Pemerintah Provinsi Maluku memutuskan untuk membatalkan rencana pembangunan hunian sementara bagi korban gempa di daerah itu. Proses pemulihan pascagempa langsung difokuskan pada rehabilitasi dan rekonstruksi.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Maluku memutuskan untuk membatalkan rencana pembangunan hunian sementara bagi korban gempa di daerah itu. Proses pemulihan pascagempa langsung difokuskan pada rehabilitasi dan rekonstruksi. Langkah tersebut dianggap lebih efektif dan efisien. Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyatakan mendukung apapun keputusan daerah.
Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno di Ambon, Rabu (9/10/2019) mengatakan, berdasarkan pertimbangan pemerintah daerah termasuk mendengarkan masukan dari pengungsi, pembangunan hunian sementara (huntara) dianggap terlalu lama dan membuang-buang waktu. "Jadi sebaiknya langsung saja bangun dan perbaiki rumah yang rusak. Masyarakat berharap secepatnya," ujarnya.
Menurut perencanaan sebelumnya, pemerintah akan membangun huntara sebanyak 100 hingga 150 unit. Satu unit terdiri dari 12 bilik. Alokasi waktu pembangunan secara keseluruhan tuntas dalam waktu paling cepat 60 hari dengan biaya Rp 400 juta per unit. Barnabas mengatakan, rencana itu tidak bisa dilaksanakan. Pemerintah ingin, rumah korban secepatnya diperbaiki.
Oleh karena itu, lanjut Barnabas, tim yang dibentuk segera memverifikasi rumah yang rusak dan memberikan penilaian. Data dasar yang digunakan adalah laporan tim tanggap darurat. Menurut data sementara, rumah penduduk yang rusak ringan 3.245 unit, rusak sedang 1.837 unit, dan rusak berat 1.273 unit. Selama proses pembangunan dan perbaikan, korban tetap dalam perhatian pemerintah.
Jadi sebaiknya langsung saja bangun dan perbaiki rumah yang rusak. Masyarakat berharap secepatnya, ujar Barnabas
Seperti yang diwartakan sebelumnya, gempa bermagnitudo 6,5 mengguncang 3 kabupaten/kota di Maluku pada 26 September 2019. Sebanyak 39 orang dilaporkan meninggal, yang terdiri atas 11 korban dari Kota Ambon, 17 korban dari Kabupaten Maluku Tengah, dan 11 korban dari Kabupaten Seram Bagian Barat. Adapun korban luka ringan 1.548 orang, luka berat 30 orang, dan pengungsi 170.900 orang.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letnan Jenderal Doni Monardo mengatakan, pihaknya mengikuti apapun yang menjadi keputusan pemerintah daerah. Menurut Doni, penanganan langsung pada rumah yang rusak tanpa pembangunan huntara dapat mempercepat proses penanganan bencana di suatu daerah. Hal itu berhasil diterapkan di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Doni berjanji, semua rumah yang rusak akan dibantu oleh BNPB lewat dana stimulus. Rumah rusak berat akan mendapatkan Rp 50 juta, rusak sedang sebanyak Rp 25 juta, dan rusak ringan Rp 10 juta. Sementara itu, fasilitas umum yang rusak akan ditangani oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Doni berharap agar masyarakat Maluku memberikan dukungan terhadap proses penangangan pascabencana tersebut. Dukungan dimaksud adalah dengan ikut memerangi kabar bohong yang meresahkan. Kabar bohong yang santer beredar adalah wilayah Maluku akan dilanda gempa dan tsunami. Hoaks menyebabkan banyak orang ketakutan dan ikut mengungsi.
Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Geofisika Ambon Andi Azhar Rusdin mengatakan, frekuensi gempa susulan semakin berkurang. Pada hari pertama terjadi 244 kali gempa susulan sementara pada hari ke 14 sebanyak 21 kali. Total gempa susulan sebanyak 1.268 kali. Jumlah gempa yang dirasakan 142 kali.
Merusak mangrov
Lebih lanjut Doni meminta para kepala daerah agar memasukan upaya mitigasi bencana dalam program pembangunan. Pembangunan wajib mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Menurut pantauan Kompas, Pemerintah Kota Ambon mengizinkan pembangunan tempat usaha di areal tanaman mangerov. Padahal, mangrov dapat meredam kecepatan tsunami. "Kita harus jaga alam supaya alama jaga kita," ujar Doni.
Maluku merupakan wilayah yang berisiko dilanda gempa dan tsunami. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Geofisika Ambon mencatat, Jumlah kejadian gempa lebih dari 1.000 kali dalam satu tahun. Pada tahun 2016 tercatat 1.222 kejadian, tahun 2017 sebanyak 1.392 kejadian, dan 2018 sebanyak 1.587 kejadian. Sepanjang Januari hingga September 2019, telah terjadi 2.367 kejadian gempa.