Pendistribusian pupuk bersubsidi saat ini masih memiliki permasalahan sangat mendasar. Permasalahan itu yakni keterlambatan distribusi hingga kelangkaan pupuk.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·3 menit baca
SOLO, KOMPAS – Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menilai distribusi pupuk bersubsidi masih memiliki permasalahan fundamental. Permasalahan itu yakni keterlambatan distribusi hingga kelangkaan pupuk. Untuk itu diperlukan pengawasan ketat.
Hal itu disampaikan Agus Suparmanto pada acara Musyawarah Nasional Pertama Asosiasi Distributor Pupuk Indonesia di Solo, Jawa Tengah, Kamis (5/12/2019) malam.
“Distribusi pupuk bersubsidi masih memiliki beberapa masalah mendasar. Antara lain keterlambatan distribusi, kesalahan pengiriman, bahkan kelangkaan pupuk yang apabila tidak ditangani secara cepat, dapat berakibat gagalnya program prioritas pemerintah meningkatkan produksi pangan,” ujarnya.
Agus mengingatkan, pupuk bukan komoditas barang dagang. Dalam penyaluran pupuk, terdapat dana subsidi yang besar. Pada tahun 2014, nilai subsidi pupuk sebesar Rp 1,2 triliun. Adapun pada 2019, nilai subsidi pupuk mencapai Rp 29,5 triliun.
Menurut Agus, butuh pengawasan ketat dan peran seluruh pemangku kepentingan termasuk para distributor untuk bersama-sama menjaga ketersediaan stok pupuk di petani. Prinsip-prinsip 6T mesti ditaati, yaitu tepat jenis, tepat harga, tepat jumlah, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu.
Agus mengatakan, pupuk memiliki peran strategis dalam mendukung sektor pertanian, khususnya dalam upaya peningkatan produksi guna menjaga ketahanan pangan nasional. Melihat masih banyaknya persoalan distribusi pupuk bersubsidi, Kementerian Perdagangan akan terus mengevaluasi implementasi kebijakan di lapangan.
“Peran Asosiasi Distributor Pupuk Indonesia selaku wadah bagi pelaku distribusi pupuk sangat diharapkan dalam menjaga ketersediaan pupuk bagi petani,” katanya. Pemerintah juga akan memastikan ketersediaan pupuk mulai dari produsen, distributor sampai ke pengecer.
Direktur Pemasaran PT Pupuk Indonesia Achmad Tossin Sutawikara mengakui, saat ini masih ada kesan bahwa pupuk bersubsidi tidak disalurkan sesuai peruntukan. Hal ini menjadi tantangan bagi produsen, distributor, hingga pengecer.
Meski demikian, dia mengklaim, penyaluran pupuk bersubsidi sudah dilakukan sesuai ketentuan. Untuk mencegah munculnya permasalahan distribusi pupuk bersubsidi, pihaknya melakukan backup dengan menerapkan sistem informasi niaga (siaga).
“Dengan ini (Siaga) sudah tidak memungkinkan lagi ada barang-barang keluar dari jalur yang diperuntukkan. Tapi, sekali lagi, penyebabnya adalah karena kebutuhan itu lebih besar daripada barang yang disediakan, mau tidak mau akan muncul permasalahan itu,” katanya.
Menurut Achmad, alokasi pupuk bersubsidi terus menurun. Pada 2020, alokasi pupuk bersubsidi sebanyak 7,9 juta ton. Jumlah ini menurun dari alokasi pupuk bersubsidi pada 2019 sebanyak 8,8 juta ton. Adapun pada 2018 mencapai 9,5 juta ton.
Meskipun alokasi pupuk bersubsidi turun, produksi pupuk secara nasional tidak berkurang, yaitu total mencapai 13 juta ton. Produksi itu cukup memenuhi kebutuhan nasional. “Yang jelas produksi cukup, demikian juga pendistribusian juga cukup. Kalau seandainya pemerintah menambah lagi alokasi (pupuk bersubsidi), barang itu ada,” ujarnya.
Untuk menghadapi masa tanam 2020, Achmad mengatakan, telah menyiapkan stok pupuk di gudang-gudang. Selain pupuk bersubsidi, pihaknya telah menyiapkan pupuk nonsubdidi. Hal ini untuk mengantisipasi lonjakan permintaan pupuk nonsubsidi seiring penurunan alokasi pupuk subsidi.
“Pupuk nonsubsidi itu kami siapkan di pengecer-pengecer. Masing-masing sampai 500 kilogram setiap pengecer. Ini untuk mengantisipasi kalau pupuk subsidinya tidak ada, sedangkan kebutuhan masih banyak, bisa membeli pupuk nonsubsidi,” tuturnya.