Sertifikasi Pengelolaan Tanah untuk Cegah Konflik di Yogyakarta
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional memberi petunjuk teknis dan sertifikasi pengelolaan tanah kasultanan dan kadipaten kepada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional memberi petunjuk teknis dan sertifikasi pengelolaan tanah kasultanan dan kadipaten kepada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Harapannya tanah tersebut bisa terdaftar dengan baik guna meminimalkan konflik terkait status kepemilikannya.
Petunjuk teknis dan sertifikat diberikan langsung Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil kepada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X di Yogyakarta, Jumat (15/11/2019).
”Secara hukum, DIY punya tanah khusus. Hanya, belum ada petunjuk yang lebih teknis,” kata Sofyan.
Sofyan mengungkapkan, petunjuk teknis itu terkait pendaftaran dan verifikasi status kepemilikan tanah. ”Nanti, seluruh tanah kasultanan dan kadipaten menjadi jelas terdaftar dan tidak ada konflik di masa mendatang,” katanya.
Perhatian terhadap status tanah kesultanan dan kadipaten itu ditandai dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman disebut sebagai pihak yang berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah itu untuk urusan pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat. Tanah Kesultanan Yogyakarta disebut Sultan Ground (SG). Sementara tanah Kadipaten Pakualaman disebut Pakualaman Ground (PAG).
”Melalui Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY, kami telah menatausahakan tanah kasultanan dan tanah kadipaten serta tanah desa, mulai dari inventarisasi, identifikasi, verifikasi, pemetaan, sampai pendaftaran,” kata Sultan.
Hasil inventarisasi dan pendaftaran atas tanah kasultanan dan tanah kadipaten mencapai 14.044 bidang tanah. Sebanyak 13.688 bidang adalah tanah kasultanan dan 356 bidang lainnya merupakan tanah kadipaten.
Hingga tahun 2019, dari jumlah tersebut, yang sudah terdaftar 10.729 bidang atau 76,4 persen dari jumlah bidang tanah yang ada. Sementara sertifikat tanah yang telah dikeluarkan mencapai 4.811 bidang atau setara 44,84 persen dari bidang yang terdaftar itu.
Kemudian, hasil inventarisasi tanah kas desa tercatat 50.123 bidang seluas 24.747,21 hektar. Dari jumlah itu, telah diterbitkan sertifikat 13.068 bidang atau 26,07 persen dari jumlah bidang. ”Menurut rencana, tahun 2020 atau 2021 (pendaftaran atau sertifikasi tanah) itu sudah selesai semua,” kata Sultan.
Sultan menyampaikan, tanah-tanah adat tersebut tetap bisa digunakan masyarakat meskipun status kepemilikannya di kasultanan ataupun kadipaten. Hal tersebut dilakukan dengan pengurusan surat kekancingan atau surat hak guna pakai atas tanah milik kasultanan ataupun kadipaten.
”Semangat takhta untuk rakyat yang derivasinya adalah tanah untuk rakyat tetap dijalankan dalam kebijakan kasultanan dan kadipaten,” kata Sultan.