Pesisir Bandar Lampung Tercemar, Nelayan Semakin Sulit Cari Ikan
Pencemaran plastik di pesisir Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, semakin merugikan kehidupan nelayan setempat. Kondisi itu membuat nelayan kian sulit menangkap ikan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Pencemaran plastik di pesisir Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, semakin merugikan kehidupan nelayan setempat. Kondisi itu membuat nelayan kian sulit menangkap ikan.
Dari pantauan Kompas, Selasa (3/12/2019), tumpukan sampah plastik antara lain terlihat di perkampungan nelayan di Kelurahan Sukaraja, Bumiwaras, Bandar Lampung. Pantai yang menjadi tempat sandar perahu nelayan itu dipenuhi tumpukan sampah. Kondisi geografis kawasan pantai yang berupa teluk juga membuat sampah terus terdorong ombak ke tepian.
Kawasan itu mulai tercemar sampah plastik sejak 2000. Tumpukan sampah semakin banyak karena warga di kawasan pesisir ikut membuang sampah ke laut.
”Kami tidak bisa lagi mendapat ikan simba atau tongkol yang besar. Sekarang yang kami dapat hanya ikan petek atau ikan kurisi berukuran kecil,” kata Senen (55), salah satu nelayan.
Setiap hari, nelayan setempat mencari ikan dengan cara menebar jaring payang sepanjang lebih dari 1 kilometer. Setelah 1-2 jam, jaring ditarik bersama-sama oleh 10-12 nelayan. Dalam sehari, satu kelompok nelayan bisa menjaring 2-3 kali.
Pencemaran membuat penghasilan nelayan turun. Harga jual ikan petek dan ikan kurisi tergolong rendah. Untuk sekali menjaring, hasil tangkapan ikan hanya dihargai Rp 150.000-Rp 300.000 per ember atau sekitar 15-30 kilogram per ember. Ikan dijual dengan sistem lelang ke pedagang ikan.
”Hasil penjualan masih dipotong sewa jaring payang. Sisanya, dibagi untuk 10 nelayan. Satu orang biasanya hanya dapat Rp 15.000-Rp 20.000 per sekali menjaring,” kata Anto (34), nelayan lainnya.
Hasil penjualan masih dipotong sewa jaring payang. Sisanya, dibagi untuk 10 nelayan. Satu orang biasanya hanya mendapat Rp 15.000-Rp 20.000 per sekali menjaring.
Nelayan juga mengeluhkan sulitnya membersihkan sampah plastik yang tersangkut di jaring ikan. Mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk memilah ikan di antara tumpukan sampah. Sampah yang tersangkut juga membuat jaring payang mudah rusak.
Ketua Komunitas Nelayan Sukaraja Maryudi mengatakan, nelayan sudah bergotong royong membersihkan tumpukan sampah. Di Sukaraja, sedikitnya ada 250 rumah tangga nelayan yang bergantung dari usaha mencari ikan. Kondisi laut yang semakin tercemar sampah membuat hidup nelayan semakin sulit.
”Sampah yang ada di laut ini berasal dari sungai-sungai di Bandar Lampung,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah pihak berupaya menangani soal sampah di pesisir Bandar Lampung. Pemerintah Provinsi Lampung mencanangkan kegiatan bersih pesisir pantai secara berkala. Bahkan, tengah dirancang pembangunan tempat pengelolaan sampah terpadu untuk menangani masalah pengolahan sampah ini.
Wakil Gubernur Lampung Chusnunia mengatakan, masalah ini membutuhkan kerja sama dan komitmen semua pihak. Tak hanya pemerintah, warga juga diminta berperan menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah ke sungai.
Pemprov Lampung telah berkomitmen mengurangi sampah plastik dengan tidak lagi menggunakan minuman kemasan. Seluruh aparatur sipil negara di Pemprov Lampung diminta membawa botol air minum pribadi. Pemerintah hanya menyiapkan air minum isi ulang untuk para pegawai. Namun, Chusnunia mengatakan, belum semua instansi mematuhi imbauan itu. Dari 48 instansi, baru 12 instansi yang menerapkan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung Intizam menuturkan, saat ini volume sampah di Kota Bandar Lampung mencapai 600 ton per hari. Total volume sampah di 15 kabupaten dan kota di Lampung mencapai 7.000 ton per hari. Sampah yang hanyut ke laut membuat kondisi air di kawasan pesisir menjadi keruh sehingga rentan merusak ekosistem laut.