Balai-balai rehabilitasi di bawah Kementerian Sosial dituntut untuk terus meningkatkan kapasitas dan layanannya. Untuk menjangkau lebih luas, balai harus lebih aktif "menjemput bola".
Oleh
Irma Tambunan
·2 menit baca
JAMBI, KOMPAS - Balai-balai rehabilitasi di bawah Kementerian Sosial dituntut untuk terus meningkatkan kapasitas dan layanannya. Untuk menjangkau lebih luas, balai harus lebih aktif "menjemput bola".
Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, saat ini baru ada 41 balai rehabilitasi yang memberikan berbagai layanan pemulihan terkait masalah sosial. “Tidak semua provinsi memiliki balai rehabilitasi,” katanya, sewaktu berkunjung ke Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) "Alyatama", di Jambi, Senin (14/10/2019).
Para korban, dan juga pelaku, ketika keluar sudah betul-betul pulih dan berubah.
Sebagai contoh, BRSAMPK Alyatama menjadi tempat pemulihan bagi anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus. Meski terletak di Jambi, area layanannya mencakup 4 provinsi, yakni Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung. Mengingat luas area kerjanya, balai dapat bekerja sama dengan lembaga dampingan sehingga bisa lebih aktif "menjemput bola".
Selain balai, keberadaan 120 panti yang kini dikelola pemerintah daerah diharapkan dapat lebih aktif berperan. Bahkan, panti didorong untuk meningkatkan kemampuan layanannya.
Menurut Agus, sekitar 95 persen anak-anak yang selesai menjalani program rehabilitasi di balai dapat kembali hidup normal di masyarakat. “Para korban, dan juga pelaku, ketika keluar sudah betul-betul pulih dan berubah,” ujarnya.
Dalam kunjungan di Alyatama, Agus melihat langsung berbagai aktivitas anak korban kekerasan seksual. Sejumlah anak telah produktif menghasilkan kerajinan tangan, berkebun, maupun menekuni bidang olahraga.
Menurut dia, anak sebagai generasi penerus bangsa perlu mendapat perhatian lebih. Tak jarang dari mereka mengalami hal-hal seperti ditelantarkan keluarganya, berhadapan dengan hukum, menjadi korban perlakuan salah dan penelantaran, serta menjadi korban kejahatan seksual, kekerasan fisik, ataupun psikis.
Kepala Alyatama Imron Rosadi mengatakan, layanan diberikan di antaranya pada anak-anak yang berada dalam situasi darurat bencana, anak yang berhadapan dengan hukum, dan dari kelompok minoritas terisolasi. Juga ada anak yang dieksploitasi ekonomi ataupun seksual, para korban penyalahgunaan narkotika, korban pornografi, HIV/AIDS, serta korban kejahatan seksual.
Untuk memulihkan kondisi fisik maupun psikisnya, psikolog dan ahli terapi didatangkan untuk membantu korban. Mereka juga dilatih sejumlah aktivitas produktif.