Pembangunan Infrastruktur di Kaltim Harus Dikawal dari Hulu ke Hilir
Penangkapan terduga kasus suap di Kalimantan Timur oleh KPK menunjukkan perlunya pengawasan dari hulu ke hilir proyek infrastruktur. Keberadaan Kaltim sangat penting sebagai daerah bakal ibu kota baru.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS – Penangkapan terduga kasus suap di Kalimantan Timur oleh KPK menunjukkan perlunya pengawasan dari hulu ke hilir proyek infrastruktur. Ini penting dilakukan sebab akan ada banyak proyek infrastruktur penunjang di sekitar lokasi ibu kota baru.
KPK membawa enam orang dari Kalimantan Timur untuk diperiksa lebih lanjut di Jakarta, Rabu (16/10/2019) pagi. Mereka terdiri dari Kepala Balai Penataan Jalan Nasional (BPJN) XII Balikpapan Refly Ruddy Tangkere, pejabat pembuat komitmen, staf BPJN XII, dan pihak swasta. KPK menduga ada transaksi suap Rp 1,5 miliar dalam proyek pembangunan jalan nasional di Kalimantan Timur.
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengatakan, selain sektor sumber daya alam, sektor infrastruktur salah satu yang menjadi peluang untuk korupsi. “Dampaknya, kualitas infrastruktur yang buruk dan cepat rusak, lamanya waktu pengerjaan, hingga pembangunan mangkrak,” kata Herdiansyah.
Menurutnya, modus yang kerap digunakan dalam korupsi infrastruktur adalah mengurangi spesifikasi bahan dan bangunan. Sisa anggaran kerap digunakan untuk pembayaran banyak hal yang seringkali tidak resmi.
Pemerintah selama ini sudah mengandalkan kejaksaan untuk pendampingan dan konsultasi hukum proyek strategis nasional di daerah. Itu dilakukan melalui program Kejaksaan RI, yakni Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D). Herdiansyah mengatakan, TP4D hanya efeektif untuk pengawasan ketaatan aspek hukum. Masih ada celah terkait pengawasan kualitas infrastruktur yang dibangun.
“Belum ada pengawasan di aspek konstruksinya. Misal, soal kualitas, ketahanan, dan spesifikasi bahan yang digunakan. Untuk itu, pemerintah sebaiknya menggandeng lembaga yang memiliki kapasitas itu,” ujar Herdiansyah.
Ia berharap pemerintah memperketat aspek pengawasan dari hulu ke hilir proyek-proyek strategis nasional di Kalimantan Timur. Sebab, jika undang-undang pemindahan ibu kota sudah disahkan, akan ada banyak pembangunan infrastruktur untuk menunjang akses ke lokasi calon ibu kota, yakni di perbatasan Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.
Pemerintah perlu juga mempertimbangkan untuk membuat daftar hitam kontraktor nakal dan bermasalah
Herdiansyah berpendapat, pemerintah perlu juga mempertimbangkan untuk membuat daftar hitam kontraktor nakal dan bermasalah. Selain itu, perlu adanya penguatan transparansi anggaran, mengingat uang negara cukup besar dikucurkan untuk proyek infrastruktur. Hal lain yang juga menurutnya perlu diperhatikan adalah pengetatan sistem pengawasan dan membuat model partisipasi publik yang lebih terbuka.
Berjalan
Pascapenangkapan Refly, aktivitas di kantor BPJN XII di Balikpapan masih berjalan. Beberapa pekerja terlihat masuk keluar kantor BPJN XII yang terletak di perumahan Sepinggan Pratama jalan Syarifuddin Yoes, Balikpapan Selatan.
Kepala Bagian Tata Usaha BPJN XII Lutfi enggan berkomentar banyak. Ia menyampaikan sesuai pernyataan resmi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). BPJT XII berada di bawah Direktoran Jenderal Bina Marga, Kementerian PUPR.
“Menyesalkan terjadinya operasi tangkap tangan terkait proyek jalan yang menjadi tanggung jawab BPJN XII. Kementerian PUPR akan mengantisipasi berbagai kemungkinan, termasuk membebastugaskan yang bersangkutan dan menyiapkan pejabat pengganti jika telah ada penetapan status oleh KPK,” kata Lutfi.