Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat bersama pemerintah kabupaten/kota di provinsi itu perlu membenahi data dan informasi sektor unggulan yang dinilai menunjang investasi.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat bersama pemerintah kabupaten/kota di provinsi itu perlu membenahi data dan informasi sektor unggulan yang dinilai menunjang investasi. Melalui data dan informasi yang akurat, pemerintah daerah bisa berkomunikasi dan mengarahkan investasi agar tepat sasaran.
”Yang penting dalam investasi adalah speaking dan listening. Maksudnya, selain berbicara dan mengundang investor menanamkan investasi, perlu juga mendengar apa yang diinginkan investor. Apakah antara data dan informasi yang diperoleh ada kesesuaiannya dengan kondisi riil di lapangan,” ujar Deputi Bank Indonesia (BI) Wilayah NTB Wahyu Ari Wibowo, Rabu (11/12/2019), di Mataram saat acara peluncuran Tim Promosi Ekonomi Daerah (TPED) NTB.
Menurut Wahyu, instansi di jajaran Pemprov NTB sudah memiliki basis data sektoral, tetapi harus dibenahi karena masih ”kasar” dan belum rinci. Misalnya bidang perkebunan, tidak sekadar luasan areal, jumlah petani, dan produknya, tetapi bagaimana suplainya, ke mana dipasarkan, siapa pembelinya, berapa kebutuhan untuk lokal, berapa jumlah tenaga kerja, dan lainnya.
Data itu harus dilengkapi data fiskal, data kondisi, seperti jumlah dunia usaha; serta data rumah tangga, seperti tenaga kerja, usia tenaga, dan lainnya. Selain itu, juga butuh data eksternal berupa potensi unggulan daerah, seperti data pertanian dan pariwisata. Dengan demikian, investor memiliki informasi yang jelas sebelum memutuskan untuk berinvestasi.
Sebelumnya, Kepala Perwakilan Bank Indonesia NTB Achris Sarwani dalam pra-acara peluncuran TPED mengatakan, masuknya investasi di daerah sangat diperlukan karena Pemprov NTB tidak mampu menjawab kebutuhan pembangunan dengan anggaran yang terbatas. Oleh karena itu, NTB harus memacu pertumbuhan ekonomi melalui sektor unggulan NTB, yakni sektor pertanian dan pariwisata.
NTB harus memacu pertumbuhan ekonomi melalui sektor unggulan NTB, yakni sektor pertanian dan pariwisata.
Saat ini, pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan kedua tahun ini berkisar 2,4 persen-2,5 persen. Sementara pertumbuhan konsumsi rumah tangga 2,4 persen-2,5 persen, atau lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5 persen.
NTB membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. ”Artinya, dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, pengentasan warga dari kemiskinan lebih cepat, konsumsi masyarakat naik, dan penciptaan lapangan kerja lebih luas,” ucap Wahyu Ari Wibowo.
Kepala Bappeda NTB Wedha Magma Ardi mengatakan, NTB memiliki sektor unggulan, yakni sektor pertanian dan pariwisata. Ke depan, tugas TPED diharapkan dapat meningkatkan komunikasi dengan investor lewat data dan informasi yang lengkap di daerah serta mendayagunakan seluruh potensi yang ada agar mampu bersaing dan daerah lain.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik NTB I Putu Gede Aryadi mengatakan, sejauh ini data sektoral dinas/instansi masih kurang akurat. Ia memberi contoh instansi yang mengurus penanggulangan kemiskinan. Angka kemiskinan yang dikeluarkan tahun 2018 sama jumlahnya dengan angka kemiskinan tiga tahun lalu.
Data kemiskinan semakin rancu karena Bulog, dinas sosial dan dinas pemberdayaan masyarakat desa yang sama-sama mengurus penanggulangan kemiskinan mengeluarkan data yang berbeda.
Bahkan, ada data yang menjadi urusan dinas tidak lengkap. Gede Aryadi memberi contoh data badan usaha milik desa (BUMDes). ”Jumlahnya ada, tetapi ketika saya tanyakan profil BUMDes mereka tidak punya,” ujarnya.
Begitu pun soal produksi tembakau. Produksi tembakau yang ditampung oleh sejumlah perusahaan hanya sebesar 20.000 ton. Itu pun merupakan petani binaan perusahaan. Banyak hasil panen petani yang menanam tembakau secara swadaya tidak bisa ditampung perusahaan karena data yang rancu. Petani pun protes.
”Persoalan-persoalan itu mestinya sampai ke instansi di atasnya, terlebih lagi instansi itu memiliki petugas penyuluh lapangan yang mengetahui persis luas areal, produksi, dan lainnya. Namun, data dan informasi itu tidak dilaporkan ke dinas di atasnya,” tutur Gede Aryadi.