17 Desa di Aceh Selatan dan Langsa Tergenang Banjir
Sebanyak 15 desa di tiga kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan dan 2 desa di Kota Langsa, Provinsi Aceh, dilanda banjir. Hujan dengan intensitas tinggi dalam beberapa hari terakhir memicu sungai di daerah itu meluap.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sebanyak 15 desa di tiga kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan dan 2 desa di Kota Langsa, Provinsi Aceh, dilanda banjir. Hujan dalam intensitas tinggi dalam beberapa hari terakhir memicu sungai di daerah itu meluap. Hujan juga memicu longsor di sejumlah tempat.
Ketinggian air di kawasan permukiman warga sekitar 30-50 cm. Tidak ada korban dalam bencana itu, tetapi sebagian warga yang rumahnya berada di kawasan rendah harus mengungsi ke tempat yang aman.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Muhammad Syahril, Minggu (17/11/2019), menuturkan, di Aceh Selatan banjir melanda Kecamatan Trumon Tengah, Kota Bahagia, dan Kluet Timur. Air mulai menggenangi rumah warga sejak Sabtu (16/11) sore sampai malam hari.
”Akibat hujan deras, sungai meluap dan menggenangi permukiman warga,” kata Syahril.
Sungai yang dimaksud adalah Sungai Gelombang. Namun, pada Minggu pagi air mulai surut. Warga kembali ke rumah untuk membersihkan rumah dari lumpur dan sampah. Potensi banjir masih besar sebab debit air sungai tinggi. ”Jika hujan turun lagi, sungai akan meluap kembali, warga harus selalu waspada,” kata Syahril.
Diprediksi akan ada desa lain yang mengalami banjir karena kini debit air di Sungai Gelombang di Aceh Selatan kian meninggi. Petugas BPBD Aceh Selatan telah bersiaga penuh menghadapi banjir.
Syahril menambahkan, akibat hujan yang mengguyur wilayah itu, tebing jalan nasional Tapaktuan-Medan yang berlokasi di Pegunungan Panorama Hatta ambrol.
Adapun di Kota Langsa, banjir terjadi di Kecamatan Langsa Lama. Ini kali kedua kecamatan itu dilanda banjir dalam sepekan terakhir. Sebagian warga terpaksa mengungsi ke lokasi yang aman. ”Seorang ibu baru seminggu melahirkan kami evakuasi,” kata Syahril.
Di Langsa, petugas membuka dapur umum untuk memenuhi kebutuhan pangan warga yang terdampak banjir. Petugas juga menyiagakan peralatan darurat, seperti perahu karet dan logistik. Jalan lintas Kabupaten Pidie-Aceh Barat sempat tertutup longsor pada Kamis lalu. Arus transportasi terhambat, tetapi kini sudah bisa dilewati setelah material longsor dibersihkan oleh petugas.
Bencana banjir dan longsor masih mengancam Provinsi Aceh hingga akhir Desember 2019. Pasalnya, kini Aceh sedang berada dalam masa puncak musim hujan. Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, bencana hidrometeorologi kerap terjadi pada masa musim hujan.
Selama dua pekan pada November, nilai kerugian dari dampak bencana di Aceh mencapai Rp 565 juta. Kerugian tersebut dihitung dari kerusakan infrastruktur, lahan pertanian, dan harta benda milik warga.
Sebelumnya, Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kelas I Sultan Iskandar Muda Banda Aceh Zakaria Ahmad mengatakan, sejak Oktober hingga Desember Aceh masuk puncak musim hujan.
Akibat curah hujan yang tinggi, potensi bencana hidrometeorologi juga meningkat. Bencana hidrometeorologi dampak dari fenomena hidrometeorologi, seperti banjir, angin kencang, petir, dan gelombang besar. ”Semua kabupaten di Aceh akan mengalami suplai air hujan yang melimpah,” kata Zakaria.
Warga yang berada di kawasan pegunungan harus lebih waspada karena ada potensi terjadi bencana longsor dan banjir bandang. Di daerah seperti Tangse (Pidie), Gayo Lues, dan Aceh Tenggara kerap terjadi banjir bandang saat musim hujan. Adapun bencana banjir genangan diperkirakan terjadi di semua kabupaten/kota karena kemampuan tanah menyerap air melemah. Hal ini disebabkan pohon berkurang dan pembangunan gedung yang masif.