan hasil rehabilitasi dan reintroduksi di Nyaru Menteng, Kota Palangkaraya, Kalteng. Sebagian lagi merupakan orangutan hasil translokasi atau pemindahan dari habitat baru.
”Kami melakukan proses rehabilitasi intensif dan pelepasliaran sebagai jawaban untuk melestarikan orangutan dan habitatnya. Begitu ada orangutan lulus proses rehabilitasi, kami segera siapkan untuk dilepasliarkan,” kata Jamartin di Palangkaraya, Minggu (15/12/2019).
Sampai saat ini, lanjut Jamartin, pihaknya sudah melepasliarkan 163 orangutan hasil rehabilitasi dan reintroduksi ke TNBBBR sejak yang pertama kali, yakni tahun 2016. Kali ini, bahkan tiga orangutan repatriasi Pemerintah Indonesia dari Thailand pada 2008 dan 2015 ikut dilepasliarkan. Mereka bernama Suja, Warna, dan Malee.
Kami melakukan proses rehabilitasi intensif dan pelepasliaran sebagai jawaban untuk melestarikan orangutan dan habitatnya. Begitu ada orangutan lulus proses rehabilitasi, kami segera siapkan untuk dilepasliarkan. (Jamartin Sihite)
”Membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk membuat mereka kembali ke sifat liarnya, minimal lima sampai enam tahun, kadang bisa juga lebih,” ungkap Sihite.
Sihite menjelaskan, tiga orangutan hasil repatriasi sudah melewati masa rehabilitasi dan reintroduksi di Kalteng. Suja memiliki waktu yang lebih lama karena sejak bayi ia sudah diselundupkan ke Thailand untuk menjadi hewan sirkus.
Kepala BKSDA Kalteng Adi Gunawan mengatakan, dengan kembalinya ke hutan bebas, artinya masih ada harapan orangutan hasil selundupan bisa hidup kembali dan membangun populasi orangutan yang sudah sangat terancam punah kembali besar.
”Kami senang sekali bisa mengembalikan orangutan yang jadi korban perdagangan ini ke rumah yang baru,” ujarnya.
Adib mengungkapkan, pengembalian orangutan ke hutan merupakan bagian dari pelestarian lingkungan hidup, juga melengkapi ekosistem hutan. Hadirnya orangutan di hutan membawa dampak yang sangat positif untuk menjaga keanekaragaman hayati lainnya.
Kepala Balai TNBBBR Kalteng-Kalimantan Barat Agung Nugroho menjamin keamanan orangutan, juga semua satwa liar dilindungi, yang ada di kawasannya. Selain berpatroli, mereka juga bekerja sama dengan masyarakat untuk menjaga kawasannya agar tidak rusak.
”Kami berharap upaya ini membantu para orangutan berkembang biak dengan baik dan bisa menambah populasi di sana,” ungkap Agung.
Agung menambahkan, sejak 2016 setidaknya terdapat dua orangutan yang sudah melahirkan alami di lokasi pelepasliaran. ”Kami siap jadi benteng keanekaragaman hayati,” ujarnya.