Aturan Negosiasi Upah Industri Padat Karya di Jabar Dinilai Diskriminatif
Ribuan buruh menuntut perubahan Keputusan Gubernur Jawa Barat terkait upah di Gedung Sate, Bandung Senin (2/12/2019). Mereka meminta gubernur menghapus poin negosiasi pengupahan bagi karyawan padat karya.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Ribuan buruh menuntut perubahan Keputusan Gubernur Jawa Barat terkait upah di Gedung Sate, Bandung Senin (2/12/2019). Mereka meminta gubernur menghapus poin negosiasi pengupahan bagi karyawan padat karya.
Peraturan tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur terkait Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Jawa Barat tahun 2020 yang ditetapkan Minggu (1/12) sebelumnya. Buruh memadati halaman Gedung Sate dari pukul 11.00 hingga pukul 15.00. Mereka berasal dari berbagai kelompok, di antaranya Serikat Pekerja Nasional (SPN) dan Konfederasi Serikat Nasional (KSN).
Dalam aksi tersebut, mereka berorasi menuntut gubernur memperhatikan nasib buruh dan tidak menjadikan mereka alat politik. Menurut Ketua Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Roy Jinto, massa menuntut penghapusan poin ketujuh huruf D dalam Kepgub tersebut.
Aturan tersebut, tutur Roy, menentukan penangguhan gaji dalam perusahaan padat karya hanya membutuhkan persetujuan bipartit, yaitu antara serikat pekerja dan pengusaha dengan persetujuan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemprov Jabar. Ketentuan ini dikhawatirkan tidak berpihak kepada industri padat karya. Alasannya, di luar padat karya, penangguhan upah dilakukan dengan persetujuan Gubernur Jabar.
“Kami apresiasi Pemprov Jabar menerbitkan surat keputusan. Namun, masih ada yang mengganjal, yaitu diktum 7 huruf D. Kami meminta gubernur menghapuskan aturan tersebut, karena ada indikasi diskriminasi kepada industri padat karya,” ujarnya.
Roy melanjutkan, pihaknya akan mengadakan pertemuan dengan Pemprov Jabar untuk membahas poin-poin tuntutan pada Jumat (6/12). Mereka berharap tuntutan tersebut bisa dipenuhi sehingga pekerja tidak merasa didiskriminasi.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil menuturkan, pihaknya tetap berpihak kepada pekerja. Dia menuturkan, aturan itu dikeluarkan untuk mengurangi dampak PHK yang bakal mengancam jika perusahaan tidak sanggup membiayai pekerja sesuai dengan UMK.
“Apapun keputusannya, kalau ada yang mau aksi silahkan saja asal sesuai aturan. Yang penting, tujuan saya untuk mencegah PHK karena perusahaan-perusahaan banyak yang pindah. Ini inisiatif perlindungan dengan cara yang bermartabat,” ujarnya.
Dalam keputusan Gubernur ini, dituliskan upah minimum ke-27 kabupaten/Kota di Jabar. Berlaku sejak 1 Desember, upah tertinggi ada di Kabupaten Karawang sebesar Rp 4.594.324 . Sedangkan upah minimum terendah ada di Kota Banjar sebesar Rp 1.831.884. UMK Kota Bandung berada pada angka Rp 3.623.778 dan Kabupaten Bandung Barat berjumlah 3.145.427.