Gas elpiji 3 kilogram bersubsidi masih sulit ditemukan di Kota Padang, Sumatera Barat, Selasa (15/10/2019). Kelangkaan yang berlangsung beberapa minggu terakhir memicu lonjakan harga di tingkat pengecer.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS -- Gas elpiji 3 kilogram bersubsidi masih sulit ditemukan di Kota Padang, Sumatera Barat, Selasa (15/10/2019). Kelangkaan yang berlangsung beberapa minggu terakhir memicu lonjakan harga di tingkat pengecer.
Pantauan Kompas, di Padang Timur dan Padang Utara, Senin (14/10) dan Selasa (15/10), gas elpiji 3 kilogram sulit ditemukan. Kelangkaan ini terjadi di tingkat pangkalan ataupun pengcer.
Di sejumlah pangkalan, hanya ada tabung-tabung kosong karena bukan jadwal datangnya pasokan gas dari distributor. Menurut pemilik pangkalan, pasokan yang masuk langsung habis hanya dalam sehari akibat diserbu pembeli.
“Pasokan gas dari Pertamina lancar, meskipun sesekali mundur dari jadwal. Dalam seminggu, saya mendapat pasokan 180-200 tabung. Namun, beberapa minggu terakhir setiap gas masuk langsung habis diserbu, terutama para pedagang makanan,” kata Beni Rasyid (58), pemilik pangkalan di Air Tawar Barat, Padang Utara, Selasa sore.
Beberapa minggu terakhir setiap gas masuk langsung habis diserbu. (Beni Rasyid)
Kelangkaan juga terjadi di kios eceran. Sebagian besar kios tidak dapat menjual gas 3 kilogram bersubsidi karena sulit mendapat pasokan dari pangkalan ataupun makelar. Ada pun harganya melonjak drastis.
Dari sedikit kios yang masih berjualan, harga gas melon itu melonjak berkisar Rp 24.000-Rp 27.000. Di tempat-tempat tertentu, harganya mencapai Rp 30.000. Padahal, harga eceran tertinggi (HET) di pangkalan hanya Rp 17.000 dan harga normal di tingkat pengecer sekitar Rp 20.000-Rp 22.000.
“Saya sudah empat hari ini tidak berjualan gas (bersubsidi). Kata orang yang biasa mengantarkan gas (makelar), sulit dapat gas di pangkalan. Sejak langka, pasokan gas ke warung saya memang berkurang, dari 30 tabung menjadi 15 tabung saja per minggu. Pas gas masuk langsung habis,” kata Desmawati, pedagang di Lolong Belanti, Padang Utara.
Menurut Desmawati, empat hari lalu ia menjual elpiji bersubsidi Rp 26.000 per tabung. Harga itu naik sekitar Rp 4.000 dibandingkan kondisi normal. Harga dinaikkan karena modal gas juga naik menjadi Rp 23.000 dari sebelumnya Rp 20.000.
Kelangkaan gas bersubdi pun diakui oleh warga, terutama dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Kesulitan mendapatkan gas terjadi sejak sebulan terakhir.
Febri Yeni (37), warga Jati Gaung, Padang Timur, mengaku memang kesulitan mendapatkan gas melon, terutama di pangkalan. Keluarganya baru bisa mendapatkan gas di salah satu kios eceran di kelurahan lain, yang relatif jauh dari rumah.
“Susah sekali mendapatkan gas. Sudah keliling kelurahan gak dapat-dapat. Harganya pun mahal. Minggu kemarin, saya beli satu tabung Rp 30.000. Karena butuh, terpaksa saya beli,” kata Yeni.
Unit Manager Communication, Relations and CSR Pertamina Marketing Operation Region I, M Roby Hervindo, menjelaskan, kelangkaan elpiji bersubsidi di tengah masyarakat dipicu oleh pembelian panik konsumen. Hal itu dipicu isu kelangkaan yang dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menaikkan harga dengan menimbun elpiji.
Berdasarkan catatan Pertamina, penyaluran elpiji 3 kilogram pada 1- 14 Oktober 2019 sudah mencapai 26.800 tabung per hari. Jumlah itu meningkat 9,7 persen dibanding penyaluran harian September 2019 lalu sebesar 24.460 tabung per hari.
Menurut Roby, penyaluran gas melon memang sempat terganggu pada di Stasiun Pengangkutan dan Pengisian Bulk Elpiji (SPPBE) di Padang, Sabtu (5/10) lalu, akibat kendala operasional perawatan tabung gas. Akibat menunggu tabung baru, operasional di SPPBE tersendat setengah hari.
Akibat menunggu tabung baru, operasional di SPPBE tersendat setengah hari. (Roby Hervindo)
“Memang terjadi sedikit keterlambatan pengiriman, biasanya gas sampai di SPPBE pagi, ini baru sampai sore. Namun, isu kelangkaan terlanjur menggelinding jadi bola salju. (Oknum) pengecer memanfaat situasi dengan menaikkan harga menjadi Rp 27.000 bahkan sampai Rp 30.000. Kalau ada isu kelangkaan, mereka akan naikkan harga karena tahu warga panik. Barang ditahan-tahan, meskipun sebenarnya ada,” kata Roby.
Temuan Kompas di salah satu kios di Padang Timur, elpiji 3 kilogram bersubsidi dijual Rp 27.000 per tabung. Padahal, pedagang mengaku, hanya membeli Rp 22.000 per tabung (termasuk upah angkut) dari pangkalan.
Roby melanjutkan, untuk normalisasi, Pertamina melakukan penambahan fakultatif ke agen-agen elpiji. SPPBE juga menambah jam operasional hingga pukul 20.00. Hari Minggu, penyaluran ke pangkalan-pangkalan juga tetap dilakukan.
"Sebanyak 26.880 tabung elpiji 3 kilogram tambahan sudah digelontorkan kepada 24 agen elpiji di Kota Padang pada Minggu (13/10) lalu. Mulai Rabu (16/10), juga akan diberikan kembali tambahan elpiji sebanyak 26.880 tabung. Penyaluran ekstra ini menambah konsumsi normal mingguan Kota Padang sebesar 147 ribu tabung,” kata Roby.