Piala Sri Sultan, Pacuan Kuda demi Prestasi dan Persatuan
Ajang pacuan kuda Piala Sri Sultan Hamengkubowono X 2019 diharapkan memacu prestasi sekaligus membangun persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
Tepuk tangan dan sorak riang pecah saat joki kuda Setiono (15) memasuki garis finis dengan kuda ”Hurem”. Kuda itu menjadi juara dalam salah satu kelas Piala Sri Sultan Hamengkubuwono X 2019. Selain memacu prestasi, ajang lomba berkuda ini juga diharapkan membangun persatuan dan kesatuan bangsa.
Setiono, joki berbaju merah dan bertopi merah, menempati gate pertama. Begitu aba-aba start dimulai, ia memacu Hurem dengan kecepatan tinggi dan langsung mengambil posisi terdepan. Sembilan peserta lain keteteran di belakang.
Setiono dengan Hurem akhirnya berhasil mengalahkan sembilan joki dan kudanya dalam lomba race (ras) X, jenis lomba kelas 3 tahun, calon remaja Divisi 2, dengan jarak tempuh 1.200 meter, di Stadion Pacuan Kuda Sultan Agung, Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta, Minggu (17/11/2019).
Hurem merupakan kuda jenis betina warna hitam, usia 3 tahun, tinggi 153 sentimeter, keturunan kuda Vauxhall X. Kuda ini dibawa langsung dari Jawa Timur, menempuh perjalanan selama empat jam. Dua pekan sebelum lomba digelar, Hurem sudah tiba di Yogyakarta untuk menjaga kebugaran dan adaptasi dengan lingkungan.
Pelatih Setiono, Rudi Hattu, mengatakan sangat bangga atas kemenangan itu. Perjuangan mereka selama ini akhirnya membuahkan hasil meskipun perlu pembenahan pada kecepatan Hurem. ”Hurem bisa jauh lebih cepat lagi. Mestinya bisa lebih cepat dari 3 menit dan 4 detik,” ujar Hattu.
Sementara itu, pemilik Hurem, H Syaftun Rezi Ghozali, mengatakan tidak sia-sia merawat dan menjaga kondisi kuda selama ini. Ke depan, ia ingin mendapatkan kuda yang jauh lebih baik lagi.
Juara kedua diraih kuda ”P Badai”, warna putih, usia 3 tahun, tinggi 153 sentimeter, keturunan Mahameru X, dengan joki bernama Rusman dan pelatih Steven Singal.
Adapun juara ketiga diraih kuda ”Strong Capuccino”, keturunan Eclipse x Rhaegen, dengan peternak bernama Aragon Sulut Stable. Joki kuda itu bernama J Maleke dan pelatih Tenny Rori, sedangkan pemilik kuda bernama Karina dan Karissa Saddak.
Penyerahan hadiah kepada ketiga pemenang lomba ini dilakukan oleh Bambang Haryanto, mewakili Ketua KONI DI Yogyakarta Djoko Pekik. Penyerahan disertai foto bersama kontingen dengan kuda pemenang, joki, pemilik kuda, dan pelatih.
Setidaknya ada 18 kelas yang dilombakan dengan total hadiah berupa uang tunai Rp 7 juta sampai dengan Rp 25 juta per kelas. Sebanyak 205 kuda dengan 205 joki mengikuti lomba ini. Para peserta berasal dari 18 provinsi.
Warisan terbesar dalam olahraga adalah persahabatan. Sejatinya, masyarakat olahraga berkuda adalah pelopor persahabatan.
Ketua Umum Persatuan Berkuda Olahraga Seluruh Indonesia (Pordasi) Mohammad Chadir Saddak pada pembukaan mengapresiasi Sultan Hamengku Buwono X yang selalu mendukung kegiatan olahraga berkuda di DI Yogyakarta.
”Warisan terbesar dalam olahraga adalah persahabatan. Sejatinya, masyarakat olahraga berkuda adalah pelopor persahabatan,” kata Saddak.
Ia berharap ajang berkuda ini semakin meningkatkan prestasi, pembinaan, ataupun penyelenggaraan. Kesempatan ini harus dimanfaatkan demi prestasi, penyelenggaraan, pemberdayaan ekonomi kerakyatan, dan pariwisata.
Wakil Ketua Panitia Lomba Pacuan Kuda Harsoyo menyebutkan, Kejuaraan Pacuan Kuda Nasional Sri Sultan Hamengkubuwono X ini merupakan yang ke-14.
”Lomba kali ini menekankan upaya membangun persatuan dan kesatuan bangsa. Rasa persatuan dan kebersamaan sebagai sesama bangsa perlu terus digalakkan dan disuarakan dalam berbagai event yang melibatkan peserta dari berbagai suku dan daerah,” tutur Harsoyo.
Ia berharap, Yogyakarta terus mengumandangkan kedamaian, kerukunan, dan kebersamaan sebagai sesama anak bangsa melalui berbagai kegiatan, termasuk pacuan kuda. Selain itu, lomba ini diharapkan bisa meningkatkan prestasi olahraga berkuda. Meski Piala Sri Sultan sudah 14 kali digelar, prestasi di bidang pacuan kuda dari DI Yogyakarta dan Jawa Tengah masih di bawah standar.
Hingga kini, kuda yang diikutsertakan belum terlalu berkualitas. Postur paling tinggi hanya 153 cm. Hampir setiap tahun, kuda-kuda yang ditampilkan tampak kecil dengan usia di bawah 2 tahun.
Panitia telah mengimbau peserta lomba agar sebaiknya mendatangkan kuda pacu yang tangguh dengan usia 2-4 tahun. Joki yang ditampilkan pun harusnya memiliki bobot di bawah 50 kg, tetapi joki yang ada sebagian berbobot di atas 50 kg. Hal ini juga membuat pergerakan kuda pacu menjadi lebih lambat.