Mangurupa Hadirkan Beludru Project di Bentara Budaya Bali
Komunitas seniman dari Kabupaten Badung, Kelompok Seni Rupa Mangurupa, menghadirkan pameran bertajuk Beludru Project: Sustainability of Art in Bali di Bentara Budaya Bali, Gianyar.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
GIANYAR, KOMPAS — Komunitas seniman dari Kabupaten Badung, Kelompok Seni Rupa Mangurupa, menghadirkan pameran bertajuk Beludru Project: Sustainability of Art in Bali, di Bentara Budaya Bali, Gianyar. Pameran bersama yang digelar mulai Jumat (29/11/2019) hingga Rabu (11/12) ini menampilkan karya seni rupa yang mengeksplorasi beludru sebagai medium seni rupa.
Beragam karya yang dipamerkan puluhan seniman dari Kelompok Seni Rupa Mangurupa antara lain berbentuk lukisan, seni kriya, patung, instalasi, ataupun multimedia berupa film pendek. Para seniman mengekspresikan karya mereka dengan memanfaatkan beludru, baik sebagai kanvas, bagian instalasi, maupun karya seni.
Ketua Kelompok Seni Rupa Mangurupa Dewa Putu Ardana menuturkan, pameran bertujuan mengenalkan kembali potensi kesenian dan karya kreativitas seniman Kabupaten Badung. ”Karya dengan medium beludru ini pernah dikenal luas pada era 1970 dan 1980-an, tetapi belakangan meredup karena kurang diperkenalkan,” kata Ardana di sela-sela kegiatan lokakarya memanfaatkan beludru di Bentara Budaya Bali, Gianyar, Sabtu (30/11).
Ardana mengatakan, pameran juga menjadi gerakan moral para seniman perupa Badung agar Kabupaten Badung memiliki fasilitas pendukung kegiatan berkesenian secara permanen, salah satunya gedung pameran. Pameran ini pun dimaksudkan sebagai perayaan dua tahun berdirinya Kelompok Seni Rupa Mangurupa yang dibentuk 2017.
Kelompok Seni Rupa Mangurupa beranggotakan seniman-seniman yang berasal dari Kabupaten Badung. Lebih dari 100 seniman bergabung dan sekitar 60 orang di antaranya aktif dalam kegiatan komunitas seni. ”Adapun yang berpameran kali ini sebanyak 28 orang,” ujar Ardana.
Eksplorasi beludru
Ardana menambahkan, mereka menampilkan keunikan beludru sebagai medium seni dalam pameran bersama di Bentara Budaya Bali itu. Salah satu seniman pelopornya adalah Ida Bagus Gede dari Desa Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Badung. ”Beliau menggunakan kain beludru sebagai medium seni lukis. Ini membutuhkan teknik khusus karena sifat dan tekstur kain beludru,” kata Ardana.
Dalam pameran bersama seniman Mangurupa di Bentara Budaya Bali, mereka menghadirkan karya lukisan yang menggunakan beludru sebagai kanvas kemudian diwarnai dengan cat akrilik, misalnya, lukisan berjudul ”Tebang Tindih” karya I Putu Karang Adi Saputra atau lukisan berjudul ”Sandi Kala” karya I Ketut Suwela atau mengunakan cat minyak, antara lain lukisan berjudul ”Barong” karya I Made Rudita dan lukisan berjudul ”Rajapala” karya I Nyoman Wiweka.
Adapula seniman yang menggunakan teknik kolase atau menempelkan potongan beludru sehingga membentuk gambar. Teknik kolase digunakan I Ketut Kertayoga dalam karyanya berjudul ”Tabuh Rah” yang menggambarkan dua ayam sedang beradu dan Ida Bagus Nyoman Segarayoga dalam karyanya berjudul ”The Inspiration”, yakni sebentuk wajah menyerupai Presiden Joko Widodo.
Tidak hanya menampilkan sisi estetika dari sebuah karya seni, beberapa seniman dari Kelompok Seni Rupa Mangurupa juga menghadirkan kritik atas fenomena sosial, budaya, ataupun ekologi melalui karya seni mereka. Melalui karya seni instalasi berjudul ”Untouchable”, I Ketut Putrayasa merefleksikan persoalan sosial tentang penguasa atau rezim dengan menghadirkan empat helm yang masing-masing dilengkapi sepucuk pistol.
Adapun I Made Alit Suaja menyoroti kasus pembangunan dengan alasan memperbaiki namun justru berdampak kerusakan melalui karyanya berjudul ”Tulah: Restorasi Situs Purbakala”. Alit Suaja membuat relief bercorak tradisi, tetapi ditempatkan terbalik, kepala di bawah, sementara kaki di atas, dan menempatkan puing-puing bata dan patung yang tidak utuh di dekat sudut perancah.