Musim Angin Utara Ancam Pasokan Pangan ke Pulau-pulau Terluar
Musim angin utara hingga bulan Januari memicu cuaca buruk di atas perairan Kepulauan Riau. Kondisi ini dikhawatirkan mengganggu transportasi laut dan menghambat pasokan kebutuhan pokok bagi warga di pulau-pulau terluar.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS — Musim angin utara yang berlangsung mulai akhir November hingga Januari memicu cuaca buruk di atas perairan Kepulauan Riau. Kondisi ini dikhawatirkan mengganggu transportasi laut dan menghambat pasokan kebutuhan pokok bagi warga di pulau-pulau terluar.
Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Hang Nadim Kota Batam, Suratman, Minggu (1/12/2019), mengatakan, wilayah yang paling terdampak musim utara adalah Natuna dan Kepulauan Anambas. Di perairan tersebut, tinggi gelombang diperkirakan bisa 4 meter dengan kecepatan angin hingga 30 kilometer per jam.
”Puncak musim angin utara kemungkinan terjadi pada Desember. Oleh karena itu, semua pengelola transportasi laut saat ini diimbau lebih waspada,” ungkap Suratman.
Sebelumnya, Kamis (29/11/2019), Kapal Motor (KM) Pelangi berukuran 20 gros ton (GT), yang mengangkut sembako dari Pulau Bintan, tenggelam disapu ombak tinggi saat menuju Kepulauan Anambas. Tiga awak kapal itu mengapung selama 13 jam di perairan dekat Pulau Tokong Malang Biru, Kepulauan Anambas.
Mereka akhirnya diselamatkan kapal tanker Malaysia, JM Sutera 2, yang sedang dalam perjalanan dari Brunei Darussalam menuju Singapura. Awak JM Sutera 2 kemudian membawa ketiga korban ke perairan Batu Ampar, Batam, untuk diserahkan kepada petugas SAR di Kapal Negara Purworejo 101.
Tenggelamnya KM Pelangi pertama kali diketahui Pusat Koordinasi Penyelamatan Maritim (MRCC) Singapura. Menurut Kepala Seksi Operasi Kantor SAR Kelas A Tanjung Pinang Eko Supriyanto, kapal itu tenggelam karena mesinnya rusak di tengah cuaca buruk.
Ketersediaan kebutuhan pokok di Kepulauan Anambas dan Natuna sangat bergantung pada kapal pengangkut sembako dari daerah lain, seperti KM Pelangi. Kebanyakan kapal pengangkut sembako dari Bintan dan Tanjung Pinang itu terbuat dari kayu berukuran antara 20 GT dan 60 GT.
Kapal berukuran kecil, seperti KM Pelangi, tidak dapat beroperasi jika tinggi ombak lebih dari 2 meter dengan kecepatan angin lebih kencang dari kondisi normal. Akibatnya, selama musim angin utara, pasokan sembako di Kepulauan Anambas dan Natuna sepenuhnya hanya dapat bergantung da tiga kapal tol laut, Sabuk Nusantara.
Hal ini pada akhirnya dapat berakibat terhadap menipisnya persediaan pangan di sejumlah pulau terluar. Namun, Komandan Pangkalan Udara Angkatan Laut di Matak, Kepulauan Anambas, Mayor Arief Gunawan, mengatakan, hingga kini, pasokan bahan makanan masih terbilang mencukupi.
Menurut dia, bahan makanan biasanya mulai langka pada bulan terakhir musim angin utara karena saat itulah kondisi laut menjadi lebih ganas. ”Sekarang sudah ada tol laut, jadi meskipun gelombang tinggi, tetap ada kapal besar yang tetap bisa masuk,” ucapnya.