Angin dan Material Kering Mempersulit Pemadaman di Lereng Wilis
Angin kencang dan cuaca terik selama beberapa hari terakhir menyulitkan pemadaman kebakaran lahan di lereng Gunung Wilis Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
KEDIRI, KOMPAS - Angin kencang dan cuaca terik selama beberapa hari terakhir menyulitkan pemadaman kebakaran lahan di lereng Gunung Wilis Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Lokasi kebakaran yang cukup jauh juga membuat pemadaman menggunakan metode manual terkendala.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kediri Randy Agatha, Rabu (23/10/2019), mengatakan, api yang membakar lereng Wilis sisi timur laut, sejak tiga hari lalu makin meluas. Jika pada hari Minggu (20/10) api hanya membakar Petak 144-145 Desa Kanyoran, Kecamatan Semen, maka pada Selasa api telah menjalar ke Petak 106 Kawasan Resor Pemangkuan Hutan (KRPH) Parang.
“Medan sangat sulit dan anginnya kencang sekali. Jarak lahan yang terbakar tujuh kilometer dari permukiman. Selain itu, material juga lebih mudah terbakar akibat udara kering. Satu percikan bara sudah bisa menyebabkan kebakaran di tempat lain,” ujar Randy.
BPBD Kabupaten Kediri belum bisa memastikan luasan lahan terbakar. Sejauh ini, lanjut Randy, pemadaman hanya dilakukan menggunakan cara manual dengan ranting pohon, semprotan air (jet shooter), dan pembuatan sekat bakar. Hari ini, pemadaman melibatkan lebih dari 20 personel gabungan dari Perhutani, BPBD, TNI, Polri, dan mahasiswa pecinta alam.
Sementara itu, hingga Rabu petang, Kepala Subbagian Data Evaluasi Pelaporan dan Humas Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) Syarif Hidayat, masih belum mendapat informasi hasil pemadaman kebakaran lahan di Blok Bantengan di wilayah Resor Ranu Pane, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.
Puluhan petugas gabungan kembali dikerahkan memadamkan api yang muncul lagi di kawasan tersebut pada Senin (21/10). Sebelumnya, api di kawasan ini sudah padam namun kembali membara. “Lokasi ini sempat dipadamkan tetapi belum ada hujan. Ditambah faktor angin kencang dan cuaca panas, api pun muncul kembali. Luas lahan terbakar sekitar enam hektar di Blok Bantengan,” kata Syarif.
Dalam sebulan terakhir, pihak BBTNBTS telah memadamkan 121 hektar kebakaran lahan, antara lain di wilayah Arcopodo, Gunung Kepolo, Watupecah, Waturejeng, Pusung Gendero, dan Ranu Kumbolo. Lahan terbakar terdiri dari material permukaan, semak kering, pohon akasia, dan cemara gunung.
Di tempat terpisah, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Karangploso Malang menyanggah cuaca panas yang dirasakan warga di sekitar Malang dipicu kebakaran lahan beberapa gunung di sekitarnya. Selain Semeru, kebakaran juga terjadi di Arjuna dan Kawi.
“Tidak terpengaruh (kebakaran di gunung). Wilayah Malang terlampau luas,” kata Prakirawan Stasiun Klimatologi Karangploso Ahmad Lutfi melalui pesan singkat.
Menurut Luthfi, suhu udara tertinggi di Malang baru sekitar 33,5 derajat celsius yang tercatat hari Sabtu (19/10). Suhu ini masih lebih rendah ketimbang sejumlah daerah lain yang mencapai 37-38 derajat Celsius.
Suhu tinggi ini sendiri, menurut penjelasan BMKG, disebabkan gerak semu matahari. Pada bulan Oktober, matahari berada di sekitar garis khatulistiwa dan tengah bergerak ke belahan bumi selatan. Kondisi ini menyebabkan radiasi matahari yang diterima bumi di wilayah selatan relatif lebih banyak sehingga meningkatkan suhu udara di siang hari.