Desakan Presiden Terbitkan Perppu Masih Muncul di Yogyakarta
Desakan agar Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang KPK terus disuarakan. Langkah itu dianggap mampu menunjukkan komitmen dan ketegasan Presiden terhadap pemberantasan korupsi.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS—Desakan agar Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang KPK terus disuarakan. Langkah itu dianggap mampu menunjukkan komitmen dan ketegasan Presiden terhadap pemberantasan korupsi.
Keinginan itu dilontarkan Aliansi Jogja Anti Korupsi (AJAK) saat menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) di Tugu Pal Putih, Yogyakarta, Rabu (16/10/2019). Aturan itu dinilai mampu melemahkan KPK.
Aksi itu diikuti puluhan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Islam Indonesia (UII). Para peserta aksi membawa spanduk-spanduk yang isinya penolakan terhadap pelemahan KPK. Mereka juga mengenakan stiker bertuliskan “Reformasi Dikorupsi”.
“Kami menolak segala bentuk pelemahan terhadap penegakan anti korupsi. Kami meminta Presiden mengeluarkan Perppu KPK, yang substansinya mengembalikan UU KPK seperti sebelumnya,” kata Kepala Departemen Aksi dan Propaganda Dema Justicia Fakultas Hukum UGM Reandy Justitio, di sela-sela aksi.
Reandy meminta Presiden menunjukkan ketegasannya dengan menerbitkan Perppu tersebut. Langkah itu sekaligus memperlihatkan komitmen Presiden terhadap pemberantasan korupsi. Itu menjadi bukti nyata bagi Presiden yang sebelumnya menyatakan penolakan tegas atas berbagai tindak korupsi.
“Kami ingin mengingatkan kembali Perppu KPK masih bisa didorong. Presiden bisa punya ketegasan untuk menerbitkan Perppu ini,” kata Reandy.
Kami ingin mengingatkan kembali Perppu KPK masih bisa didorong. Presiden bisa punya ketegasan untuk menerbitkan Perppu ini
Sementara itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa UGM M Atiatul Muqtadir mengatakan, penerbitan Perppu KPK itu menjadi simbol keberpihakan Presiden terhadap masyarakat. Menurut dia, masyarakat ingin agar KPK tetap menjadi lembaga yang independen. UU KPK yang baru saja direvisi mampu melemahkan kerja-kerja pemberantasan korupsi dari lembaga itu.
Dihubungi terpisah, Zaenur Rohman, Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi UGM, mengatakan, UU KPK akan melumpuhkan kerja-kerja pemberantasan korupsi. Padahal, peraturan itu akan mulai berlaku pada 17 Oktober 2019. Menurut aturan itu, KPK tidak bisa lagi melakukan penyadapan dan penggeledahan tanpa seizin dewan pengawas, sedangkan dewan pengawas belum dibentuk.
Selain itu, Zaenur juga kembali mempertanyakan apakah Presiden benar-benar mendukung agenda pemberantasan korupsi. “Komitmen Presiden terhadap pemberantasan korupsi bisa semakin hilang jika dia menolak Perppu,” katanya.
Zaenur juga meragukan keberadaan dewan pengawas yang dipilih langsung oleh Presiden. Ia mengkhawatirkan, pemilihan tidak berjalan dengan objektif karena ada pengaruh dari elit-elit politik.