Kualitas udara di Sumatera Barat kembali memburuk dalam tiga hari terakhir akibat kiriman asap dari provinsi-provinsi tetangganya. Warga yang sensitif terhadap polusi diimbau tidak terlalu lama beraktivitas di luar ruang
Oleh
YOLA SASTRA
·2 menit baca
PADANG, KOMPAS-Kualitas udara di Sumatera Barat kembali memburuk dalam tiga hari terakhir akibat kiriman asap dari provinsi-provinsi tetangganya. Warga yang sensitif terhadap polusi diimbau tidak terlalu lama beraktivitas di luar ruangan.
Pantauan Kompas di Kota Padang, Sumbar, Senin (14/10/2019), udara diselimuti kabut tipis. Jarak pandang mulai berkurang karena benda-benda jauh, seperti bukit dan gunung, tampak kabur. Kondisi serupa terpantau pula di beberapa daerah lain, seperti di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Agam.
Media Rahmi (26), warga Sungai Pua, Agam, mengatakan, beberapa hari terakhir kabut asap di sekitar tempat tinggalnya memang kembali menebal. Ketebalannya mendekati kondisi kabut asap pada September 2019 lalu.
BMKG Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang melaporkan, analisis citra satelit Himawari oleh BMKG pada 14 Okt 2019 pukul 11.00 menunjukkan adanya sebaran asap yang mulai masuk ke wilayah tenggara Sumbar.
Sebaran asap terpantau meluas dari wilayah Riau, Jambi dan Sumsel. Titik panas juga terpantau di ketiga provinsi itu. Aplikasi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional mencatat jumlah titik panas di Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan masing-masing 10 titik, 100 titik, dan 415 titik.
Menurut Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang, Sumbar, Manat Panggabean, Sumbar pada umumnya sudah mengalami hujan hampir setiap hari yang mengakibatkan kualitas udara cenderung lebih baik. Namun, pada jam-jam tertentu nilai PM 10 berada di atas kategori baik atau menuju sedang.
“Dari yang saya amati, peningkatan PM 10 terjadi sekitar pukul 10.00-12.00. Paling tinggi nilai PM10 tercatat di Pemantau Atmosfer Global (GAW) Kototabang, yaitu 58 mikrogram per meter kubik (µg/m3). Sebelumnya, di bawah 50 µg/m3, bahkan bisa 22-24 µg/m3,” kata Manat.
Meskipun kembali memburuk, Manat optimistis kualitas udara di Sumbar tidak akan separah sebelumnya. Sebab, sejak penghujung September 2019, Sumbar mulai memasuki musim hujan.
Pada Senin (23/9) lalu, kualitas udara yang terukur di Stasiun Bukit Kototabang mencapai kategori berbahaya dengan PM 10 menyentuh 487 µg/m3. Itu yang terparah sejak Sumbar mendapatkan kiriman asap kebakaran hutan dan lahan dari Riau, Jambi, bahkan Sumatera Selatan dalam dua bulan terakhir.
Pada malam hari, kelembaban udara tinggi. Dalam keadaan udara merosot seperti itu, akan membuat konsentrasi partikel asap lebih banyak di permukaan sehingga mempengaruhi kemampuan bernapas
Manat pun mengimbau masyarakat yang sensitif terhadap polusi udara untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan, terutama malam hari. “Pada malam hari, kelembaban udara tinggi. Dalam keadaan udara merosot seperti itu, akan membuat konsentrasi partikel asap lebih banyak di permukaan sehingga mempengaruhi kemampuan bernapas,” ujar Manat.