Hindari Konflik dengan Harimau, Petani Pagar Alam Dievakuasi
Petani kopi di kawasan hutan lindung di bawah naungan Kesatuan Pengelolaan Hutan Kikim Pasemah dan Dempo, Sumatera Selatan dievakuasi. Hal itu untuk mengurangi risiko konflik antara harimau sumatera dan manusia.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PAGAR ALAM, KOMPAS -- Petani kopi yang beraktivitas di kawasan Hutan Lindung di bawah naungan Kesatuan Pengelolaan Hutan Kikim Pasemah dan Dempo, Sumatera Selatan sudah dievakuasi. Hal itu menyusul serangkaian konflik antara harimau sumatera dan manusia yang mendatangkan trauma.
Proses evakuasi sudah dilakukan sejak Sabtu (7/12). Tujuannya untuk mencegah konflik lanjutan di kawasan hutan lindung atau di daerah yang berbatasan dengan Area Penggunaan Lain (APL).
Pengendali Ekosistem Hutan dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumsel Wahid Nuruddin Senin (9/12/2019) menuturkan, evakuasi dilakukan setelah konflik tersebut merenggut korban jiwa di kawasan Tebat Benawa, Kecamatan Dempo Selatan, Kamis (5/12).
Proses evakuasi dilakukan tim dari BKSDA Sumsel dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang menaungi hutan lindung tersebut. Wahid menuturkan, petani yang dievakuasi adalah para penggarap lahan kopi di kawasan APL dan hutan lindung.
"Sebagian besar yang masih beraktivitas di hutan lindung adalah warga pendatang. Sementara warga lokal sudah meninggalkan kebunnya lebih dulu," katanya.
Wahid menuturkan, serangkaian konflik antara manusia dengan harimau sumatera juga menimbulkan trauma pada warga. Setelah konflik di Pulau Panas, Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, Kabupaten Lahat yang menewaskan Kuswanto, seorang petani kopi, banyak laporan warga yang mengaku melihat harimau di kebun kopinya. Laporan itu muncul setelah melihat jejak satwa liar.
Namun, setelah dicek, kebanyakan jejak itu bukan harimau, melainkan sekelompok satwa lain seperti kerbau, babi, dan anjing. Menurut dia, harimau sangat jarang berjalan dalam kelompok besar.
Walau demikian, warga harus tetap berhati-hati karena hutan lindung tersebut merupakan kantong dari harimau sumatera. "Hanya saja kami belum mengetahui pasti berapa populasi di tempat tersebut,"katanya.
Selain itu, pihaknya juga mengimbau warga untuk tidak ke kebun sendirian. Kalaupun harus ke kebun, sebaiknya dilakukan pada rentang waktu 09.00 WIB-17.00 WIB. "Pada waktu-waktu tersebut, aktivitas harimau berkurang," tuturnya.
Harimau biasanya beraktivitas di malam hari. Itulah sebabnya, warga tidak boleh menginap karena akan sangat berisiko. Biasanya, yang menginap di hutan adalah warga pendatang yang rumahnya jauh.
Kepala KPH Dempo Ardiansyah Fitri memastikan tidak ada lagi petani yang beraktivitas di hutan lindung. Apalagi, telah ada instruksi resmi dari Pemerintah Kota Pagar Alam.
Ardiansyah mengungkapkan, sejak awal, pihaknya sudah melarang aktivitas di dalam hutan lindung. "Kami sudah memasang plang, tetapi tetap saja masih ada yang beraktivitas di dalam hutan lindung," ungkapnya.
Ardiansyah mengakui, konflik antara satwa dengan manusia merupakan buntut perambahan kawasan hutan menjadi kebun kopi. Aktivitas ini sudah berlangsung selama tiga generasi bahkan sebelum Kota Pagar Alam terbentuk. "Perambahan tersebut masuk ke habitat harimau," katanya.
Aktivitas perambahan sudah berlangsung sejak lama, tetapi itu tidak terpantau karena keterbatasan sumber daya. "Petani merambah kawasan yang sulit diakses oleh petugas," ucapnya.
Ardiansyah mengatakan, pihaknya belum bisa melakukan penegakan hukum untuk saat ini karena kondisi masyarakat yang masih mengalami trauma. "Kami berharap kejadian ini bisa menjadi pelajaran berharga agar tidak ada lagi perambahan di dalam hutan lindung," katanya.