Penangkapan Penyu di Perairan Sulteng Terus Terjadi
Penangkapan atau perburuan penyu masih terus terjadi di perairan Provinsi Sulawesi Tengah. Pengawasan dan sosialisasi kepada masyarakat pesisir perlu ditingkatkan.
Oleh
VIDLIS JEMALI
·3 menit baca
DONGGALA, KOMPAS — Penangkapan atau perburuan penyu masih terus terjadi di perairan Provinsi Sulawesi Tengah. Pengawasan dan sosialisasi kepada masyarakat pesisir perlu ditingkatkan.
Penangkapan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) diungkap tim patroli Direktorat Kepolisian Air dan Udara (Ditpolairud) Kepolisian Daerah Sulteng seminggu lalu di perairan Kabupaten Banggai Kepulauan. Sebanyak 23 ekor penyu sisik disita dari tersangka RL (50) yang sedang melego perahunya di laut.
Tersangka kini ditahan di markas Ditpolairud Polda Sulteng di Kelurahan Wani, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala. Tersangka diancam hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta seturut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
”Kami mendapatkan informasi bahwa ada yang mengangkut penyu dengan perahunya. Berdasarkan banyaknya penyu yang disita, tersangka diduga pengepul. Ini yang nanti akan didalami lagi,” kata Direktur Polairud Polda Sulteng Komisaris Besar Indra Rathana di Kelurahan Wani, Kecamatan Tanantovea, Donggala, setelah melepasliarkan 21 ekor penyu sisik di perairan Tanjung Karang, Donggala, Sulteng, Selasa (10/12/2019).
”Kami mendapatkan informasi bahwa ada yang mengangkut penyu dengan perahunya. Berdasarkan banyaknya penyu yang disita, tersangka diduga pengepul. Ini yang nanti akan didalami lagi,” kata Indra Rathana.
Turut hadir dalam kegiatan itu Wakil Kepala Polda Sulteng Brigadir Jenderal (Pol) Nurwindiyanto serta Kepala Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng Agus Sudaryanto.
Penyu sisik tersebut diperkirakan berumur 20 tahun. Bobotnya masing-masing 10 kilogram per ekor. Dari 23 ekor yang disita, dua ekor di antaranya mati dalam perjalanan laut dari Banggai Laut ke Donggala.
Nurwindiyanto menyatakan, penangkapan penyu sisik yang berawal dari laporan masyarakat tersebut patut diapresiasi. Ini bentuk keterlibatan masyarakat dalam melindungi biota atau satwa laut yang dilindungi. Penyu sisik dan berbagai jenis penyu lainnya, seperti penyu hijau (Chelonia mydas), dilindungi undang-undang.
Dalam daftar merah Badan Konservasi Dunia (IUCN), status penyu sisik sangat terancam punah, sedangkan penyu hijau terancam punah.
Ia menyatakan, penyu tersebut diduga untuk dikonsumsi. Itu karena belum terlihat di pasar-pasar jual-beli cangkang penyu yang biasanya diproses untuk perhiasan.
Nurwindiyanto mengingatkan, perairan Sulteng sangat terbuka. Kondisi itu rawan dengan kejahatan, baik penangkapan ikan secara destruktif (penggunaan bom atau pupuk) maupun penangkapan biota laut yang dilindungi.
”Kondisi ini membuat kami harus bersinergi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam pengawasan,” katanya.
Penangkapan penyu bukan kali ini terjadi. Pada awal Februari 2019, tim Direktorat Polairud Polda Sulteng menyita dari warga di Pagimana, Kabupaten Tojo Una-Una, 13 ekor penyu hijau. Penyu tersebut ditangkap di perairan Banggai Laut.
Tiga titik rawan
Agus mengatakan, perburuan atau penangkapan penyu marak terjadi, terutama di tiga titik rawan yang telah dipetakan, yakni perairan Kabupaten Morowali, Banggai Laut, dan Banggai Kepulauan. Jenis yang diburu penyu sisik dan penyu hijau, dua jenis penyu yang paling banyak menjelajahi perairan Sulteng.
Agus menyebutkan, pihaknya akan memperkuat pengawasan di pos-pos pengawasan di titik-titik rawan tersebut. Patroli bersama pun akan ditingkatkan.
Selain itu, lanjut Agus, sosialisasi kepada masyarakat juga digencarkan. Salah satu kampanye baru ke depan, selain penyadaran bahwa penyu dilindungi undang-undang, konsumsi penyu dalam rentang waktu lama bisa menimbulkan efek negatif pada kesehatan, yakni kanker kulit.
”Ini pengetahuan baru. Jadi, kami akan sampaikan ini kepada masyarakat pesisir di titik-titik rawan, seperti Banggai Kepulauan, Banggai Laut, dan Morowali,” ujarnya.
Ia menambahkan, pihakya telah membentuk kelompok masyarakat yang terlibat dalam penangkaran penyu. Hal tersebut dilakukan di Pulau Pasoso, Kecamatan Balaesang, Donggala dan Kecamatan Ogotua, Kabupaten Tolitoli. Tak menyebutkan jumlah, banyak tukik berhasil ditetaskan dan dilepasliarkan ke perairan di dua penangkaran tersebut.