Kasus Tabrak Belakang Masih Mendominasi di Tol Cipali
Kasus tabrak belakang masih mendominasi kecelakaan di Jalan Tol Cikopo-Palimanan, Jawa Barat. Puluhan nyawa melayang setiap tahun. Selain pelanggaran kecepatan dan muatan, kelalaian pengemudi juga memicu kecelakaan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kasus tabrak belakang masih mendominasi kecelakaan di Jalan Tol Cikopo-Palimanan, Jawa Barat. Puluhan nyawa melayang setiap tahun akibat kecelakaan tersebut. Selain pelanggaran kecepatan dan muatan kendaraan, kelalaian pengemudi juga menjadi pemicu kecelakaan.
Kasus terbaru terjadi Rabu (23/10/2019) pukul 23.40 di Kilometer 181.400, Desa Ciwaringin, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kecelakaan bermula ketika bus 44 Trans bernomor polisi B-7146-CGA yang membawa rombongan SMPN 1 Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, melaju dari arah Jakarta menuju ke Cirebon.
Sampai di lokasi kejadian, bus yang dikemudikan Sahuri (41) hilang kendali dan menabrak bagian kiri belakang truk bernomor polisi H 1416 LW yang dikendarai Lukman Chakim (30). Bus bergeser sekitar 50 meter dan terguling.
Sementara truk yang mengangkut kabel baja tersebut terbalik. Pembatas median jalan dan tali baja pembatas tol bahkan rusak karena tertekan truk saat terlempar. ”Kecelakaan diduga dipicu sopir bus yang kurang hati-hati dan mengantuk. Yang bersangkutan masih diperiksa,” ujar Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Cirebon Ajun Komisaris Asep Nugraha saat ditemui di lokasi kejadian, Kamis (24/10/2019). Akibat kejadian itu, tiga orang meninggal dan lima lainnya luka-luka.
Seluruh korban tewas adalah penumpang bus. Korban yang tewas di tempat kejadian adalah Andayani Mugi Lestari (50), Kepala SMPN 1 Subah. Dua korban lain, yakni Muhammad Abdi Romadona (13) dan Nabila Talita Zakiya (13), meninggal di rumah sakit. Adapun korban luka-luka masih mendapatkan perawatan di RS Mitra Plumbon, Cirebon. Seluruh korban merupakan warga Kecamatan Subah, Batang.
Asep mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan data terkait kecelakaan, seperti kecepatan kendaraan dan muatan truk. Apalagi, truk baru dapat dievakuasi sekitar pukul 14.00 atau lebih dari 12 jam setelah kejadian. Penyebabnya, petugas menunggu crane karena mobil derek tidak mampu mengangkut truk. Olah tempat kejadian perkara baru dapat dilakukan setelah evakuasi.
”Bus diperkirakan melaju di atas 80 kilometer per jam, sedangkan truk di bawah 60 kilometer per jam,” ujarnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Darat, untuk jalan bebas hambatan, batas minimal kecepatan kendaraan adalah 60 kilometer per jam. Adapun batas maksimal 100 kilometer per jam.
Kepala Unit Kecelakaan Satlantas Polres Cirebon Inspektur Satu Endang Kusnandar menambahkan, berdasarkan pengakuan sopir, muatan truk sekitar 5 ton. Namun, pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan untuk memastikan berat muatan truk. Meski demikian, muatan tersebut diduga memperlambat laju truk.
”Bus berangkat Rabu sore dari Bandung dan sempat beristirahat di Subang. Kami masih meminta keterangan dari penumpang bus yang dirawat di rumah sakit,” ujar Endang.
Kecelakaan tersebut menambah deretan kasus tabrak belakang di ruas Tol Cipali yang merupakan tol terpanjang di Indonesia sepanjang 116,7 kilometer itu. PT Lintas Marga Sedaya, pengelola Tol Cipali, mencatat, sejak Januari 2019, setidaknya 37 nyawa melayang akibat kecelakaan tabrak belakang. Hingga kini, lebih dari 60 nyawa melayang di Tol Cipali.
Kasus serupa mendominasi jumlah korban jiwa di Cipali sejak pertama kali beroperasi pertengahan 2015. Pada 2016, sebanyak 41 dari 63 korban meninggal karena kecelakaan tabrak belakang. Tahun berikutnya, tercatat 61 dari 92 korban tewas karena kasus serupa. Pada 2018, sebanyak 53 dari 71 nyawa melayang juga karena kasus tabrak belakang.
General Manager Operasi PT LMS Suyitno mengatakan, sekitar 80 persen kecelakaan di Cipali karena faktor kelalaian manusia, seperti mengantuk. Pihaknya telah berupaya mengantisipasi kecelakaan, seperti memasang rambu peringatan, membuat empat area istirahat setiap 40 kilometer di masing-masing jalur.
Sayangnya, menurut Suyitno, dari sekitar 42.000 kendaraan yang melintasi Cipali setiap hari, hanya sekitar 2.000 unit yang mampir ke rest area. Ini menunjukkan, pengendara ingin cepat sampai tujuan tanpa sempat beristirahat.
Pihaknya bersama polisi dan Dinas Perhubungan Jabar bakal menggelar razia kendaraan yang kelebihan muatan dan dimensi atau over dimension overload (ODOL). Begitupun dengan penertiban kecepatan kendaraan dengan alat pengukur kecepatan speed gun. ”Bulan ini sudah dilakukan dua kali. Nanti, masih akan berlanjut,” kata Suyitno.
Selain itu, tali baja sepanjang 18 kilometer juga dipasang di beberapa titik tahun ini. Sebelumnya, pembatas median jalan juga dipasang sepanjang 16 kilometer. Suyitno mengklaim, alat itu efektif mengurangi dampak kecelakaan, seperti ketika bus menabrak truk, Rabu malam. Tali baja mampu menahan truk sehingga tidak menyeberang ke lajur berlawanan.
Sementara itu, Ketua Himpunan Profesi Pengemudi Indonesia (HPPI) DPD Jawa Barat Eddy Suzendi mengingatkan, edukasi kepada pengemudi perlu ditingkatkan untuk mencegah kasus tabrak belakang. ”Banyak pengemudi tidak tahu daya angkut kendaraan yang dibawa. Mereka cuma nyetir,” katanya.
Marka jalan terkait lajur lambat juga harus ditambah agar pengendara lebih waspada. ”Reklame di sekitar tol dengan kalimat pendek perlu ditambah agar pengendara tidak merasa monoton dan mudah mengantuk,” ungkapnya.