Ratusan orang kembali berdemonstrasi di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, menuntut agar kepolisian segera menuntaskan penyelidikan dan mengungkap pelaku yang menyebabkan dua mahasiswa meninggal.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Ratusan orang kembali berdemonstrasi di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, menuntut agar kepolisian segera menuntaskan penyelidikan dan mengungkap pelaku yang menyebabkan dua mahasiswa meninggal saat unjuk rasa pada 26 September. Aksi yang tidak menemui titik temu ini berujung bentrok dan menyebabkan sejumlah mahasiswa dan aparat terluka.
Massa mulai berkumpul dan menyuarakan aksi sejak tengah hari di depan Markas Polda Sulawesi Tenggara, Selasa (22/10/2019). Massa dari Forum Mahasiswa Sulawesi Tenggara Bersatu menuntut agar kepolisian tidak bermain-main dan segera menyelesaikan penyelidikan meninggalnya Muhammad Yusuf Kardawi (19) dan Randi (22).
Seorang perwakilan keluarga korban, Syamsuddin, mempertanyakan timpangnya keadilan yang terjadi saat ini. Sebab, telah hampir sebulan setelah kejadian pada Kamis (26/9/2019), belum juga ada pihak yang ditunjuk sebagai pelaku.
”Kalau anak bapak dipukuli, ditembak, dan dibunuh, bagaimana? Kalian akan berbuat apa? Kami di sini datang untuk menuntut keadilan,” ucap paman Muhammad Yusuf Kardawi ini saat berorasi.
Yusuf dan Randi, dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, adalah korban meninggal saat bentrok dengan aparat kepolisian dalam demonstrasi menentang sejumlah legislasi bermasalah. Randi meninggal dengan luka tembak di dada. Sementara Yusuf mengalami luka terbuka di kepala, yang berdasarkan penyelidikan Kontras diduga kuat adalah karena tembakan.
Menurut Syamsuddin, pihak keluarga pada dasarnya berusaha mengikhlaskan kematian Yusuf, sulung dari lima bersaudara itu. Akan tetapi, perwakilan keluarga tidak akan pernah menerima jika kasus ini belum diselesaikan hingga benar-benar tuntas.
Rahman Manangkiri, perwakilan mahasiswa, mempertanyakan kinerja kepolisian yang terkesan mengulur-ulur penyelesaian kasus. Selain belum adanya tersangka, juga belum ada pengumuman hasil uji laboratorium forensik atas sejumlah bukti yang ditemukan.
Aksi massa terus berlangsung hingga menjelang sore. Aksi ini diwarnai kericuhan, diawali ketika satu personel kepolisian dan seorang anggota TNI dikejar dan dipukuli massa. Aksi kejar-kejaran dan lempar batu terus terjadi hingga sore.
Sedikitnya ada enam mahasiswa yang dibawa ke dalam area Polda Sultra. Sejumlah personel kepolisian terus memukuli mahasiswa saat diseret masuk. Mahasiswa ini terlihat terluka dan berlumuran darah. Seorang mahasiswa dibawa ke rumah sakit. Sebagian dari mereka telah dibebaskan.
Meski demikian, hingga malam hari, ada tiga mahasiswa yang tetap ditahan dan diperiksa. Kepala Polda Sultra Brigadir Jenderal (Pol) Merdisyam menuturkan, tiga orang ini diduga provokator dalam aksi tersebut. Selama aksi berlangsung, pihaknya mencoba bernegosiasi dan mengawal agar berjalan damai. Akan tetapi, terjadi saling dorong, lalu berusaha dibubarkan.
Sidang disiplin
Pada Selasa pagi, enam personel kepolisian kembali menjalani sidang disiplin terkait pelanggaran prosedur pengamanan. Perintah Kapolri menyatakan semua personel tidak boleh membawa senjata api ke lokasi pengamanan unjuk rasa, terlebih menembakkannya.
Kepala Bidang Humas Polda Sultra Ajun Komisaris Besar Harry Goldenhardt menyampaikan, sidang disiplin adalah bagian penyelidikan internal untuk pelanggaran terkait standar pengamanan. Sanksi disiplin akan dijatuhkan setelah sidang selesai mendengarkan keterangan terperiksa dan saksi. Sanksi itu bisa berupa penundaan gaji, pangkat, hingga penahanan selama 21 hari.
Uji forensik dilakukan dengan mengirim barang bukti ke Australia.
”Sekarang juga masih penyelidikan terkait kasus pidana. Uji forensik dilakukan dengan mengirim barang bukti ke Australia. Hal itu untuk mencari second opinion dari uji forensik yang telah dilakulan di Mabes Polri,” ucapnya.
Terkait jumlah peluru yang berkurang dari senjata aparat terperiksa, Harry mengaku belum mengetahui hal tersebut. Ia juga tidak mau menjawab sehubungan permintaan keluarga Yusuf yang menyatakan siap melakukan otopsi susulan terkait penyebab kematian mahasiswa Jurusan Pendidikan Vokasi D-3 Teknik Sipil ini.
Sebelumnya, Ramlan (42), ayah Yusuf, mengatakan, jika memang harus diotopsi untuk mempercepat penyelidikan, keluarga siap. Di awal, ia tidak ingin otopsi dilakukan karena berusaha mengikhlaskan. Keluarga juga memegang janji dari kepolisian untuk segera menuntaskan kasus ini. Meski begitu, hingga hampir satu bulan, belum juga ada titik terang dari kejadian ini.